Wabah virus Corona memaksa pekerja resor di Bali Komang Gayatri menjadi kepala rumah tangga. Padahal, gajinya dipotong dan suaminya tidak lagi bekerja.
Sejak pandemi virus Corona melanda dunia, wisatawan di Bali susut. Pekerja di sektor wisata pun terdampak, termasuk Gayatri.
Perempuan 48 tahun itu memang masih dipekerjakan oleh resor tempatnya bekerja, namun cuma delapan hari dalam sebulan. Imbasnya, upah yang dibawa pulang makin kecil, padahal gaji bulanannya saat tidak ada wabah sebesar 3 juta rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak orang di-PHK. Beberapa terpaksa mengambil cuti tanpa bayaran. Saya termasuk yang beruntung karena saya karyawan tetap," ujar Gayatri seperti dikutip Channel News Asia, Selasa (6/10/2020).
Gayatri, yang sudah bekerja di resor itu selama sembilan tahun, bilang pemilik resor tidak mampu lagi membayar gaji seperti semula.
"Mereka sekarang membayar saya Rp 100.000 per hari. Saya hanya bekerja delapan hari sebulan, jadi saya hanya menghasilkan Rp 800.000 sebulan," ujar dia.
Suami Gayatri, seorang sopir mobil sewaan, harus menerima nasib lebih buruk. Karena tidak ada yang menyewa jasanya, penghasilannya menjadi nol rupiah selama pandemi.
Padahal, saat ini mereka tak memiliki tabungan. Uang simpanan mereka kadung digunakan untuk membiayai pernikahan putranya tahun lalu dan kelahiran cucu pertama Gayatri di bulan Mei.
Dengan penghasilan Rp 800 ribu itu, Gayatri juga harus membiayai uang sekolah anak perempuan. Gajinya hampir tidak cukup untuk membeli makanan, keluarga itu semakin membutuhkan uang tunai.
Gayatri hampir menangis ketika dia mengingat tiga bulan terakhir hidupnya. Kemudian, dia ingat memiliki seorang kerabat yang memiliki toko kecil yang memproduksi dupa. "Saya memberi tahu kerabat saya, 'Bolehkah saya menjualnya untuk Anda?" dia mengisahkan.
Berbekal beberapa kotak dupa pinjaman, dia pergi dari pintu ke pintu menawarkan kebutuhan ibadah untuk pemeluk agama Hindu itu di Bali.
Tapi, hanya segelintir orang yang membeli dupa, kebanyakan karena kasihan. "Sangat sulit menjual dupa dari pintu ke pintu. Saya tidak bisa bersaing dengan pedagang grosir yang menjualnya dengan harga murah. Tapi, dupa itulah satu-satunya barang yang bisa saya beli, "katanya.
Dalam sehari, biasanya dia menghasilkan untung tidak lebih dari Rp 30.000. Karena sulit laku, Gayatri berhenti menjual dupa dari pintu ke pintu. Dia memilih untuk berjualan di Jalan Puputan dengan memanfaatkan mobil milik suaminya yang biasanya disewakan kepada turis.
Dia meletakkan barang dagangan di bagian belakang mobil sebagai lapak. Dengan begitu, dia bisa membawa lebih banyak barang jualan.
Gayatri mulai menjajakan kebutuhan sehari-hari lainnya selain dupa untuk keperluan ibadah, seperti telur dan makanan siap santap. Gayatri biasanya sudah memarkirkan mobil di jalanan itu mulai pukul 06.00. Sedikit saja terlambat, lapaknya bakal dipakai pedagang lain, yang mayoritas sebelumnya merupakan pekerja hotel dan restoran.
Gayatri dan pedagang di Jalan Puputan yang berjarak sekitar 700 meter dari Denpasar itu menggelar lapak hingga matahari terbenam. Mereka membidik pekerja kantor pemerintahan, bank, atau sektor lain yang tidak terpengaruh oleh pandemi dalam perjalanan ke atau dari tempat kerja.
Kendati belum bisa dibilang laris, namun ada sisi positif yang diambilnya dari berjualan di sana. Dia mengajak suaminya untuk berjualan bersamanya.
"Suami saya sudah lama tidak bekerja. Sangat menyenangkan melihatnya keluar rumah dan berinteraksi dengan orang-orang. Dengan cara ini kita bisa fokus menjual barang kami dan tidak mengkhawatirkan hal lain. Itu mengalihkan pikiran kita dari pikiran negatif," kata Gayatri.
Semoga segera pulih wisata Bali.
(fem/ddn)
Komentar Terbanyak
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Skandal 'Miss Golf' Gemparkan Thailand, Biksu-biksu Diperas Pakai Video Seks
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit