Pesawat penumpang terbesar di dunia, Airbus A380 mengalami nasib tak pasti. Langit gelap berkepanjangan mesti dihadapinya.
Seperti diberitakan CNN, langit gelap ada di depan mata Airbus A380. Airbus telah mengakui kesalahannya dengan proyek A380.
"Ada spekulasi bahwa kita 10 tahun terlalu dini, saya pikir sudah jelas bahwa kita terlambat 10 tahun," kata mantan CEO Airbus, Tom Enders, ketika mengumumkan produksi pesawat A380 akan berhenti di tahun 2021 pada 2019 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tom kemudian mengundurkan diri dari jabatannya segera setelah itu.
Chief engineer Airbus, Robert Lafontan percaya bahwa pesawat tersebut menargetkan pasar khusus. Tapi dia tidak menyesali desain pesawat tersebut yang menurutnya telah membuka jalan bagi banyak teknologi baru.
Sementara produksi A380 akan berhenti, dukungan untuk armada yang ada masih akan berlanjut seperti biasa. Dan Airbus mengharapkan A380 masih akan mengudara hingga tahun 2040-an.
Tetapi masa depan pesawat A380 juga sangat terkait dengan nasib industri penerbangan yang mesti pulih dari hantaman pandemi virus Corona. Airbus A380 bisa menjadi jenis pesawat yang paling terpukul.
"Satu masalah utama adalah bahwa tidak ada pasar sekunder untuk dibicarakan dan banyak operator, terutama Emirates, bangga dengan armada atau pesawat muda," kata Richard Aboulafia, wakil presiden perusahaan konsultan kedirgantaraan Teal Group.
"Jadi Anda bisa melihat jet berusia 12 tahun dipensiunkan dan diubah menjadi kaleng bir dalam waktu singkat," imbuh dia.
"Kami pikir armada akan bertahan hingga awal 2030-an, sekarang mungkin mereka semua hilang pada pertengahan hingga akhir 2020-an," kata dia lagi.
Baca juga: AirAsia X: Kami Kehabisan Uang |
Ukuran kabin A380 yang besar akan sangat membantu langkah-langkah jarak sosial dalam protokol kesehatan selama pandemi Corona. Namun, pesawat super jumbo ini akan sangat tidak ekonomis bagi maskapai penerbangan bila mengosongkan setengah kapasitasnya.
Dan dengan permintaan rendah di depan mata, akan sangat sulit untuk mengisi pesawat super jumbo ini.
"Kapasitas A380, untuk sementara, sebetulnya tidak dibutuhkan," kata Nico Buchholz, yang bekerja di Airbus selama pengembangan A380 dan kemudian menghabiskan 15 tahun sebagai manajer armada di Lufthansa.
"Perasaan saya adalah beberapa dari A380 yang saat ini diparkir, mungkin tetap terparkir," dia menambahkan.
Airbus A380 adalah saingan super jumbo Queen of The Skies, Boeing 747. Perbandingan kapasitasnya yakni, 555 untuk A380 dan 410 kursi untuk B747.
(msl/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol