Melansir BBC Future, Rabu (20/2/2019), satu tim penyelamat harus menyelamatkan Malcolm Roberts yang menderita pendarahan parah di saluran cerna. Bisakah tim dokter datang tepat waktu untuk menyelamatkannya di Antartika itu?
Pada akhir April 2015 silam, Tim Nutbeam diangkut oleh pesawat yang membawa kantong darah besar untuk melakukan misi penyelamatan di Antartika. Itu adalah awal musim dingin ketika benua itu terbungkus dalam kegelapan total dan dingin ekstrem juga angin kencang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mengenal Pulau Bulan Sabit di Kutub Selatan |
Misi mereka adalah untuk menyelamatkan nyawa seorang pekerja yang sakit kritis di pangkalan Antartika. Malcolm adalah seorang insinyur dari British Antarctic Survey dan menderita pendarahan gastrointestinal parah di Stasiun Penelitian Halley.
![]() |
Roberts telah kehilangan banyak darah dan dapat bertahan di 24 jam pertamanya. Penerbangan ke Halley akan memakan waktu sekitar 24 jam dengan satu pemberhentian untuk mengisi bahan bakar di Rothera, pangkalan lain di semenanjung Antartika.
Sebelum melakukan perjalanan lagi itu berarti mereka akan terbang selama 48 jam berturut-turut. Dalam perjalanan kembali, mereka harus berurusan dengan keadaan darurat medis pada saat yang sama, karena kurang tidur atau istirahat.
Awalnya, dia bahkan berniat melakukan perjalanan itu, karena Nutbeam seharusnya hanya menjadi dokter pendukung. Keadaan darurat terjadi, dia terbang ke Punta Arenas, kota di ujung selatan Chile.
Dokter kepala sedang menunggu penerbangan transit di Santiago tetapi semua dibatalkan karena gunung meletus. Pada saat yang sama cuaca buruk terjadi di Drake Passage, antara Chile selatan dan Antartika, di mana jarak pandang terbatas.
Nutbeam mengakui segala sesuatu terjadi begitu cepat dan dia tidak terlalu memikirkan bahaya lain pada saat itu. Dia hanya merasa senang bisa pergi ke Antartika dan melakukan penyelamatan.
Ada beberapa evakuasi medis selama musim dingin Antartika. Pada tahun 2016, seorang pekerja yang sakit diterbangkan dari Kutub Selatan pada pertengahan musim dingin saat terjadi 24 jam waktu gelap di sana, penyelamatan pasien lainnya dilakukan dari pangkalan penelitian utama AS pada tahun 2010.
Menurut Nathan Smith, seorang peneliti psikologi di Universitas Manchester Inggris, orang-orang yang mengambil bagian dalam ekspedisi ekstrem sering dimotivasi oleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang tidak banyak orang lakukan.
![]() |
Baca juga: Kisah Ekspedisi Hidup dan Mati ke Antartika |
Hati nurani juga berperan dalam hal ini. Sifat ini memungkinkan mereka untuk menghadapi tuntutan ekstrem dengan lebih baik dan bertentangan dengan anggapan umum bahwa orang ikut dalam aktivitas itu adalah pecandu adrenalin.
Kembali ke penyelamatan Nutbeam, ia dan timnya harus rajin menghadapi tantangan selama perjalanan panjang itu. Misalnya harus memonitor suhu kantong darah agar tetap dalam kisaran optimal yakni -10 celcius.
Tim mendarat di Halley tepat saat fajar menyingsing dan memiliki sekitar satu setengah jam untuk menjemput Roberts sebelum gelap. Suhunya -30 celcius tanpa angin kencang.
Nutbeam mengendarai mobil salju ke stasiun di mana ia berhasil melakukan transfusi darah pertama di Antartika. Lalu memindahkan Roberts ke pesawat.
Sementara itu, para insinyur menjaga mesin pesawat tetap berfungsi. Karena jika suhu terlalu dingin maka mesin tidak akan bisa di hidupkan lagi.
Perencanaan yang berlebihan akan dikalahkan oleh kepercayaan pada keterampilan seseorang dalam situasi di atas. Sikap fleksibel dan mudah beradaptasi akan mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi dan itu sangat penting.
Kurang tidur dan harus merawat dalam keadaan demikian tak akan berhasil dilakukan oleh Nutbeam seorang. Ada tim solid di belakangnya hingga ke penerbangan terakhir dari Rothera, pesawat mendarat di Punta Arenas, Chili dan Roberts dipindahkan ke rumah sakit untuk penyembuhannya.
Tim Nutbeam berbicara tentang ekspedisi itu untuk pertama kalinya di konferensi World Extreme Medicine. Acara itu berlangsung di Edinburgh pada November 2018. (msl/fay)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!