Pentingnya Perempuan Papua, Bisa Bikin Perang Adat

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pentingnya Perempuan Papua, Bisa Bikin Perang Adat

Bonauli - detikTravel
Rabu, 15 Jan 2020 16:41 WIB
Ilustrasi perempuan Papua. (Foto: BBC Magazine)
Jakarta - Siapa pun yang datang ke Tanah Papua pasti setuju kalau mama-mama di sana sangat ramah. Di balik senyum ramahnya, perempuan Papua punya posisi amat tinggi.

Layaknya perempuan di daerah lain, perempuan di tanah Papua pun begitu dihargai. Senyum ramah mama-mama Papua membuatnya dikenal sebagai penduduk yang hangat terhadap wisatawan.

Perempuan Papua juga sangat kuat. Mereka berandil penting di keluarga dan kalangan masyarakat. Mari mulai dari tugas sederhana di dalam rumah, yaitu dapur. Urusan dapur begitu identik dengan kelihaian perempuan, tak terkecuali di Papua. Peran penting ini membuat perempuan Papua justru handal diberbagai bidang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biasanya pohon penebangan pohon sagu dilakukan oleh kaum adam. Namun di Korowai, pesisir Selatan Papua, penebangan pohon sagu sampai pengolahannya di lakukan oleh mama-mama," ujar peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto kepada detikcom, Senin (10/1/2020).


Hari adalah peneliti asal Yogyakarta yang tinggal di Papua. Sudah sejak tahun 2008, Hari mempelajari kehidupan masyarakat Papua.

Menurut Hari, mama-mama Papua mampu menebang, menokok dan mengolah pohon sagu hingga menjadi tepung. Eits, semua proses ini dilakukan di kebun lho. Baru setelah jadi tepung, sagu dibungkus dan dibawa pulang ke rumah.

Dari kebun langsung menuju dapur. Setelah diolah dengan cara dibakar, sagu kemudian dihidangkan untuk anggota keluarga.

Tak cuma di kebun, perempuan Papua juga jago urusan laut. Mereka tak segan untuk naik ke perahu untuk memancing, mencari kerang dan udang untuk keluarga di rumah. Rawa-rawa dan muara sungai juga kerap didatangi untuk mencari lauk bagi keluarga.

Sedikit berbeda dengan Suku Dani. Kalau masayrakat Papua lain dekat dengan sagu, Suku Dani lebih akrab dengan ubi jalar.


Semua proses penanaman ubi jalar di kebun dilakukan oleh perempuan Suku Dani. Mereka melakukan proses budidaya di Lembah Baliem.

Dari kebun, ubi-ubi ini akan dibagi tiga. Yang bagus akan diberikan untuk rumah dan dijual ke pasar, sedangkan yang busuk untuk makanan babi. Memang masyarakat Papua tak bisa lepas dari babi.

"Babi berperan penting dalam kehidupan masyarakat Papua. Bahkan Babi memiliki harga adat yang tinggi bagi Suku Dani," jelas Hari.

Lepas dari dapur, tangan perempuan Papua juga sangat terampil untuk mengolah sesuatu. Yang paling terkenal adalah noken, tas suku asli Papua. Noken sendiri telah merai predikat Warisan Budaya Tak Benda dari UNESCO.

Terbuat dari benang kasur yang berwarna-warni. Noken dijadikan sebagai 'alat angkut'. Bukan cuma hasil kebun, noken malah bisa untuk menggendong bayi sampai anak babi. Dari sini terlihat bahwa kualitas noken sangat bisa diuji.


Kalau main-main ke Kampung Abar di Sentani, mama-mama Papua justru terampil dengan tanah liat. Dari tanah liat tercipta alat-alat dapur yang digunakan oleh masyarakat Papua.

Inilah mengapa, perempuan Papua dihargai dengan sangat tinggi ketika menikah. Pembayaran mas kawinnya bisa sampai Rp 1 Miliar!

Tak cuma saat menikah, masyarakat setempat juga tidak akan tinggal diam ketika ada perempuan Papua yang dilecehkan. Apalagi kalau korban dan pelaku dari beda suku. "Pelecehan perempuan di Papua bisa berakhir dengan denda adat atau perang suku," ungkap Hari.

Sampai kini, perempuan dianggap sebagai peran yang penting dalam kehidupan masyarakat Papua. Berbagai pekerjaan mulai dilakoni oleh perempuan Papua untuk membantu masyarakat memajukan Tanah Papua.





(bnl/krs)

Hide Ads