Lembaga Adat Baduy menyepakati agar dihapusnya istilah pariwisata Baduy. Istilah ini diminta diganti dengan sebutan saba budaya atau silaturahmi kebudayaan dengan masyarakat adat.
Kepala Desa Kanekes Jaro Saija menegaskan bahwa lembaga adat tidak pernah menyetujui adanya perwakilan adat yang diwakili oleh Heru Nugroho Cs untuk menghapus kunjungan wisata Baduy. Tapi, memang sejak dari dulu, orang Baduy tidak setuju dengan penggunaan istilah destinasi wisata.
Penggunaan istilah saba budaya sendiri katanya sudah ada sejak lama. Itu dibuat agar mereka yang datang tidak melakukan wisata tapi bersilaturahmi dan belajar budaya Baduy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau sebutan saba itu berkunjung silaturahmi, kalau nyaba itu kan sebagai (orang luar) ke Baduy. Ini bahasa Sunda kalau misalnya silaturahmi itu bahasanya saba," kata Saija di Desa Kanekes, Lebak, Sabtu (11/7/2020).
Alasan kenapa tidak menggunakan destinasi wisata atau berwisata karena istilah itu bisa mengubah esensi kedatangan warga ke Baduy. Dengan adanya istilah itu ada tuntutan agar adat diubah sedemikian rupa termasuk adanya pembangunan tertentu di kawasan adat. Mulai dari pembangunan fisik infrastruktur ataupun diubahkan kawasan jadi tidak otentik.
Lewat istilah Saba Budaya, mereka yang datang katanya bukan untuk berwisata tapi melihat dan belajar adat.
"Wisata itu sebetulnya harus dikembangkan, dipermanenkan supaya menarik yang datang, sedangkan kami, suka lihat budaya kami silahkan, kalau nggak suka nggak apa-apa itu intinya," tambahnya.
Sebab itulah, katanya tetua adat tidak sepakat dengan istilah pariwisata. Kedua, tetua adat juga menitipkan agar Perda Hak Ulayat tidak diubah-ubah.
Sebelumnya Lembaga Adat Baduy telah membantah memberi mandat ke Heru Nugroho Cs untuk menyampaikan surat ke Presiden Jokowi agar wisata Baduy ditutup. Kesepakatan itu dibuat Jumat (10/7/2020) pukul 18.27 WIB.
"Menyatakan dengan sebenarnya bahwa kami tidak pernah memiliki perwakilan di luar Baduy,"begitu bunyi surat pernyataan sebagaimana dikutip detikcom.
Pernyataan itu juga menyatakan bahwa surat yang beredar dan dikirimkan ke Presiden diberi cap jempol oleh Jaro Saidi Putra selaku Tanggungan Jaro 12, Jaro Warega Jaro Madali dan Jado Dangka Cipatik Jaro Aja tidak diketahui isinya oleh mereka.
Surat pernyataan bersama Lembaga Adat Baduy ini kemudian diberi cap jempol oleh Tanggungan Jaro 12 Jaro Saidi Putra, Jaro Warega Jaro Madali, Jaro Dangka Cipatiik Jaro Aja dan diketahui oleh Jaro Saija selaku Kepala Desa Kanekes.
(pin/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol