5 Alasan Program Destinasi Super Prioritas Baiknya Ditunda Dulu

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

5 Alasan Program Destinasi Super Prioritas Baiknya Ditunda Dulu

Dadan Kuswaraharja - detikTravel
Senin, 04 Jan 2021 11:29 WIB
Keindahan yang dimiliki Danau Toba memang tak ada habisnya. Wisatawan pun bisa melihat pesonanya dari ketinggian 1479 mdpl di Menara Pandang Tele.
Danau Toba salah satu dari 5 Destinasi Super Prioritas Foto: Elmy Tasya Khairally/detikcom
Jakarta -

Pemerintah di bawah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno akan gerak cepat mengembangkan 5 Destinasi Super Prioritas. Yakni Danau Toba, Candi Borobudur, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Mandalika, Nusa Tenggara Barat, Likupang.

Namun menurut Irfan Wahid Anggota Dewan Penasihat Kadin Indonesia, yang juga mantan Ketua Kelompok Kerja Industri Kreatif Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) ada baiknya program ini ditunda dulu di masa pandemi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita semua tahu, program 5 Destinasi Super Prioritas (5 DSP) atau 5 Bali Baru adalah kebijakan yang bagus. Kita pun tahu, 5 DSP pun didesain untuk kondisi normal. Kini, di saat pandemi, di saat industri pariwisata terpuruk hebat dan anggaran pemerintah mesti dipergunakan dengan super bijak, banyak pelaku industri menganggap bahwa 5 DSP sebaiknya tidak dilanjutkan dahulu," ujarnya.

Berikut 5 alasannya program Destinasi Super Prioritas sebaiknya ditunda dulu menurut pria yang akrab disapa Ipang Wahid itu:

ADVERTISEMENT


1. Yang dibutuhkan adalah program yang sifatnya quick win.

Sementara membangun 5 Destinasi Super Prioritas butuh waktu sangat lama. "Harap diingat, Nusa Dua Bali yang jadi benchmark butuh waktu 47 tahun untuk bisa seperti sekarang," tulisnya.

2. Investor sedang tidak tertarik membangun hotel baru.

Sementara Destinasi Super Prioritas ini adalah kawasan perhotelan. Pemerintah yang membangun sarana dan prasarana, pihak swasta yang membangun hotel.

"Di saat occupancy rate hotel sudah hampir setahun ini di bawah 30% dan banyak pengusaha yang menjual properti hotelnya, apa iya ada investor yang berminat membangun hotel baru?," tanyanya.

3. Strategi saat pandemi mestinya bersifat 'Quality investing: low investment, high profitability'.

Mengingat anggaran 5 Destinasi Super Prioritas ini jumlahnya sangat fantastis, mencapai Rp 21 triliun, sementara baru akan bisa dinikmati 5 atau bahkan 10 tahun lagi.

4. 'Jump Start' terampuh industri pariwisata hanya akan terjadi di daerah yang traffic-nya pernah tinggi dan ekosistemnya sudah siap.

Selain Borobudur, 4 daerah lainnya yaitu Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Likupang bukan termasuk traffic puller pariwisata.

"Jadi sebaiknya pilihlah destinasi yang the 'lowest hanging fruits' dan lebih berdampak seperti Bali, Greater Jakarta (termasuk Jabar dan Banten), BTS (Bromo, Tengger, Semeru), Joglo Semar, dan Batam/Belitung," jelasnya.

5. 5 Destinasi Super Prioritas adalah kawasan perhotelan seperti Nusa Dua Bali. Sementara alasan orang berwisata itu, karena destinasi atau atraksinya, bukan karena amenitas atau penginapannya.

Orang ke Mekkah karena Kakbahnya, bukan karena hotel Zam Zam Towernya. Wisatawan ke Paris, karena ingin melihat menara Eiffel-nya, bukan karena Hotelnya. Jadi membangun kawasan penginapan tanpa membangun dan menyiapkan destinasi atraksi, ibarat membuat restoran tapi hanya menyiapkan interior yang bagus dan melupakan menu makanannya.

"Jadi, di kala pandemi Covid-19 yang memaksa adanya keterbatasan anggaran yang sangat tinggi, sebaiknya adaptasi kebijakan dilakukan sebelum terlambat," ujarnya.




(ddn/ddn)

Hide Ads