Tarif tiket pesawat rute domestik menjadi keluhan masyarakat Indonesia dengan berbagai alasan. Mulai dari naik berkali-kali lipat sampai harus transit ke luar negeri untuk mendapat harga yang terjangkau. Tentunya, bagi pelanggan pesawat berjadwal ini menjadi kendala serius.
Ternyata, banyak faktor yang mempengaruhi harga tiket pesawat bisa naik hingga menjulang tinggi. Sejumlah spekulasi, analisa hingga penjelasan pihak terkait pun bermunculan mengenai hal ini. Dihimpun detikcom, Jumat (21/6/2019) begini drama roller coaster harga tiket pesawat:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal mula polemik harga tiket pesawat dianggap tinggi berawal dari penghapusan bagasi gratis yang diberikan oleh maskapai berbiaya rendah atau LCC. Pada awal 2019, Lion Air pertama kali memberlakukan aturan ini untuk semua penerbangannya.
Kemudian, maskapai bujet grup Garuda Indonesia, Citilink juga melakukan hal yang sama. Para penumpang diwajibkan membayar biaya ekstra untuk bagasi pesawat. Bagasi kabin pun juga ditekankan untuk tidak melebihi kapasitas yang diberikan yakni 7 kilogram.
Penumpang pun mulai bersuara. Muncul perdebatan dan perbandingan dengan maskapai bujet asal Malaysia, Air Asia yang juga beroperasi di sejumlah rute domestik Indonesia. Hingga saat ini, maskapai AirAsia masih menerapkan bagasi gratis untuk rute domestik sebesar 15 kg.
BACA JUGA: Mulai 8 Januari, Naik Lion & Wings Air Harus Bayar Bagasi
2. Harga tiket dari Jakarta menuju Sumatera naik pesat
Setelah bagasi gratis yang dihapus, para penumpang khususnya yang ingin berwisata ke wilayah Sumatera menjerit dengan harga tiket pesawat dari Jakarta yang mahal. Bahkan, ada sejumlah penumpang yang terpaksa transit di negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura untuk menuju Sumatera, demi harga tiket yang terjangkau.
Bahkan, penumpang yang hendak terbang ke Aceh via Kuala Lumpur, Malaysia pun terpaksa membuat paspor demi harga tiket yang lebih murah. Hal ini diutarakan oleh Kepala Seksi Lalu Lintas Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Kelas I Banda Aceh, Muhammad Hatta.
"Terkait fenomena tersebut kami dapat memberi gambaran bahwa peningkatan jumlah permohonan paspor pada Kantor Imigrasi Klas 1 Banda Aceh dapat dikatakan terjadi kenaikan. Hal ini salah satu disebabkan karena faktor keinginan dari masyarakat untuk transit di satu negara sebelum menuju ke dalam negeri yang merupakan negara tujuannya," jelas Hatta saat dikonfirmasi detikcom Minggu (13/1).
Selama Januari 2019, pihak Imigrasi Banda Aceh mengeluarkan paspor rata-rata dalam sehari sebanyak 200 buku paspor. Jumlah ini berbeda lagi dengan layanan prioritas seperti lansia, bayi serta orang dengan kebutuhan khusus. Sebagian pembuat paspor tersebut ingin ke Malaysia untuk mengunjungi keluarga. Namun ada juga yang sengaja membuat paspor untuk ke Jakarta namun transit di Kuala Lumpur.
3. 10 Kota terdampak tiket cukup tinggi
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan 10 kota dengan angka inflasi tinggi di bulan April 2019. Dari 82 kota yang disurvei, ada 39 yang terdampak inflasi tinggi.
Inflasi April 2019 tercatat 0,44%, di mana andil biaya angkutan penerbangan terhadap inflasi sebesar 0,03%. Sedangkan inflasi tahunan (year on year/yoy) pada April tahun ini sebesar 2,83% dan andil tiket pesawat sebesar 0,31%. 10 kota tersebut adalah Banjarmasin (23%), Surakarta (16%), Tanjung Pinang (13%) Malang (12%), Maumere (11%), Singkawang (11%), Bengkulu (10%), Pontianak (10%), Mamuju (9%) dan Denpasar (7%).
4. Menhub akui harga tiket pesawat naik 2 kali lipat
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun angkat bicara. Ia mengakui, bahwa harga tiket pesawat telah naik 2 kali lipat dari harga sebelumnya. Bahkan, sudah mendekati tarif batas atas yang ditentukan regulator, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
"Sekarang ini tarif-tarif yang disampaikan adalah tarif yang selama ini relatif nempel di batas atas atau di bawahnya 10% atau maksimal 20%. Nah harga tarif batas atas dikurangi di 90-80% ini relatif hampir dua kali lipat dari tarif sebelumnya," katanya dalam wawancara dengan Tim Transmedia di kantornya, Senin (29/4).
5. Diprotes mahal, INACA sebut masih sesuai aturan
Indonesia National Air Carrier (INACA) atau Asosiasi Maskapai Dalam Negeri menegaskan rentang harga tiket pesawat yang ada saat ini telah mengacu pada aturan terkait tarif batas atas tiket penerbangan yang diatur oleh Kementerian Perhubungan RI.
"Harga tiket penerbangan tersebut, menyesuaikan dengan permintaan yang masih tinggi pada periode liburan Natal dan Tahun Baru 2019, khususnya ke sejumlah kota besar di Indonesia," kata Sekretaris Jenderal INACA, Tengku Burhanuddin, dalam keterangan resminya kepada detikTravel, Jumat (11/1).
Alvin Lie, Anggota Ombudsman RI dan Pakar Penerbangan mengatakan bahwa tarif batas atas pun tidak naik jumlahnya sejak 5 tahun yang lalu. Namun, ada sejumlah hal yang mendasari mengapa harga tiket pesawat terus melambung.
"Tarif batas atas itu tidak naik sejak tahun 2014. Namun, komponen biaya operasi airline (maskapai), sewa pesawat, perawatan, avtur, pegawai, navigasi dan lain-lain termasuk promosi yang juga menjadi faktornya," ujarnya saat ditemui detikcom di Hotel Millenium, Kebon Sirih, Jakarta Rabu (19/6).
BACA JUGA: Tiket Pesawat Dianggap Mahal, Tarif Batas Atas Masih Tetap Sejak 2014
6. Berbagai faktor mempengaruhi harga tiket pesawat
Menentukan tiket pesawat tidak hanya berdasar dari satu faktor saja. Untuk menjalankan sebuah penerbangan, ada berbagai pihak yang patut terlibat agar industri penerbangan tetap berjalan.
"Banyak terlibat variabelnya kita sebut tergantung market, masyarakat juga sudah tahu semua komponen cost-nya dalam bentuk USD, sudah fluktuasi dan berbagai faktor lainnya," ujar ketua umum INACA sekaligus Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara, saat ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat (15/1).
Selain itu, faktor lainnya juga biaya perawatan pesawat. Hal ini, dipengaruhi pasar Eropa karena mayoritas pesawat di Indonesia menggunakan armada Boeing dan Airbus.
"Semua tipe pesawat didominasi Airbus (dan) Boeing, maintenance-nya dikuasai mereka atau Eropa, karena diperoleh lisensi Boeing Airbus, maka kami tergantung fluktuasi Airbus dan Boeing," tambahnya.
Ari juga menambahkan, bahwa pihak maskapai juga harus memberi gaji karyawannya. Ia pun mencontohkan maskapai Garuda Indonesia group.
"Biaya pegawai juga ya, pastinya masyarakat indonesia, yang perlu makan. Dari Garuda saja sudah 10 ribu, 2.000 Citilink, GMF 24 ribu, Sriwijaya 4.500," papar Ari.
7. AirAsia tarik penjualan tiket dari online travel agent
Media travel global, Skift yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS) menyoroti kasus online travel agent (OTA) atau agen perjalanan online yang tidak menjual tiket pesawat Air Asia. Seperti dikutip Jumat (15/3), media asing ini menduga 'perceraian' AirAsia Indonesia dengan Traveloka diduga karena ada tekanan dari maskapai besar tanah air. Bahkan, pencabutan penjualan tiket juga dilakukan Tiket.com.
Sumber internal media tersebut mengatakan bahwa penyebab penarikan ini diduga karena tekanan Garuda Indonesia dan Lion Air. Namun, ketika dikonfirmasi pihak Garuda Indonesia belum memberikan penjelasan. "Saya tidak bisa mengatakan, maksud saya, saya tidak tahu tentang itu. Itu tidak benar, sejauh yang saya tahu. Saya tidak punya informasi tentang itu," ujar VC Corcom Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa praktik duopoli terlihat dari dua maskapai yang begitu dominan yakni Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group. "Struktur pasar duopoli, Garuda dan Lion Air. Dia nggak akan bisa naikkan jauh-jauh karena saingan yang ada," ujarnya di kediamannya, Jakarta, Rabu (5/6).
8. Jokowi tandatangani open sky dan usul ajak maskapai asing
Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa presiden RI Jokowi mengajak maskapai asing untuk membuka rute domestik di Indonesia. Hal ini dinilai dapat membuat harga tiket domestik lebih murah.
"Beberapa hari lalu pak presiden beri saran bahwa berilah kemungkinan satu kompetisi yang lebih baik, kompetisi bisa terjadi apabila penerbangan asing ikut dalam ini," kata Budi di Pelabuhan Kalianget, Sumenep, Jawa Timur, Senin (3/6).
Bahkan, pelaku wisata pun menyambut baik usul Jokowi. Hal ini bukan saja menyelamatkan industri penerbangan Indonesia, tetapi juga membuat industri pariwisata dapat menaikkan nilai okupansi.
BACA JUGA: Jokowi Terapkan Open Sky, Ini Kata Perhimpunan Hotel & Restoran
9. Tiket pesawat dijanjikan turun pekan depan
Problematika tiket pesawat yang terus melambung tinggi akhirnya memiliki secercah harapan. Harga tiket pesawat maskapai bujet dijanjikan mengalami penurunan pekan depan dan diefektifkan selama satu minggu.
"Kebijakan ini akan efektif dalam satu minggu, diharapkan maskapai sudah jual tarif tersebut, keberlangsungan maskapai udara harus kita jaga," jelas Budi Karya di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (20/6).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penurunan harga tiket berlaku bagi penerbangan pada jam tertentu dan tidak berlaku secara menyeluruh.
"Itu telah diambil kesimpulan dan merumuskan kebijakan penurunan harga tiket penerbangan dari LCC, tidak yang sudah level bukan LCC silakan saja. Rakyat concern berkepentingan dengan yang LCC. Penurunan harga tiket penerbangan LCC domestik untuk jadwal penerbangan jadwal tertentu," kata Darmin di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (20/6).
BACA JUGA: Imbas Tiket Pesawat Mahal, Hotel dan Pelaku Wisata Ikut Cemberut
10. Akankah jadi solusi jangka panjang?
Tiket pesawat yang dianggap naik cukup tinggi ini disebut dapat menjadi opsi, namun menjadi pertanyaan pula. Apakah ini benar-benar dapat menyelamatkan industri penerbangan dan masyarakat pengguna jasa agar mendapat harga yang lebih terjangkau.
Di lain sisi, hal ini juga menimbulkan efek domino bagi berbagai pelaku industri pariwisata. Bali misalnya, yang menjadi incaran turis internasional mengalami penurunan sejumlah 12 persen. Namun, angka ini termasuk signifikan untuk wilayah tersebut.
"Bali sendiri turun 12 persen. 12 persen buat Bali berat. Dampaknya perjalanan dinas yang tadinya confirmed (jadi) dibatalkan. Waktu masukkan anggaran, anggarannya tiket saat itu (dibeli). Penyelenggara MICE ditunda bahkan cancel. Saya bicara dengan beberapa EO, transport, music, cancel. Pusat oleh-oleh, UMKM, pusat oleh-oleh mati, apalagi oleh-olehnya makanan, kan ada waktunya, mereka nggak mau bikin kadaluarsa," ujar Rainier H Daulany, Wakil Ketua Perhimpunan Hotel Republik Indonesia (PHRI) saat berbicara dalam Kongkow Bisnis Pas FM di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
(sna/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!