Jakarta -
Pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2020, UN World Tourism Organization (UNWTO) mengeluarkan 'One Planet Vision for the Responsible Recovery of the Tourism Sector' sebagai penguatan terhadap pedoman UNWTO untuk memulai kembali pariwisata pasca pandemi Covid-19.
Visi ini semakin menekankan pentingnya penerapan pariwisata berkelanjutan dalam kebangkitan pariwisata global agar lebih kuat menghadapi tantangan ke depan.
Indonesia sebagai negara yang menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber utama devisa negara, sudah saatnya mengimplementasi penuh pedoman pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan yang terangkum dalam Peraturan Menteri Pariwisata No. 14 Tahun 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konsep Holistik
Pariwisata berkelanjutan didefinisikan UNWTO sebagai pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat.
Konsep kepariwisataan ini merupakan suatu konsep holistik yang berupaya membentengi destinasi pariwisata agar dapat terus berlanjut meskipun ada tantangan. Dalam visinya, UNWTO menyatakan aspek keberlanjutan (sustainability) harus menjadi kenormalan baru (new normal). Apalagi dunia saat ini sedang dalam proses mencapai Tujuan Pembangunan Global dan Paris Agreement.
Maka diperlukan komitmen dan dukungan dari semua pemangku kepentingan, baik itu pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, dan media.
Kesehatan adalah Kunci..
Kesehatan adalah Kunci
Pandemi Covid-19 membuat mata kita terbuka akan pentingnya aspek kesehatan dan kebersihan dalam pariwisata. Dalam masa kenormalan baru, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengeluarkan program CHS (Clean, Healthy, Safety).
Jika diteliti lebih lanjut, CHS sudah terangkum dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Indikator kebersihan, kesehatan dan keselamatan terdapat pada pilar tata kelola dalam Permenpar No.14/2016. Sehingga jika destinasi sudah menerapkan pariwisata berkelanjutan, tentu lebih mudah untuk mengadopsi CHS di masa kenormalan baru.
Aspek kesehatan dan kebersihan juga sebenarnya sudah disorot dalam Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia yang dikeluarkan oleh World Economy Forum. Setiap tahunnya peringkat Indonesia naik dan pada 2019 berada di peringkat 40 dari 140 negara.
Namun terdapat 3 pilar dimana Indonesia termasuk peringkat terbawah, yaitu keberlanjutan lingkungan (peringkat 135); kesehatan dan kebersihan (peringkat 102); dan infrastruktur pelayanan pariwisata (peringkat 98). Indikator yang membuat peringkat pilar kesehatan dan kebersihan rendah salah satunya adalah jumlah ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang hanya 1,2 untuk 1000 penduduk.
Sementara negara besar lainnya seperti India adalah 2,7 tempat tidur, China 4,3 tempat tidur dan Jepang 13 tempat tidur untuk setiap 1000 penduduk. (CNBCIndonesia, 1 Mei 2020)
Dalam visi pemulihan pariwisata UNWTO, aspek kesehatan masyarakat menjadi langkah pertama yang harus diperhatikan. Seperti mengintegrasikan indikator epidemiologi dalam kebijakan pariwisata, menghubungkan upaya kesehatan dengan keberlanjutan lingkungan dan sosial, serta mengembalikan kepercayaan melalui komunikasi efektif, Hal ini dikarenakan membangun pariwisata harus dimulai dari masyarakat (people) yang sehat, baru kemudian alam (planet) yang lestari, dan terakhir ekonomi (prosperity).
Perkembangan terkini dari negara-negara yang sudah berencana membuka sebagian perbatasannya (travel bubble), seperti Selandia Baru-Australia, Singapura-China, dan beberapa negara Eropa Timur, memperlihatkan tingkat penularan Covid-19 yang sudah rendah atau nol.
Jika Indonesia ingin segera menggiatkan kembali pariwisatanya, maka harus pula menunjukkan kondisi pandemi yang sudah terkontrol.
Memang tidak mudah, karena para epidemiolog belum dapat memastikan kapan puncak Pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia. Apalagi sebagian wilayah di tanah air sudah mulai membuka sektor pariwisatanya menyambut era kenormalan baru.
Faktor keberhasilan pengontrolan terletak antara lain pada kedisiplinan kita semua, baik itu masyarakat dan pemerintah, untuk menjalankan protokol kesehatan. Lebih ideal lagi jika ditunjang dengan peningkatan pembangunan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang melibatkan komunitas lokal.
Kesempatan Emas...
Kesempatan Emas
Pademi Covid-19 membuat pariwisata global terhenti. Untuk menghentikan penularan yang lebih luas, negara-negara dunia melakukan berbagai pembatasan fisik. Hal ini tentu berdampak pada kegiatan manusia yang menuntut perpindahan fisik termasuk pariwisata.
Penerbangan komersil belum semuanya diperbolehkan, hanya yang berhubungan dengan bisnis esensial dan pasokan logistik. Kegiatan kepariwisataan
seakan dimandatkan untuk jeda.
Kehadiran pandemi Covid-19 memang tidak terkirakan. Konsep pariwisata yang semata hanya mengejar kuantitas dari segi jumlah pengunjung dan pendapatan ekonominya terbukti tidak mampu bertahan ketika jeda.
Kondisi ini membuat semua negara harus berpikir dan mencari strategi baru dalam memulai kembali pariwisatanya. Namun pepatah mengatakan dalam setiap krisis ada kesempatan. Masa jeda memberikan negara-negara dunia kesempatan emas untuk menata kembali pariwisata global di era
kenormalan baru, yaitu pariwisata yang berkelanjutan.
Indonesia sebagai negara yang sudah memiliki pedoman pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan, sudah saatnya menjadikan waktu jeda ini juga untuk membangun dasar-dasar pariwisata berkelanjutan tersebut.
Sosialisasikan kepada para pelaku pariwisata. Sinergikan pemahaman. Simulasikan agar berjalan. Jangan tunggu lagi, bangkitkan pariwisata yang berkelanjutan!
Valerina Daniel
Praktisi Komunikasi dan Pemerhati Pariwisata Berkelanjutan
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!