Ulat sagu adalah kuliner yang kamu bisa temui di kawasan pesisir pantai di Papua, seperti di Timika. Ulat sagu ditemukan di pohon-pohon sagu yang sudah tua dan tumbang.
Oleh masyarakat setempat, pohon-pohon itu akan dibelek dengan kampak. Lalu di bagian dalam batangnya, terlihat ulat sagu yang berwarna putih dengan jumlah yang banyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BACA JUGA: Mengapa Orang Papua Makan Ulat Sagu? |
Saya sudah beberapa kali mengunjungi Papua dan makan ulat sagu adalah pengalaman yang tak terlupakan. Kala itu, saya bertemu dengan suku Kamoro di Timika.
Mereka menyambut saya dengan penuh suka cita. Puas menyaksikan tarian adatnya, mereka mengajak saya untuk makan ulat sagu.
![]() |
Pertama kali melihat ulat sagu, saya mengrenyitkan dahi. Warnanya putih dan badannya gendut, serta bergerak-gerak layaknya ulat pada umumnya.
Dari informasi yang saya baca, ulat sagu ini sebenarnya adalah larva kumbang penggerek Rhynchophorus ferrugineus. Ulat sagu memiliki kandungan protein tetapi sebagian besar adalah lemak.
Suku Kamoro pun begitu suka dengan ulat sagu. Mereka kerap menjadikannya camilan, saat sedang berburu masuk hutan.
Ada dua cara makan ulat sagu, yakni dimakan mentah-mentah dan dibakar. Glek...
Saya coba makan yang mentah dulu. Sesuai instruksi, yang pertama harus dilakukan adalah mencopot kepala ulat sagu. Asal tahu saja, badan ulat sagu sangat lembek tapi kepalanya sangat keras.
Begitu kepalanya saya copot, barulah ulat sagu bisa dimakan. Oke ulat sagu, selamat datang di mulut saya...
![]() |
Saya masukkan ulat sagu ke dalam mulut dan saya gigit. Cess.... badan ulat sagu seperti meledak di dalam mulut ini.
Rasanya itu tawar, asin, dan berlendir. Saya kunyah pelan-pelan dan cukup lama, karena badannya yang cukup kenyal.
Satu kata untuk menggambarkan rasanya: wow!
BACA JUGA: Kisah Wamena dan Nama yang Salah Kaprah |
Kemudian saya coba makan ulat sagu yang dibakar. Ulat sagu akan ditusuk seperti layaknya sate kemudian ditaruh di atas api. Wanginya boleh juga, enak dihirup!
Saat dibakar, ulat sagu akan mengeluarkan cairan berwarna kuning. Sehingga, bentuk badannya terlihat lebih besar lagi.
Nyam.... satu ulat sagu bakar mendarat mulus di mulut. Rasanya lebih enak, sungguh lebih enak dibanding makan ulat sagu mentah-mentah.
Rasanya lebih gurih dan aromanya menggoda. Saya pun sempat nambah beberapa kali ulat sagu yang dibakar.
![]() |
Saat traveling ke Papua, cobalah mencicipi ulat sagunya. Seumur hidup sekali, tak masalah-lah.
Oh iya, kuliner ulat sagu juga ditemukan di beberapa kawasan Indonesia bagian timur lainnya seperti di Jailolo. Rasanya pun sama, menurut saya lebih enak yang dibakar sih!
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!