Tanah Krayan memang spesial. Tidak hanya ditumbuhi oleh beras organik saja, mereka juga punya garam gunung. Ya, garam yang benar-benar diproduksi di pegunungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut hasil penelitian Universitas Padjajaran tahun 2018 lalu, garam Krayan sangat unik, mulai dari letaknya, potensinya, itu sangat tinggi. Konon air asin yang terjebak karena proses geologi yang terbentuk karena jutaan tahun yang lalu, dimana pada saat krayan ada di dasar samudra," ungkap Camat Krayan Induk, Helmi Huda Asfikar.
![]() |
Helmi juga menjelaskan bahwa karena proses geologi ini air asin terjebak di dalam terowongan yang sangat panjang. Inilah yang menjadi sumber dari air asin, bahan untuk membuat garam.
"Proses geologi yang lama, terjebaklah air asin ini di terowongan yang sangat panjang yang mereka sebut dengan jaringan sabuk Pegunungan Kuching. Sehingga sumur-sumur garam itu terdapat di perbatasan Indonesia memanjang sepanjang sampai ke Malaysia," tambahnya.
Setelah mendengar penjelasan dari Pak Camat, aki pun langsung bergerak ke salah satu rumah produksi garam gunung Pa' Nado. Rumah ini berada Long Midang, dan tak jauh dari posko TNI yang menjaga perbatasan Indonesia-Malaysia.
![]() |
Sebelum kita menuju ke rumah garam gunung ini, kamu harus melapor dulu ke posko penjagaan dan memperlihatkan identitas. Tentu juga harus kamu sampaikan keperluan berkunjung ke rumah produksi garam.
Di sana saya pun bertemu dengan dengan wanita paruh baya bernama Salama. Dia adalah salah satu petani garam gunung yang telah bekerja di sana hampir selama 60 tahun.
"Awalnya, kita mengambil air asin dulu di sumur yang ada di belakang rumah. Kemudian air di masukan ke dalam drum dan direbus selama 12 jam hingga terlihat bulir-bulir garam," ungkap Salama membuka cerita proses pembuatan garam.
![]() |
Proses garam gunung tak berhenti di sana. Nantinya garam harus dijemur hingga kering dan barulah di packing.
"Nanti endapan garam kita angkat dari drum, terus dikumpulkan di atas meja semuanya. Setelah semua terkumpul kita jemur hingga kering. Setelah semuanya kering, nanti kita bungkus-bungkus," jelasnya.
Dalam sehari petani garam di rumah produksi Pa' Nado bisa menghasilkan hingga 26 Kg. Semua itu selalu ludes terjual dalam sehari.
"Paling banyak kita produksi bisa hingga 26 Kg sehari, tergantung cuaca. Kalau musim hujan kita hanya bisa produksi 10-15 kg saja, dan kalau musim kemarau biasanya di atas 20 kg," tambah Salama.
![]() |
Untuk penjualan, harga perkilo garam berkisar Rp 40-50 ribu. Biasanya sudah ada yang memesan perharinya atau ada juga yang datang langsung ke sini.
"Biasanya kita jual hingga Malaysia. Ada juga yang memesan via telepon, dan banyak juga yang datang langsung. Kita bisa semuanya, yang penting garam habis saja," ungkap Salama sembari tertawa.
![]() |
Tentu traveler penasaran apakah perbedaan garam gunung dengan garam laut. Salamah pun memberikan jawabannya.
"Kalau garam gunung harganya mahal, dan garam laut murah. Juga garam gunung bagus untuk membuat sayur karena dia tidak mengubah warna sayur dan juga tidak cepat basi," tutup Salimah.
Nah, jika traveler penasaran dengan proses pembuatan garam gunung seperti apa, datanglah langsung ke sini. Biasanya mereka mulai menimba sumur saat siang hari.
Serta bila ingin melihat garam yang sudah jadi dan proses pengangkatannya, datanglah pagi-pagi hari sekitar pukul 08.00 WITA. Karena inilah jam mereka mengangkat endapan garam dari wadah drum.
Selamat berkunjung!
(sym/krs)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!