Pengalaman Risa Suseanty saat Terkunci di Belgia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pengalaman Risa Suseanty saat Terkunci di Belgia

Femi Diah - detikTravel
Senin, 06 Apr 2020 17:40 WIB
Risa Suseanty
Foto: dok pribadi
Jakarta -

Risa Suseanty, 39 tahun, tinggal di Belgia sejak menikah dengan Steven Wong. Mantan atlet balap sepeda gunung (MTB) downhill itu merasakan lockdown (penguncian wilayah) setelah virus Corona mewabah di sana.

Pemerintah Belgia menyatakan lockdown setelah tiga warga negaranya meninggal dunia karena terinfeksi virus Corona pada 11 Maret. Itu berjarak 12 hari sejak ada salah satu warga dinyatakan positif Corona di Rumah Sakit Antwerp. Pasien itu kembali Prancis usai mengunjungi keluarganya.

Kasus kedua disebutkan muncul pada 1 Maret. Yakni, rombongan warga Belgia yang pulang dari Italia Utara. Mereka mengeluhkan gejala umum terinfeksi virus Corona dan dalam prosesnya dinyatakan positif corona.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Peta penyebaran yang cepat 1 Maret menyatakan darurat tingkat 2 Corona. Berhubung 24 Februari hingga 1 Maret itu liburan musim semi, banyak sekali keluarga mengunjungi Italia atau Prancis untuk berski. Jadi, peta awal penyebaran dimulai dari liburan keluarga itu," kata Risa kepada detikcom, Senin (6/4/2020).

"Dan setelah tanggal 11 Maret itu, setelah ada yang meninggal dunia, pemerintah Belgia langsung menyatakan lockdown. Toko-toko, instansi ditutup dimulai 14 Maret. cafe, restoran, tutup pada 13 Maret tengah malah atau cuma melayani delivery dan takeaway. Hotel masih boleh buka tapi tidak boleh penyediaan breakfast," ujar perempuan yang mendapatkan julukan ratu downhill Asia Tenggara itu.

ADVERTISEMENT

Setelah pemerintah Belgia menyatakan lockdown, warga diminta untuk bekerja dari rumah. Selain itu, pemerintah detail mengatur kompensasi yang diberikan kepada warga, suntikan dana kepada pemilik usaha, sampai tentang aturan berbelanja di supermarket, dan cara pembayarannya, serta durasi berbelanja. Begitu pula dengan aktivitas di sekolah.

"Kami diminta bekerja dari rumah, saat belanja, masuk supermarket harus antre di luar, dan membayar memakai kartu bukan uang cash dengan maksimal 30 menit," Risa mengisahkan.

"Kalau beraktivitas di luar maksimal dua orang, sekolah masih buka tetap fungsinya sebagai tempat penitipan anak. Karena suamiku juga guru, dalam satu minggu setiap guru punya kewajiban untuk ke sekolah selama setengah hari dan mengisi kegiatan di sekolah sebagai penitipan anak-anak," ujar Risa.

"Anak-anak dianjurkan membawa laptop dan game yang mereka suka. Pemerintah Belgia tidak dianjurkan untuk dititipkan di kakek neneknya sebaiknya di sekolah. Sebab, banyak yang orang tua tuanya masih bekerja, dokter, perawat, apoteker atau kerja di supermarket atau apoteker dan di sisi lain orang tua (kakek dan nenek) menjadi usia paling rawan terhadap virus Corona," Risa mengisahkan.

Risa yang statusnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) bekerja sebagai public relation di salah satu klub golf di Belgia tetap menerima penghasilan seperti warga negara Belgia.

"Kompensasi yang kami dapatkan, baik warga negara asing atau lokal, selama memiliki pekerjaan tetap mendapatkan gaji 70 persen dari gaji bruto, enggak ada perbedaan asing atau lokal. Selama sudah bekerja dan membayar kontribusi pajak diberikan hal yang sama, bahkan usaha-usaha diberikan kompensasi USD 4.000, entah itu selama COVID-19 atau setiap bulan, tidak tahu," kata ibu satu anak itu.

Seperti negara Eropa lainnya, warga Belgia sempat dilanda panic buying. Tapi itu cuma berlangsung di pekan pertama.

"Di awal-awal lockdown sempat terjadi panic buying di sini, berebut makanan. Tisu dan hand sanitizer menjadi langka. Tapi kemudian setelah seminggu lockdown nggak ada lagi panic buying, menjadi normal. Warga hanya membeli yang mereka butuhkan karena pemerintah selalu mengingatkan agar warga tidak perlu panik. Mereka menjamin barang tersedia dan mengedukasi, misalnya hand sanitizer memang perlu tapi kalau di rumah saja tidak perlu," ujar Risa.

"Pemerintah juga tidak menutup restoran dan cafe, meskipun hanya bisa melayani takeaway dan delivery. Pemerintah juga mengingatkan ada kelompok warga yang tidak bisa berbelanja di waktu normal seperti tenaga medis, kalau ada panic buying tenaga medis malah enggak kebagian dan masyarakatnya sadar stop untuk membeli hal-hal yang di luar keperluan," dia menjelaskan.

Beruntung, selama tinggal di rumah warga Belgia mendapatkan koneksi internet yang lancar, bahkan, kata Risa, cukup banyak diskon dari berbagai channel televisi, air, listrik, dan gas.

Pemerintah juga mengingatkan warga untuk berkomunikasi dengan dokter keluarga. Andai terjadi hal-hal yang tak diinginkan dokter itulah yang bakal menghubungi rumah sakit dan rumah sakit dapat merespons dengan cepat.

[Gambas:Video 20detik]




Travel Highlights
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikTravel
Turis Terdampar di Negeri Asing
Turis Terdampar di Negeri Asing
30 Konten
Wabah Corona membuat banyak negara menutup diri. Akibatnya banyak turis yang tengah melancong di sebuah negara jadi terdampar.
Artikel Selanjutnya
Hide Ads