Selamat Hari Bumi, traveler! Di hari ini, Senin (22/4/2019) jadi momen bagi kita untuk mengingat betapa pentingnya menjaga Bumi.
Ada banyak hal yang berkaitan dengan pemeliharaan Bumi. Satu yang tak pernah luput adalah masalah sampah plastik di lautan. Ya, Bumi yang kita cintai ini sedang dalam masa krisis sebenarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BACA JUGA: Manusia yang Buang Sampah, Pulau di Samudera Pasifik Jadi Korban
The Ocean Clean Up memberikan data hasil penelitian tentang The Great Pacific Garbage Patch (GPGP). The Great Pacific Garbage Patch adalah kumpulan sampah plastik di Samudera Pasifik.
Yang dimaksud dengan sampah ini bukan cuma plastik padat. Tapi benda-benda mengambang yang mengandung bahan plastik. Kalau dihitung berat, kira-kira ada 88 ribu ton sampah. Jumlah ini setara dengan berat 500 pesawat jet jumbo. Wah!
GPGP yang mengambang di Samudera Pasifik berada di antara Hawaii dan California. Luasnya tak tanggung-tanggung, yaitu 1,6 juta km persegi. Bisa dibilang ini sama dengan 3 kali luas Prancis atau hampir seluas Indonesia. Indonesia sendiri memiliki luas 1,9 juta km persegi.
Baca Juga: Ini Serius, Lingkungan Makin Rusak Bumi Bisa Punah!
Kenapa sampah bisa mengambang di sana?
Ada alasan khusus mengapa sampah bisa berkumpul di sana. Rupanya ini adalah fenomena alami. Semua zat yang tidak hancur di lautan akan ditarik menuju cekungan samudera subtropis dunia.
Ada 5 cekungan yang menjadi lokasi mengambangnya sampah-sampah. Selain Samudera Pasifik, ada Pasifik Selatan, Atlantik Utara, Atlantik Selatan dan Samudera Hindia.
Mulanya, GPGP ditemukan pada tahun 1990-an. Sampah-sampah ini berasal dari negara-negara di Lingkar Pasifik. Sebut saja Amerika Utara, Amerika Selatan sampai Asia. Indonesia salah satunya.
Kumpulan sampah ini akan terbawa oleh arus dan angin musiman dari berbagai daerah. Kemudian sampah bergerak dan mulai hancur menjadi bagian lebih kecil karena pengaruh dari kecepatan angin, pengadukan laut, dan daya apung plastik.
Sampah hanya akan berubah menjadi ukuran yang lebih kecil, namun tidak terurai. Sampah yang berukuran lebih kecil bahkan tak kasat mata akan mirip dengan biota-biota laut. Sampah ini disebut dengan mikroplastik. Sampah mikroplastik jumlahnya mencapai 1,8 triliun bagian. Dan ini menyebabkan kekacauan dalam rantai makanan.
Contoh kekacauan ini seringkali kita temukan dengan mudah. Lihat saja paus, pari, penyu yang mati karena makan plastik. Biota-biota ini tidak bisa membedakan sampah plastik dengan ubur-ubur yang menjadi makanannya.
Mungkin masih banyak yang merasa kekacauan ini jauh dari manusia. Melihat lebih jauh, mikroplastik juga mencemari ikan-ikan yang dikonsumsi oleh manusia. Kemudian ikan-ikan tersebut dimakan oleh manusia. Di titik ini manusia sudah tercemar oleh sampah mikropastik.
![]() |
Memang tidak lantas terlihat namun mikroplastik memiki dampak buruk bagi kesehatan manusia. Senyawa kimia plastik memiliki sifat karsinogenik yang menyebabkan kanker. Dampak lain bagi kesehatan adalah terjadinya mutagenik atau mutasi gen karsinogenik.
Jika lautan rusak, maka Bumi akan mengalami ketimpangan, bahkan mulai terjadi kepunahan di sana-sini. Mumpung Hari Bumi, yuk mulai untuk tidak buang sampah sembarangan dan mengurangi penggunaan barang berbahan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Sekali lagi, Selamat Hari Bumi dan Mari Jaga Bumi!
(bnl/aff)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan