Hidung Elektronik Ini Bisa Deteksi Bom Buat Bandara dan Pesawat?

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Hidung Elektronik Ini Bisa Deteksi Bom Buat Bandara dan Pesawat?

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Jumat, 06 Nov 2020 07:43 WIB
Hidung elektronik Konikore
Hidung elektronik Konikore di dalam pesawat (Foto: CNN)
Jakarta -

Perusahaan teknologi memperkenalkan alat pelacak bom canggih, hidung elektronik buat dipasang di bandara dan pesawat. Keberadaannya diklaim bisa melengkapi peran anjing pelacak.

Diberitakan CNN, memang dalam hal menemukan bahan peledak, anjing pelacak sulit dikalahkan. Hidung mereka sangat sensitif sehingga dapat mencium bau yang dipancarkan uap kimiawi dalam bom.

Tetapi bagaimana jika ada teknologi yang dapat melakukan hal yang sama. Bahkan, alat ini mampu bekerja 24 jam sehari dan harganya sangat murah?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koniku, startup berbasis di Silicon Valley yang didirikan oleh Oshiorenoya Agabi, mencoba mengembangkan hidung elektronik itu. Mereka membuat sensor berteknologi tinggi yang terbuat dari sel hidup yang dimodifikasi secara genetik lalu dapat mendeteksi bau di udara.

"Kami mengambil sel biologis, jadi materi hidup, dan kami memodifikasinya untuk memberi mereka kemampuan mendeteksi bau. Caranya sama seperti materi biologis yang hidup di fungsi hidung Anda sendiri," kata Agabi kepada CNN.

ADVERTISEMENT

Sel tersebut digabungkan dengan chip silikon yang memproses sinyal bau dan meneruskannya melalui sistem pembelajaran mesin untuk klasifikasi, peningkatan kinerja, dan koreksi kesalahan. Jika bau diidentifikasi sebagai ancaman keamanan, perangkat ungu seperti jeli disebut Konikore ini akan menyala.

Setelah berfungsi dengan baik dalam uji pendahuluan, Koniku yang juga bekerja sama dengan perusahaan kedirgantaraan Airbus akan memulai uji coba lapangan perangkat hidung elektronik tersebut.

Hidung elektronik KonikoreHidung elektronik Konikore (Foto: CNN)

Pada bulan Desember, Konikore akan dipasang di Bandara Changi Singapura dan Bandara Internasional San Francisco. Alat ini bisa menjadi garis pertahanan pertama.

"Tujuan kami adalah untuk menyediakan bandara dan penerbangan dengan 100% kesadaran situasional tentang bahan kimia, bahan peledak, ancaman bakteriologis," kata Julien Touzeau, kepala keamanan produk untuk Airbus America.

Perangkat tersebut akan bertindak sebagai garis pertahanan pertama, menyaring orang-orang saat mereka memasuki bandara. Alat ini bakal jadi pelengkap metode yang sudah ada untuk mendeteksi ancaman bom, seperti pemindai keamanan dan anjing.

Airbus juga bekerja di industri layanan keamanan. Permintaan utama yang diterimanya dari bandara adalah menemukan teknologi yang mampu mendeteksi potensi ancaman sedini mungkin.

Dengan berat kurang dari 350 gram dan berukuran sekitar setengah smartphone, perangkat hidung elektronik ini dapat dipasang di beberapa lokasi, di pintu putar di pintu masuk terminal, di meja check-in, atau di pintu masuk pesawat.

Tak hanya lebih mudah untuk digunakan daripada anjing pelacak, tetapi Konikore juga lebih hemat biaya.

"Anjing bekerja maksimal selama 20 menit, mereka mudah terganggu, dan pelatihan mereka sangat, sangat mahal. Rata-rata biayanya USD 200.000 atau Rp 2,9 miliar per anjing," kata Julien.

Prototipe hidung elektronik Koniku saat ini bernilai sekitar USD 3.000. Julien berharap nilai jual ini turun ke kisaran tiga angka setelah diproduksi secara massal.

Selanjutnya: hidung elektronik bisa deteksi virus? >>>

Deteksi virus

Potensi penggunaan perangkat tidak berhenti pada keamanan, kata Oshiorenoya. Baru-baru ini, Koniku telah menyelidiki apakah teknologi yang sama dan dapat digunakan untuk mendeteksi virus, termasuk COVID-19, mengikuti laporan bahwa mungkin anjing bisa dilatih untuk mengendusnya.

Meskipun mereka tidak dapat mendeteksi virus yang sebenarnya, penyakit pernapasan menyebabkan perubahan pada bau badan penderitanya. Nah, bau itu yang mungkin dapat ditangkap oleh anjing atau perangkat hidung elektronik.

Treximo, sebuah perusahaan konsultan bioteknologi, bekerja sama dengan Koniku untuk menguji apakah perangkat tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi COVID-19.

Perusahaan tersebut mengatakan bahwa jika uji coba berhasil, mereka akan mengajukan otorisasi penggunaan darurat dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS awal tahun depan.

Potensi penggunaan dan permintaannya sangat besar. Teknologi tersebut dapat digunakan di berbagai ruang publik, mulai dari restoran hingga stadion sepak bola.

Hidung elektronik KonikoreOshiorenoya Agabi pencipta hidung elektronik Konikore, PhD neuroscience and engineering di Imperial College London. (Foto: CNN)

Kredibilitas ilmiah

Namun, beberapa ilmuwan yang berspesialisasi dalam hidung elektronik meragukan teknologi tersebut.

Timothy Swager, seorang profesor kimia di Massachusetts Institute of Technology, mengatakan bahwa untuk melakukan apa yang diklaim oleh Koniku membutuhkan beberapa keajaiban teknis.

Mengintegrasikan protein alami ke dalam sirkuit silikon sangatlah sulit, katanya. Kerapuhan sel serta kompleksitas interaksinya dengan zat kimia membuat mereka sulit untuk dikerjakan.

"Konsep e-nose masih bermasalah dan ada banyak kuburan perusahaan di area umum ini," kata Swager kepada CNN.

Kenneth Suslick, seorang profesor di University of Illinois yang berspesialisasi dalam hidung elektronik, menambahkan bahwa alat itu masih kurang dipublikasi. Tiada rincian teknologi dari Airbus, Koniku atau pihak ketiga.

"Ketika Anda memiliki teknologi startup seperti ini, hal pertama yang ingin Anda lakukan adalah mematenkan," katanya.

"Setelah Anda mengajukan paten, Anda ingin mempublikasikannya, karena publikasi itu memberi Anda kredibilitas dan membiarkan orang lain mengevaluasi teknologinya," imbuh dia.

Koniku telah mengajukan paten untuk teknologi tersebut pada tahun 2016, tetapi masih menunggu keputusan. Oshiorenoya mengatakan bahwa karena Koniku adalah perusahaan, bukan grup riset akademis, berbagi semua data dengan pelanggan di bawah perjanjian kerahasiaan sudahlah cukup.

Agabi yakin bahwa Koniku akan membuktikan bahwa kritikus tersebut salah. Dia mengatakan uji coba baru-baru ini yang dilakukan oleh Airbus, bersama dengan pejabat penegak hukum Alabama dan teknisi bom FBI, menemukan bahwa perangkat tersebut dapat mendeteksi bahan peledak lebih baik daripada anjing terlatih.


Hide Ads