Polemik isu permohonan penghapusan desa wisata Baduy masih belum menemukan titik terang. Kepala Desa Kanekes Baduy khawatir masalah ini akan menjadi bumerang.
Kepala Desa Kanekes Baduy, Jaro Saija mengatakan ada risiko jika kunjungan warga ke masyarakat adat ditutup. Pertimbangannya adalah imbas ekonomi dan tertutupnya hubungan Baduy dengan orang luar yang bisa jadi bumerang dan memecah belah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira, lebih ripuh (repot-red). Satunya masalah ekonomi, kedua persahabatan putus. Itu kekhawatiran saya. Soalnya kalau ditutup tidak berkunjung itu tutup silaturahmi, menjadikan pecah belah menjadikan bumerang, itu yang saya khawatirkan," kata Jaro Saija di Desa Kanekes di kawasan Baduy Luar, Lebak, Banten, Sabtu (11/7/2020).
Saija tidak menampik bahwa ada permasalahan sampah karena kunjungan ke Baduy. Selaku orang Baduy luar dan yang bertugas sebagai kepala desa untuk urusan pemerintahan, ia mengaku sudah membuat program bersih-bersih. Dua kali dalam sebulan dibuat program bersih-bersih di setiap kampung. Tamu yang berkunjung pun sebetulnya diminta tak buang sampah sembarangan.
Pendapatan masyarakat juga katanya diuntungkan dari sisi ekonomi ketika Baduy tetap terbuka dengan dunia luar. Salah satunya seperti adanya festival tenun di 2015 yang membuat hasil tenun Baduy laku sampai Rp 1-2 miliar. Tapi memang, faktor ekonomi ini membuat kecemburuan tertentu untuk sebagian orang.
"Kalau positifnya banyak sih menguntungkan banyak. Kalau itu mungkin kecemburuan iri memang ngomong ke arah sana sini ada yang iri," ujarnya.
Lembaga Adat Baduy sendiri meminta agar penggunaan istilah wisata Baduy diganti menjadi saba budaya. Istilah ini sebetulnya sudah sejak lama ada sebagai bentuk keramahtamahan Baduy untuk para tamu yang datang. Saba digunakan sebagai silaturahmi budaya.
"Kalau sebutan saba itu berkunjung silaturahmi, kalau nyaba itu kan sebagai (orang luar) ke Baduy. Ini bahasa Sunda kalau misalnya silaturahmi itu bahasanya saba,"paparnya.
(elk/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan