Masyarakat suku Baduy ingin agar wilayahnya dihapus jadi destinasi wisata dan juga dari Google. Jika tidak dikabulkan, mereka akan kecewa.
Masyarakat Baduy merasa terusik oleh 'hilir mudik' pariwisata. Mereka lalu sepakat untuk mengirimkan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, isinya meminta agar Baduy dihapuskan dari destinasi wisata.
Mereka bahkan meminta agar pemerintah bisa membantu menghapus citra satelit yang ada pada mesin pencarian Google atau menjadi restricted area, pun menghapus dan menjaga foto-foto mengenai beberapa daerah adat yang terdapat di wilayah Baduy.
Menurut Heru Nugroho, ketua tim yang ditunjuk untuk mewakili masyarakat Baduy, jika keinginan itu tidak dikabulkan, kemungkinan besar masyarakat Baduy akan kecewa.
"Mereka pasti akan kecewa. Dan menurut saya itu sangat menyedihkan. Contoh, mereka sudah menyampaikan ke saya, birokrasi yang menjadi pengayom Baduy dan tatanan adatnya sekarang ini, gak paham soal adat dan budaya leluhur," ungkap Heru kepada detikcom.
"Menurut saya, kekecewaan mereka sudah sangat mendalam. Itu menurut saya lho. Meski mereka ngomongnya ya sambil senyum-senyum gitu," imbuh Heru.
Jaro Saidi, salah satu Pemangku Adat di Baduy juga mengungkapkan keresahannya. Dia merasa pencemaran lingkungan di wilayah Baduy semakin mengkhawatirkan.
Banyak pedagang dari luar Baduy berdatangan ke dalam, sebagian besar menjual produk makanan minuman berkemasan plastik sehingga mendatangkan persoalan baru.
"Ini terjadi karena terlalu banyaknya wisatawan yang datang, ditambah banyak dari mereka yang tidak mengindahkan dan menjaga kelestarian alam, sehingga banyak tatanan dan tuntunan adat yang mulai terkikis dan tergerus oleh persinggungan tersebut," kata Jaro Saidi.
Aspirasi masyarakat Baduy sendiri ingin agar wilayah adat Baduy dijadikan Cagar Alam atau Cagar Budaya. Jika jadi Cagar Alam atau Cagar Budaya, maka akan meningkatkan nilai keberadaan adat Baduy, baik dari segi eksklusivitas dan yang terpenting bisa menjaga tatanan dan tuntunan adat.
Nantinya jika dijadikan Cagar Alam atau Cagar Budaya, wisatawan boleh-boleh saja untuk datang berkunjung ke pemukiman suku Baduy.
"Pada prinsipnya, mereka tidak menolak silaturahmi. Mereka sangat menghargai silaturahmi dan persaudaraan. Jadi, jika ada pihak yang mau datang ke sana. Ya tetap dipersilahkan. Boleh-boleh saja," pungkas Heru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi usulan Baduy dihapuskan dari destinasi wisata ini sepertinya belum satu suara. Kepala Desa Kanekes atau kepala desa Baduy untuk urusan pemerintahan, Jaro Saija, membantah adanya usulan penutupan pariwisata di Baduy.
Ia sendiri mengaku tidak diajak bicara atas usulan itu yang disampaikan di surat permohonan ke Presiden Joko Widodo. Permohonan Baduy dihapuskan dari destinasi wisata belum disampaikan ke pimpinan adat tertinggi atau puun. "Belum dimusyawarahkan jaro tangtu, puun, kepala desa. Harusnya kan musyawarah dulu mana yang bagusnya, harusnya seperti itu," kata Saija saat dihubungi wartawan di Lebak, Banten, Senin (6/7/2020).
(wsw/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan