Kalah di Pengadilan, Sumedang Kehilangan Satu Cagar Budaya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kalah di Pengadilan, Sumedang Kehilangan Satu Cagar Budaya

Muhamad Rizal - detikTravel
Jumat, 17 Jul 2020 18:11 WIB
Rumah eks cagar budaya Sumedang
Rumah tua eks cagar budaya Sumedang (Foto: Muhamad Rizal/detikcom)
Sumedang -

Sebuah rumah di jalan raya Geusan Ulun dicabut sebagai bangunan cagar budaya. Pemkab Sumedang pernah menyematkan status tersebut.

Rumah itu ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkab Sumedang melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor : 646 /Kep.500/Disparbudpora /2017 Tanggal 28 Desember 2017 Tentang Penetapan Cagar Budaya Peringkat Kabupaten Sumedang.

Namun setelah ditetapkan sebagai cagar budaya, pemilik atau ahli waris rumah tersebut keberatan jika rumahnya itu dijadikan cagar budaya. Sebab, rumahnya tidak memiliki nilai sejarah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu juga ahli waris melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung terkait penetapan status cagar budaya oleh Pemkab Sumedang. Kasi kepurbakalaan dan sejarah, Cece Saepudin mengatakan, jika rumah tersebut sudah dicabut dari status cagar budaya di kabupaten Sumedang.

ADVERTISEMENT

"Berdasarkan keputusan PTUN rumah tipe lama (yang berlokasi di jalan raya Geusan Ulun) harus dikeluarkan atau dicabut (dari data cagar budaya Sumedang)," saat ditemui di kantornya, Kamis (16/7/2020).

Menurutnya, sementara ini cagar budaya yang telah ditetapkan di Kabupaten Sumedang itu ada 22 yang diusulkan ke Provinsi Jabar. Jumlah tersebut telah ditetapkan oleh Bupati Sumedang pada 2017.

"Jadi yang 22 itu telah ditetapkan (oleh bupati) berarti sekarang tinggal 21 lagi yang telah ditetapkan, karena satu lagi sudah dicabut statusnya," katanya.

Rumah yang dianggap cagar budaya itu tidak ditempati pemilik. Karena posisinya kosong, pihak pemerintah kesulitan bertemu dengan pemilik aslinya.

Karena memiliki nilai sejarah, pemkab Sumedang saat itu menetapkan rumah tersebut sebagai peninggalan bersejarah. Rumah ini dianggap memiliki nilai sosial sejarah yang menggambarkan bangunan masa lalu.

Jika melihat bangunannya, Cece menilai bentuk bangunan seperti itu menggambarkan bangunan Belanda. Arsitek bangunannya pun bukan berasal dari Indonesia, hal itu terlihat dari struktur bangunannya.

Rumah eks cagar budaya SumedangRumah tua eks cagar budaya Sumedang (Foto: Muhamad Rizal/detikcom)

"Jika melihat dari bukti-bukti sejarahnya, bangunan itu didirikan pada masa kolonial Belanda karena besinya (tiang rumah) pun produk Italia bukan produk Indonesia itu barang dari Eropa," ujar Cece.

Lalu kata Cece, fungsi dan tujuan ditetapkannya bangunan cagar budaya itu harus betul-betul memenuhi kriteria, seperti rumah yang saat ini sudah dicabut statusnya.

"Apabila bangunan itu mempunyai nilai sejarah nilai-nilai seperti yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang No. 10 tahun 2011 itu adalah termasuk cagar budaya. Ternyata bangunan itu mempunyai kriteria yang mempunyai nilai sosial sejarah di mana bangunan itu menggambarkan bangunan masa lalu," ujarnya.

Pada saat proses persidangan di PTUN, Pemkab Sumedang kalah dari ahli waris yang sah pada 16 april 2020. "Memang setelah di pengadilan kita kalah dari segi administrasi," katanya

Karena sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, pemilik berharap agar Pemkab Sumedang dapat membeli bangunan tersebut. Lainnya, yakni karena saat ini kondisi bangunan tersebut tidak ada penghuninya.

"Harapan dan keinginannya (pemilik bangunan) katanya sudah aja beli sama pemda, jika sudah ditetapkan seperti ini silahkan saja dibeli oleh pemda," ucap Cece.

Sementara itu, kuasa hukum ahli waris, Jandri Ginting mengatakan terkait penetapan status cagar budaya oleh Pemkab Sumedang untuk rumah tersebut, saat itu pihaknya telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Menurutnya, menetapkan sebagai rumah cagar budaya tersebut dinilai sepihak tanpa meminta izin dan pemberitahuan dari ahli waris.

"Gugatan tersebut sudah diputus oleh PTUN pada 16 april 2020 dan kita selaku penggugat menang," kata Jandri kepada detikTravel, Kamis (16/7/2020).

Artinya, kata Jandri, putusan PTUN tersebut sudah inkrah atau sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam putusannya, PTUN mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Selain itu, Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir mengaku menetapkan sebagai cagar budaya sebelum dirinya menjabat menjadi seorang Bupati Sumedang.

"Sebelum saya menjabat, jadi bukan perbup saya perbup yang dulu. Saat itu saya hanya meneruskan saja. Jadi itu perbub sebelum saya menjabat," katanya.

Meski rumah itu diambil oleh ahli warisnya, Dony menyarankan agar rumah tersebut jangan sampai diubah bentuk keasliannya.

"Bisa dijual tapi jangan mengubah, tapi pemilik rumah nggak mau berarti harus mengubah perbupnya. Sekarang sudah clear sudah mencabut cagar budaya itu dari data cagar budaya Sumedang sesuai dengan keputusan pengadilan," ujar Dony.

Selanjutnya, Sumedang memiliki 21 dari total 194 calon cagar budaya >>>

Kepala Seksi Kepurbakalaan dan Sejarah, Disbudparpora Kabupaten Sumedang, Cece Saepudin mengatakan, sebetulnya status cagar budaya itu awalnya ada 22, namun ada satu bangunan antik yang statusnya dicabut dari data cagar budaya karena diambil alih oleh pemiliknya.

"Cagar budaya di Sumedang itu ada 22, tapi berdasarkan keputusan PTUN ada rumah tipe lama (di Jalan Prabu Geusan Ulun) yang statusnya harus dicabut. Jadi 22 yang telah ditetapkan itu berarti sekarang tinggal 21 lagi," kata Cece saat ditemui di kantor Disbudparpora, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (16/7/2020).

Dari 22 Cagar budaya tersebut diantaranya ada Monumen Lingga, Gedung Bumi Kaler, Benteng Gunung Gadung, Benteng Gunung Koentji, Benteng Gunung Palasari, Gedung Disbudparpora, Jembatan Cincin Cikuda Jatinangor, Jembatan Cincin Kuta Mandiri, Makam Cut Nyak Dien, Makuta Koleksi Museum Prabu Gesan Ulun, dan Meriam Koleksi Museum Prabu Gesan Ulun.

Kemudian ada Bunker Jati Sari, Pendopo Sumedang Utara, Prasasti Pembangunan Jalan Raya Pos, Rumah Cut Nyak Dien, rumah lama tipe 2 milik Agus Ruhana, Siger Koleksi Museum Prabu Gesan Ulun, Gedung Srimanganti, Struktur Bangunan Ragadiem, Wisma Gending, dan Monumen Loji.

"Kalau total keseluruhan yang tercatat di Disbudparpora itu ada 194 yang belum ditetapkan (secara resmi). Itu semua tersebar di seluruh wilayah kabupaten Sumedang," katanya.

Kata Cece, untuk menetapkan 194 cagar budaya tersebut harus berdasarkan kajian dari tim Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) agar bisa ditetapkan oleh tingkat kabupaten maupun Provinsi.

Menurutnya, untuk yang ke 22 itu sudah dikaji oleh tim Arkeolog dan TACB Jawa Barat dan Banten pada Tahun 2017. "Untuk menetapkan bangunan atau benda sebagai cagar budaya, kriterianya harus mempunyai nilai makna (sejarah) dan berusia lebih dari 50 tahun, yang paling penting harus ada nilai sejarahnya," tutur Cece.

Kata Cece, dari 194 yang tercatat sebagai cagar budaya itu merupakan usulan dari tokoh masyarakat karena kriterianya sudah masuk dalam cagar budaya, namun hingga saat ini belum ditetapkan karena belum dikaji oleh TACB.

"Dari 194 tersebut (diantaranya) berdasarkan hasil usulan dari masyarakat, dan jika hasil kajiaan TACB (sesuai dengan kriteria) bahwa bangunan tersebut pantas dicatat sebagai cagar budaya," ujar Cece.


Hide Ads