Rumah adat atau bahasa Nias-nya Omo Hada, punya keunikan khas. Rumah adat Nias seperti rumah panggung, tapi kayu penyangganya tidak beraturan, alias saling siang. Itu rupanya bertujuan untuk menahan gempa.
"Tadi siang kita jalan-jalan dan melihat rumah adat Nias. Itu fantastis, unik," puji Wamenparekraf, Sapta Nirwandar pada acara ramah tamah di Pendopo Bupati Nias, Selasa (17/6/2014) malam.
Saat siang hari, Sapta mengajak rombongan wartawan ke Desa Tumori di Kecamatan Gunungsitoli Selatan untuk bertamu ke rumah adat. Memang, tiang penyangganya berbentuk saling silang.
Lalu setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Museum Pusaka Nias di Jl Yos Sudarso No 134 A, Gunungsitoli, Nias. Meski suasana sudah malam, pesona koleksi ribuan benda-benda bersejarah dari baju perang, patung, ukiran kayu sampai perkakas rumah tangga tetap membuat rombongan terkesima. Termasuk, Sapta sendiri.
"Museumnya bagus sekali," ujar Sapta.
Sapta pun melayangkan pujian pada Johannes Hammerle, sang pendiri Museum Pusaka Nias. Sapta berujar, pastur asal Jerman yang sudah menetap di Nias tahun 1971 itu harus mendapat apresiasi.
"Dia harus mendapat apresiasi, nanti pemda dan kami (Kemenparekraf) akan memikirkan apa apresiasi paling pas untuknya," kata Sapta.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Pesona Patung Rp 53 Miliar di Baubau, Sulawesi Tenggara Ini Faktanya!
Izin Pembangunan 600-an Vila di Pulau Padar Disorot, Menhut Raja Juli Bilang Apa?