Koteka merupakan pakaian tradisional sebagai pembungkus alat kelamin pria. Koteka terbuat dari buah labu yang bentuknya panjang. Isi buahnya dibuang lalu kulitnya dibakar dan dikeringkan, sehingga berwarna cokelat kehitaman.
Koteka digunakan oleh orang-orang Papua yang tinggal di wilayah pegunungan. Namun sayang, kini diyakini koteka terancam punah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto bercerita kepada detikcom soal Operasi Koteka. Mungkin, belum banyak orang yang tahu tentang hal tersebut.
Menurut Hari, pada zaman orde baru dengan Keputusan Presiden RI Nomor 75 tahun 1969 dibentuklah Task Force Pembangunan Masyarakat Pedalaman di Irian Jaya. Kemudian, disempurnakan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 27 tahun 1970.
"Salah satu program tim Task Force adalah memperkenalkan penggunaan pakaian modern kepada masyarakat, untuk menggantikan koteka. Program ini disebut dengan Operasi Koteka pada suku Mee," terang Hari kepada detikcom, Jumat (2/8/2019).
![]() |
Program 'membusanakan' masyarakat ini mempunyai dampak positif dalam hal memperkenalkan generasi muda dengan nilai-nilai yang baru. Pada awalnya programnya berjalan lancar, namun lama-lama masyarakat mulai meninggalkan dan bahkan menolak pakaian yang diperolehnya itu.
Sebabnya, pakaian yang dibagikan ke masyarakat itu dikenakan setiap hari tanpa dicuci dan tanpa pernah diganti. Pakaian kotor menimbulkan gatal dan masyarakat tidak mampu membeli sabun cuci dan pakaian baru.
"Akhirnya masyarakat suku Mee berkesimpulan bahwa pakaian modern sebagai pembawa bencana. Waktu itu banyak generasi muda yang saat di Kota Nabire memakai pakaian, tetapi pada saat pulang ke kampung kembali memakai koteka," papar Hari.
Pada kaum laki-laki Suku Mee, koteka digunakan untuk menutupi kemaluannya. Koteka Suku Mee di Kabupaten Paniai, Deyai dan Dogiyai ini terbuat dari buah labu yang dikeringkan.
![]() |
Seiring berjalan waktu, keinginan untuk berpakaian modern sudah mulai tumbuh pada generasi muda terutama anak-anak yang telah masuk sekolah. Begitu juga, pada para pemuda yang bekerja pada instansi pemerintah.
BACA JUGA: Dilema Koteka, Antara Modernitas dan Budaya
Saat ini pakaian tradisional suku Mee belum terdokumentasi dengan baik. Hari menjelaskan, perlu penelitian mendalam serta pendokumentasian lengkap dan baik, dalam beragam metode pendokumentasian, sebelum koteka benar-benar punah.
"Sebaiknya, koteka juga digunakan pada upacara resmi peringatan hari besar nasional dan festival budaya. Itu merupakan cara untuk melestarikan koteka. Pun kalau ada orang-orang Papua yang mau sekolah di kampung-kampung, sebaiknya tidak dilarang untuk menggenakan koteka," pungkas Hari.
(aff/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!