Analis geologi di Dinas ESDM Provinsi NTB, Kusnadi memaparkan tentang salah satu fenomena alam dari proses geologi yang bersifat destruktif akibat adanya pelapukan, erosi dan abrasi oleh cuaca dan air yang membentuk destinasi wisata ikonik di semenanjung Pantai Tanjung Aan. Salah satunya adalah Batu Payung.
Proses destruktif yang berlangsung setelah daratan Lombok terangkat ke permukaan sekitar 10 jutaan tahun yang lalu oleh ombak, membentuk tebing dan pilar-pilar yang indah. Bentuk batu hasil dari proses abrasi yang menyerupai payung dan berada di pantai yang indah itu menjadi tujuan swafoto yang tidak tertandingi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, proses abrasi yang masih terus berjalan membuat fenomena Batu Payung saat ini tinggal kenangan. Beberapa hari lalu dikabarkan batu indah ini runtuh dan hanya meninggalkan puing-puing.
Tentunya bentukan alami seperti itu sulit untuk didapatkan lagi karena proses pengikisan yang membutuhkan waktu ratusan, ribuan bahkan jutaan tahun tidak selalu membentuk pahatan alam yang indah.
"Tidak ada gempa yang signifikan, jadi kemungkinan besar akibat proses alami oleh abrasi ombak," tutur Kusnadi kepada detikcom, Rabu (3/4/2019).
"Sayang juga sih sebenarnya, ke depan kalau ada situs seperti itu minimal harus dibuatkan penahan ombak. Ya, kadang kita selalu berfikir semua keunikan itu tidak akan hilang sehingga tidak berusaha untuk menjaganya," lanjutnya.
BACA JUGA: Batu Payung di Lombok Runtuh, Ternyata Sudah Ada Retakan
Kusnadi yang juga sebagai Ketua Ikatan Analis Geologi Indonesia Nusa Tenggara ini mengatakan bentuk batu meyerupai payung itu bisa saja terjadi lagi tapi butuh waktu ratusan atau ribuan tahun karena pengikisan ombak itu terjadi sangat pelan.
"Kalau ada yang jago rekonstruksi ulang Batu Payung dari material yang masih ada malah itu lebih mungkin daripada menunggu terbentuk secara alami," katanya berseloroh.
Banyak traveler yang merasa kehilangan. Ungkapan empati itu bertebaran di media sosial, terutama komentar-komentar di yang ada di Instagram.
"Ya seharusnya kita paham bahwa bentukan itu diakibatkan oleh pengikisan ombak. Tentunya proses itu masih terus terjadi sampai sekarang sehingga perlu diantisipasi dengan membuat penahan abrasi. Tapi kita sering terlena," ujar Kusnadi.
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol