Kepulauan Kei jadi satu-satunya daerah di Maluku yang tidak terpengaruh konflik SARA yang terjadi di akhir tahun 1990-an. Begitu penuturan Budhi Toffi, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Maluku Tenggara yang menemani rombongan Press Tour Kemenpar saat berkeliling Bukit Masbait, Kamis (15/3/2018) lalu.
Ternyata, ada alasan mengapa Kepulauan Kei bisa cinta damai. Salah satu rahasianya adalah warganya terbiasa hidup rukun dan bergotong royong, tanpa memandang embel-embel agama, suku, ataupun yang lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BACA JUGA: Belajar Toleransi Beragama dari Bukit Masbait di Kepulauan Kei
Warga di Kepulauan Kei juga sangat terbuka dengan pendatang. Sekali lagi, tanpa memandang agama yang dianut atau sukunya apa. Di Kei sendiri ada perkampungan muslim, Kristen, dan Katolik yang saling bertetangga satu sama lain.
Di Kepulauan Kei, acara ritual keagamaan digelar besar-besaran dan semua warga ambil bagian. Puncaknya di bulan Juli, ada acara mengarak Patung Yesus Raja. Acara ini untuk mengenang peristiwa pembantaian 18 orang misionaris yang pernah terjadi di masa lalu.
"Acara itu untuk mengenang eksekusi para misionaris Katolik, suster, pastor yang terjadi pada 30 Juli 1942. Ribuan orang wisatawan ziarah ke sini (Bukit Masbait -red)," imbuh Budhi.
Saat perayaan tersebut, umat Muslim membantu untuk menjaga keamanan agar kegiatan berjalan dengan lancar. Tradisi seperti ini sudah berlangsung lama, dan mempersatukan warga di Kepulauan Kei.
BACA JUGA: Hadiah Paus Yohanes Paulus II untuk Maluku yang Cinta Damai (wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol