Siapa sangka Indonesia punya kertas setara dengan kertas Hanji asal Korea, kertas Washi asal Jepang, atau kertas Papyrus asal Mesir? Di Indonesia, kertas bernilai tinggi akan sejarah itu bernama Kertas Daluang.
Kertas daluang masih dapat ditemukan di Bandung meskipun tidak mudah untuk menemukannya, karena pengkriyanya sendiri sudah sangat jarang ditemukan. Selain di Bandung, pengkriya kertas Daluang juga bisa ditemukan di Garut.
![]() |
Di negara tetangga, kertas washi bisa didapat dengan mudah dan dijadikan sebagai buah tangan khas Jepang. Di Mesir, Papyrus menjadi warisan eksklusif apalagi Hanji di Korea. Sedangkan di Indonesia, nasib kertas Daluang nyaris dilupakan dan diabaikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Generasi milenial mungkin jarang mendengar kertas Daluang. Padahal para pengkriya yang hanya bisa dihitung dengan jari berusaha mempertahankan warisan budaya yang dijadikan alas tulis di masa lalu. Patut diketahui, sebelum ada kertas industri, kertas daluang inilah yang dipakai untuk menulis.
Salah satu pengkriya kertas daluang di Bandung, Ahmad Mufid Sururi mengatakan, pengkriya asli secara turun temurun kertas daluang sudah tidak ada. Bahkan, ia mempelajari kertas Daluang ini pada 2006 lalu melalui berbagai macam literatur.
"Warisan budaya ini sempat terputus, lalu karena saya punya pengalaman mengenai pengolahan kertas seperti dari sampah organik dan saat mendengar kita (Indonesia) punya kertas Daluang kenapa tidak dihidupkan kembali," kata Mufid (46) saat ditemui di galerinya, Jalan Koperasi Raya nomor 3 Pasirjati, Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Selasa (15/12/2020).
![]() |
Lebih lanjut, Mufid sangat menyayangkan kondisi kertas Dalung yang disebut kebanggaan nusantara tetapi nyaris punah. Dia mengatakan, kertas Papyrus hingga saat ini masih diproduksi bahkan mangsa pasarnya hingga ke Tegalega, Bandung.
Begitupun dengan kertas washi yang mudah ditemukan di Bandara Jepang. Apalagi kertas hanji dari Korea yang masih sangat diminat oleh wisatawan.
![]() |
Sejak dijadikan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemdikbud pada 2014 lalu, Mufid tidak merasakan perubahan apapun selain menerima Surat Keputusan. Padahal, kata dia, Dalung memiliki potensi membangkitkan usaha jika dipromosikan.
"Kalau benar-benar pemerintah ada keinginan untuk menguatkan budaya sendiri, minimalnya produksi kertas Daluang secara rutin. Atau yang lebih ekstrim lagi wajibkan akta kelahiran menggunakan kertas Daluang, karena terbukti dari daya tahannya saja bisa mencapai ratusan tahun," kata Mufid.
Selanjutnya: Kertas Daluang untuk Karya Seni Lain
Selain menjadi kertas Daluang yang berbahan kulit pohon saeh, Mufid juga telah membuat berbagai macam prototipe karya seni lain seperti tas, kanvas sederhana dari kulit pohon saeh, hingga alat musik. Dia juga sempat mendemonstrasikan permainan wayang beber yang menggunakan kertas Daluang, fungsinya agar Daluang tetap digunakan di berbagai elemen kesenian.
![]() |
Mengenai wayang beber ini, Mufid punya cerita "tragis" tersendiri. Seni tradisional berusia ratusan tahun ini kini di ambang kepunahan juga. Kendati demikian, Mufid menuturkan, wayang beber masih bisa kita jumpai di Pacitan, Gunung Kidul, dan satu set berada di Leiden, Belanda.
Meskipun tak banyak, Mufid mulai mewariskan ilmu yang ia sebut sebagai 'toekang saeh' kepada muridnya atas dasar kemauan sendiri. Begitupun kepada anaknya, yang tanpa ada paksaan apapun.
Dia berharap, pemangku kebijakan dapat memperhatikan yang 'katanya' warisan budaya ini. Karena Mufid mengaku, tak menemui pembelajaran di sekolah maupun di fakultas seni walaupun hanya sebatas pengantar tentang seni membuat daluang.
![]() |
Padahal dalam sejarahnya, kertas daluang erat kaitannya dengan desain grafis, gambar, lukis, sablon, percetakan dan lainnya. Lalu di bidang ekonomi, kertas daluang bisa dimanfaatkan sebagai oleh-oleh pariwisata, tapi potensi ini juga tidak didorong.
Dalam perjalanannya selama 14 tahun, Mufid telah melakukan berbagai macam pameran sebagai sosialisasi kertas Daluang secara mandiri dan kolaborasi dengan berbagai komunitas. Mulai dari kalangan pesantren, seniman dari dalam negeri seperti pelukis & kurator Diyanto, dan dari luar negeri seperti dari Jepang, Rusia, Mesir, Kroasia.
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan