Dirut Garuda Akui Kalah Saing dengan Tol Trans Jawa

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Dirut Garuda Akui Kalah Saing dengan Tol Trans Jawa

Johanes Randy Prakoso - detikTravel
Kamis, 09 Jul 2020 15:16 WIB
Irfan Setiaputra
Dirut Garuda, Irfan Setiaputra (Instagram)
Jakarta -

Dalam urusan penerbangan domestik, mungkin maskapai Garuda Indonesia masih cukup berkuasa. Tapi, selama pandemi virus Corona, Garuda kalah saing dari Tol Trans Jawa.

Pandemi COVID-19 membawa perubahan dalam pola bepergian traveler domestik, tak terkecuali di Pulau Jawa. Mahalnya biaya tiket pesawat serta kewajiban rapid test atau PCR/SWAB test, membuat traveler beralih menggunakan jalur darat untuk bepergian.

Itu pun turut disinggung oleh Hermawan Kartajaya, founder dan chairman MarkPlus, Inc sebagai moderator dalam webinar Jakarta Chief Marketing Club (CMO), Rabu (8/7/2020), bersama Dirut Garuda Irfan Setiaputra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anak saya pergi dari Surabaya ke Solo cepat, hanya dua jam lewat Tol Trans Jawa. Dengan jalan tol ini, lawannya Garuda," ujar Hermawan.

Menyambut pernyataan Hermawan, Irfan tidak menampik fakta tersebut. Nyatanya, penerbangan Garuda di Pulau Jawa selama pandemi COVID-19 memang mengalami penurunan.

ADVERTISEMENT

"Yang menarik juga kami amati, terbang Trans Jawa jadi gak menarik. Semarang, Jogja, Solo ini sepi karena alternatif bepergian naik mobil jadi jauh lebih fleksibel. Selain enggak perlu antre, enggak perlu rapid juga. Kalau ada yang mau diperiksa rapid, minggir-minggir lewat jalan tikus enggak ke tol. Tapi kalau kita kan little little (sedikit-sedikit) rapid, salary no up up (enggak naik-naik)," Irfan berkelakar.

Irfan pun sadar betul, akan syarat rapid test hingga PCR/SWAB test yang diwajibkan untuk penumpang industri penerbangan. Masalahnya, perlu biaya tambahan yang cukup lumayan untuk mendapatkan syarat wajib tersebut.

"Rapid test sangat challenging, dulu PCR. Hari ini seluruhnya tinggal rapid test, dianggap berlaku 14 hari. Harganya hanya maks boleh Rp 150 ribu, karena kami menemukan di tengah penderitaan ini banyak yang mencari keuntungan dengan harga mahal," ujarnya.

Hanya terkait hal itu, Irfan masih mencari formula yang tepat demi kenyamanan penumpang. Tentunya ia tidak ingin penumpangnya merasa rugi akibat kewajiban rapid test, apalagi kalau hasilnya ternyata reaktif COVID-19.

"Misal Depok Cengkareng 2 jam (lama waktu tempuh) lalu rapid test positif, kan enggak boleh terbang ini. Gimana perlakuannya? Ini kita lagi bicarakan kompleksitasnya. Jangan bentuk kertas tapi barcode, biar bisa dibawa mudah," kata Dirut Garuda itu.




(rdy/fem)

Hide Ads