Seperti tertulis di BBC Travel dengan judul 'The Last Mermaids of Japan' yang ditengok detikTravel, Selasa (6/9/2016) Ama merupakan salah satu tradisi kuno di Negeri Sakura. Tradisi yang sudah dilakukan, sejak 3000 tahun silam.
Para wanita yang menjadi Ama ini kebanyakan tinggal di kawasan Toba dan Shima di Prefektur Mie. Baik Toba dan Shima, keduanya sama-sama berada di pesisir yang menghadap ke Samudera Pasifik. Kehidupan masyarakatnya pun bergantung kepada laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para wanitanya pun mendapat sebutan Ama yang secara harfiah artinya wanita laut. Mereka dapat menyelam sampai kedalaman 20 meter, untuk mencari kerang dan gurita. Hebatnya, mereka menyelam tanpa menggunakan alat selam seperti tabung oksigen!
Artinya paru-paru dan daya tahan tubuh mereka sangatlah kuat. Tentu saja, itu butuh latihan sedari kecil dan terus-menerus. Kimiyo Hayashi, seorang Ama menceritakan kepada BBC Travel bagaimana rasanya menyelam secara tradisional itu.
"Lautan sangat dingin, wajah seperti membeku. Gelombang juga sangat berbahaya dan seperti menyayat badan. Kadang juga tidak ketahuan jika ada hiu yang mendekat. Kita harus menyelam dengan cepat dan efisien," kata wanita berusia 61 tahun ini dan masih terus menyelam.
Di zaman dulu, Ama menyelam dengan bertelanjang dada dan hanya menggunakan cawat. Di zaman sekarang ini walau sudah modern, para Ama tetap menyelam tanpa menggunakan alat selam. Paling hanya memakai fin saja untuk makin memudahkan bergerak di air.
Ama pun tak sembarangan mengambil hasil laut. Ada beberapa kerang yang boleh diambil dan tidak diambil. Jumlahnya juga dibatasi, hal tersebut semata-mata menjaga kehidupan laut sendiri. Mereka percaya, jika mereka berbuat baik dengan alam, maka alam akan berbuat baik dengan mereka.
Sayangnya, kini tidak banyak wanita yang mau menjadi Ama. Kebanyakan wanita generasi mudanya memilih pindah ke Osaka atau Tokyo (yang berjarak 3 jam naik mobil) untuk bekerja. Apalagi, makin banyak kapal-kapal nelayan yang memakai peralatan canggih untuk berburu ikan dan hasil laut lainnya.
Dari total 8.000 Ama di tahun 1950-an, kini tinggal tersisa 2.000 Ama saja. Hal inilah yang ditakuti oleh generasi-generasi tua di Prefektur Mie, bahwa tradisi Ama akan mati.
Jadilah para Ama yang tersisa kini, seolah putri duyung terakhir di Jepang.
(aff/aff)












































Komentar Terbanyak
Bupati Aceh Selatan Umrah Saat Darurat Bencana-Tanpa Izin Gubernur & Mendagri
Bonnie Blue, si Artis Porno Penuh Sensasi Itu Akhirnya Diusir dari Bali
Ramai Seruan Patungan Beli Hutan Usai Banjir Sumatera, DPR: Sindiran Tajam