Maskapai penerbangan di seluruh dunia mengalami masa yang sulit di tengah krisis yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Setidaknya mereka harus membakar Rp 4 miliar tiap menitnya saat ini.
Menurut CEO International Air Transport Association (IATA) Alexandre de Juniac bulan Oktober ini masih sedikit kemajuan di industri penerbangan di tengah krisis COVID-19.
"Pada paruh kedua tahun ini kami memperkirakan, secara rata-rata, maskapai membakar uang sekitar 300.000 dolar AS tiap menit atau total USD 77 miliar dalam paruh kedua tahun 2020. Kami membakar uang karena kami tidak bisa mengurangi biaya lebih cepat untuk mengatasi masa-masa saat kami tidak bisa berusaha. Perbatasan di sebagian besar dunia masih tetap tutup," ujarnya dalam briefing di situs resmi IATA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, krisis COVID-19 makin lama makin dalam melebihi perkiraan banyak orang. Beberapa bulan yang akan datang biasanya merupakan masa yang kurang menguntungkan buat maskapai.
"Biasanya kami bisa selamat karena mengandalkan masa-masa sibuk pada bulan Juli dan Agustus. Tapi tahun ini kami tidak mendapatkannya," ujarnya.
Dia menuturkan, maskapai di seluruh dunia memang mendapatkan bantuan senilai total USD 160 miliar, bantuan itu menurutnya cukup untuk menyelamatkan maskapai.
"Kita mungkin akan melihat banyak maskapai yang bangkrut dan pekerja yang di-PHK tanpa bantuan tersebut. Kini bantuan itu sudah mulai berakhir. Jadi kami meminta pemerintah untuk mengambil kebijakan untuk mengganti atau memperpanjang lagi. Maskapai berpotensi mengurangi karyawan di masa-masa mendatang," harapnya.
Beberapa waktu lalu disebutkan total ada 46 juta orang berisiko kehilangan karena pandemi. Sekitar 10 persen (4,8 juta) merupakan pekerja di industri penerbangan.
"Pemerintah harus aktif mendukung semua sektor dalam masa yang sulit ini. Dan pastinya mereka juga mengetahui kalau 10 persen perekonomian global sangat bergantung pada travel dan pariwisata. Hal itu membutuhkan konektivitas," ujarnya.
Salah satu cara membantu maskapai adalah dengan kembali membuka pintu perbatasan dan melakukan pengujian atau tes COVID-19 kepada penumpang sebelum berangkat, ketimbang melakukan karantina selama 2 pekan.
"Kami percaya ada solusinya, dalam beberapa pertemuan yang kami utarakan beberapa minggu lalu, kami terus meminta adanya tes COVID-19 sebelum keberangkatan, hal itu akan membuat pemerintah-pemerintah kepercayaan diri untuk membuka kembali pintu perbatasan," ujarnya.
(ddn/pin)
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit