Soal PSBB Jawa-Bali, Hotel Tetap Ikuti Kebijakan Meski Berat

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Soal PSBB Jawa-Bali, Hotel Tetap Ikuti Kebijakan Meski Berat

Putu Intan - detikTravel
Rabu, 06 Jan 2021 20:41 WIB
Ilustrasi hotel Yogyakarta
Ilustrasi hotel. Foto: (Pradito Rida Pertana/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah menetapkan PSBB Jawa dan Bali mulai 11-25 Januari 2021. Sektor pariwisata lagi-lagi harus gigit jari karena pembatasan tersebut.

Sebagaimana diketahui, penyelesaian masalah kesehatan dan pariwisata memang saling bertolak belakang sejak awal munculnya kasus COVID-19. Cara menanggulangi penyebaran COVID-19 adalah dengan membatasi mobilitas manusia sedangkan sektor pariwisata amat bergantung dari hal tersebut.

Situasi yang tak kunjung usai ini diakui berat oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Terkait PSBB yang kembali dilaksanakan, PHRI pun tak punya rencana khusus selain melaksanakannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rencana ke depan enggak ada, kita kan tetap harus mengikuti kebijakan karena di sini kasus aktifnya meningkat," kata Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran ketika dihubungi detikTravel via telepon, Rabu (5/1/2021).

"Situasi pandemi ini sangat tidak mendukung untuk sektor pariwisata. Kalau sektor lain bisa disuruh di rumah saja tapi kalau sektor pariwisata, kalau orang-orang di rumah, tidak ada yang berwisata. Sektor ini paling rumit, paling tidak bisa berkembang di situasi pandemi," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya saat ini baik hotel maupun restoran dalam kondisi berjuang untuk bertahan. Mereka terus memutar otak agar biaya operasional dapat tercover dan tenaga kerja dapat bertahan.

"Hotel ini menghadapi low season dengan situasi seperti ini pasti posisinya yang masih bisa bertahan ya bertahan. Siapa yang tidak bisa bertahan lagi ya otomatis mereka tutup. Sangat tidak menguntungkan bagi sektor pariwisata dengan adanya PSBB ini, yang kemarin saja belum selesai," katanya.

Yusran mengusulkan agar pemerintah memberikan program khusus yang dapat menggeliatkan hotel dan restoran. Salah satu program yang sudah diluncurkan pemerintah adalah dana hibah Rp 3,3 triliun. Namun Yusran mengungkapkan dana itu tidak efektif mendukung usaha hotel dan restoran.

"Dana hibah itu habis untuk bayar PBB juga. Jadi balik lagi ke negara. Bukan membantu operasional, diberikan (dana hibah) tapi kita harus bayar PBB, salah satu yang menjadi tunggakan di situasi saat ini," papar Yusran.

Menurutnya, kebijakan yang dapat diambil pemerintah adalah melakukan relaksasi khusus agar hotel dan restoran mampu bertahan di tengah sedikitnya permintaan. Pada 2019, pemerintah telah melakukan relaksasi pembayaran listrik dan memberikan bantuan langsung tunai untuk karyawan. Tapi kedua program itu sudah berakhir di akhir 2020.




(pin/ddn)

Hide Ads