Veranita, CEO Wanita Pertama di AirAsia Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Hari Perempuan Internasional

Veranita, CEO Wanita Pertama di AirAsia Indonesia

Bonauli - detikTravel
Senin, 08 Mar 2021 16:12 WIB
Veranita Yosephine Sinaga, Direktur AirAsia Indonesia
Veranita Yosephine Sinaga, Direktur AirAsia Indonesia (dok AirAisa)
Jakarta -

Google menayangkan video peringatan Hari Perempuan Internasional. Sosok perempuan yang akan dibahas detikTravel di hari istimewa ini datang dari maskapai AirAsia.

Veranita Yosephine Sinaga, perempuan berdarah batak ini menjabat sebagai Direktur Utama AirAsia Indonesia. Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2021, Veranita menjadi salah satu sosok perempuan yang menginspirasi dunia, khususnya Indonesia.

Kehadiran Vera (panggilan akrab) di AirAsia memang baru. Vera baru bergabung di bulan Juli 2019. Vera menjadi perempuan Indonesia pertama yang menjabat menjadi direktur AirAsia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengapa begitu menarik? Karena ternyata Vera datang dari latar belakang yang berbeda dari dunia penerbangan. Untuk traveler di luar sana yang merasa salah jurusan atau masih belum tahu bagaimana cara menggapai mimpi, cobalah terus membaca tulisan ini.

Vera lulus sebagai mahasiswa Teknik Industri ITB untuk mendapatkan pengakuan bahwa perempuan bisa sejajar dengan pria. Maklum, dunia patriarki dalam budaya batak begitu terasa sampai ke tulang sumsum.

ADVERTISEMENT

"Aku anak kedua, punya abang dan adik laki-laki. Kalau laki-laki dibanggakan nama sekolahnya, sementara kalau perempuan pasti mulai dijodoh-jodohin," cerita Vera eksklusif kepada detikTravel.

Setelah lulus, Vera merasa bahwa bekerja di area pabrik bukanlah dirinya. Akhirnya Vera memilih dunia sales dan berkecimpung di sana selama 20 tahun.

Selama bekerja, Vera melihat bahwa dirinya selalu ingin memberikan dampak pada lingkungan sekitar. Langkah besarnya dimulai dari kelompok-kelompok kecil yang dibuat dalam lingkungan kerja.

"Di perusahaan itu kan dulu bos-bosnya rata-rata laki-laki. Jadi saya tuh bermimpi gimana ya caranya supaya perempuan juga bisa ada di sana," ujarnya.

Kelompok-kelompok kecil yang dibuat Vera bertujuan untuk membangun para perempuan di tempat kerja. Pelatihan, sampai mentoring diberikan agar para perempuan semakin tajam dalam dunia kerja.

Rupanya langkah kecil Vera memberikan dampak positif. Kelompok-kelompok kecil ini diterapkan ke cabang perusahaan di negara lain.

Seperti kata pepatah, perjalanan ribuan mil dimulai dengan langkah pertama. Vera pun mendapatkan penghargaan HeForShe oleh United Nations (UN) Women di New York pada atas upaya menciptakan dunia yang setara untuk semua gender tahun 2016.

"Saya selalu bermimpi untuk punya impact positif terhadap orang banyak. Dulu bentuknya enggak tau apa, cuma kaya menginspirasi sekali kayanya menjadi leadership memberikan impact positif terhadap orang banyak, saya selalu aspirasi untuk itu," tutur Vera semangat.

Gerakan komunitas yang dibuat Vera akhirnya dibuat menjadi regulasi validasi di seluruh cabang perusahaan di berbagai negara. Bentuknya adalah perubahan cuti pada masa hamil dan melahirkan untuk wanita dan pria yang memiliki istri.

"Seluruh wanita mendapat cuti maternity berbayar selama 6 bulan dan untuk laki-laki cuti paternity berbayar selama 2 minggu," ungkapnya.

Merasa cukup selama 20 tahun di dunia pemasaran, Vera ingin mencoba sesuatu yang baru. Sampai akhirnya, dirinya ditawari pindah ke AirAsia.

"Waktu ditawari pindah ke AirAsia, saya sempat kaget. Ini enggak salah? AirAsia tau enggak sih kalau saya biasanya ngurusin kecap dan sambal?" celetuk Vera mengenang hari-hari itu.

Bukan tidak percaya diri, namun posisi CEO yang ditawari memang tak lewat dipikiran Vera. Sampai akhirnya Vera harus bertemu dengan Tony Fernandes, sang ikon AirAsia.

"Awalnya jadwalnya enggak cocok, jadi lewat zoom aja gitu. Tapi Tony minta atur waktu pokoknya harus ketemu. Sampai akhirnya ada jadwal yang cocok dan kita ketemu di Malaysia," ujarnya.

Saat bertemu, Vera mengaku sangat jujur menjawab pertanyaan Tony. Apa yang dirasa bisa dijawab, ia utarakan dengan mantap, namun kalau tidak tahu jawabannya tak perlu berputar dan langsung bilang tidak tahu.

Tak disangka, Tony justru sangat terkesan dengan Vera. Padahal saingannya adalah laki-laki yang kebanyakan sudah memiliki latar dunia maskapai.

"Mesin yang paling dekat dengan saya itu hair dryer. Sekarang ditantang buat mengerti pesawat. Rasanya kaya minum dari selang pemadam kebakaran, kaget," celetuknya.

Selama 2-3 bulan, Vera terus belajar untuk mengerti dunia maskapai. Dirinya kerap dibuat pusing dengan berbagai istilah dalam dunia penerbangan.

"Tiap ada penjelasan dari teknisi saya bilang minta diulangi pakai bahasa manusia," kata Vera sambil tertawa.

Kemauannya untuk belajar didukung dengan lingkungan kerja yang juga mau membantu. Kini dirinya sudah sehati dengan AirAsia. Kembali ke topik perempuan, Vera ingin melakukan perubahan untuk banyak perempuan.

"Kasih wanita itu sedikit waktu, karena wanita itu kan multitalenta. Kasih sedikit authority, biar kita atur waktu and we make things happen," tuturnya.




(bnl/bnl)

Hide Ads