Dia, Guide Perempuan Pertama dan Satu-satunya di Tanah Konflik Afghanistan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Dia, Guide Perempuan Pertama dan Satu-satunya di Tanah Konflik Afghanistan

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Senin, 08 Mar 2021 17:07 WIB
Fatima, Guide Perempuan Pertama dan Satu-satunya di Tanah Konflik Afghanistan
Fatima, guide perempuan pertama dan satu-satunya di Afghanistan (Foto: CNN)
Kabul -

Dia bernama Fatima. Ia jadi guide atau pemandu wisata perempuan pertama di Afghanistan dan bertekad untuk tidak menjadi yang terakhir.

Saat ini, melansir CNN, Senin (8/3/2021), Fatima juga masih menjadi satu-satunya guide perempuan di Afghanistan. Pekerjaan yang ia pilih seperti keluar dari jalur di tanah kelahirannya.

Fatima kini berusia 22 tahun, nama belakangnya tak mau disebutkan karena alasan keamanan. Di masa anak-anak, ia adalah penggembala domba di desa dan kini ia memandu turis di jalanan Herat, kota terbesar ketiga Afghanistan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fatima adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Ia juga menjadi satu-satunya anak yang belum menikah dan bisa mengenyam pendidikan.

Dia dibesarkan di pedesaan Provinsi Gohr, di mana tidak ada sekolah yang tersedia untuk anak perempuan. Dia meyakinkan keluarga agar membiarkannya mengikuti pelajaran jika memperoleh pendapatan yang cukup dari menggembala domba.

ADVERTISEMENT

Ketika Fatima berusia sembilan tahun, keluarganya menetap di Herat. Meskipun dia bisa mendapatkan pendidikan informal, dia kebanyakan tinggal di rumah membantu ibunya.

Ketika Fatima tidak mampu membeli buku catatan, dia akan menulis dengan tongkat di pasir. Dia mempraktikkan Bahasa Inggrisnya dengan mendengarkan radio BBC, yang bisa dijangkau ketika berada di atas bukit.

Fatima, Guide Perempuan Pertama dan Satu-satunya di Tanah Konflik AfghanistanFatima, guide perempuan pertama dan satu-satunya di tanah konflik Afghanistan (Foto: CNN)

Tidak seperti anak-anak lainnya, Fatima tumbuh dewasa dengan tidak bermimpi bekerja di bidang pariwisata. Bahkan, dia mengatakan bahwa tidak tahu bahwa menjadi guide adalah sebuah pekerjaan.

"Saya berpikir selama tahun-tahun, karena duduk di rumah tidak akan menyelesaikan masalah," katanya.

"Kakak dan adikku dipaksa menikah. Sungguh menyedihkan bagiku. Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan tradisi mereka. Begitulah cara aku memutuskan untuk bekerja," imbuh dia.

Langkah pertama adalah memperbaiki Bahasa Inggris. Fatima mendaftar di Facebook dan mulai bergabung dengan grup yang tertarik dengan sejarah.

Bosan dengan orang-orang yang hanya mengenal Afghanistan sebagai tempat perang dan konflik, dia mulai mengunggah tentang tempat-tempat di negaranya yang mungkin tidak diketahui orang asing secara rutin.

Herat berada di barat laut Afghanistan, tidak jauh dari perbatasan dengan Iran dan Turkmenistan. Wilayah ini telah dihuni sejak abad kelima SM, menjadikannya tempat yang menarik bagi penggemar sejarah.

Dari tulisan-tulisan ini, ada perubahan signifikan. Pada 2020, seorang temannya, Big Tom, merespons dan akan berkunjung ke negaranya lalu memintanya sebagai guide untuk berkeliling Herat, Afghanistan.

Selanjutnya, mimpi Fatima >>>

Dia bilang iya. Mereka pergi ke Benteng Herat, ke Museum Nasional dan ke rumah teh tradisional. Tom merekomendasikannya kepada orang lain, dan Fatima terus mendapatkan pekerjaan dari mulut ke mulut.

Akhirnya dia menarik perhatian Untamed Borders, biro perjalanan yang mengkhususkan diri dalam perjalanan ke daerah yang lebih sulit diakses.

Setelah bertemu Fatima dan berkeliling kota bersamanya, Tom merekomendasikan agar perusahaan mempekerjakannya. Dan mereka memang mempekerjakannya pada akhir 2020, begitulah wanita muda menjadi pemandu wisata profesional wanita pertama di negaranya secara otodidak.

"Memiliki pemandu wanita memberi tamu kami perspektif yang benar-benar baru," kata James Willcox, pendiri Untamed Borders.

"Selain mendapat informasi yang baik sebagai pemandu, Fatima memberi tamu kami wawasan pribadi tentang kehidupannya sebagai wanita Afghanistan dan gambaran luas mengenai negaranya," imbuh dia.

Karier baru Fatima menyebabkan gesekan dalam keluarganya yang masih tradisional dan ayah yang lebih konservatif. Namun, si ibu senang dengan pekerjaannya dan memberikan restu.

Fatima, Guide Perempuan Pertama dan Satu-satunya di Tanah Konflik AfghanistanFatima, guide perempuan pertama dan satu-satunya di tanah konflik Afghanistan (Foto: CNN)

Jadi pionir tidak pernah mudah

Fatima mengatakan bahwa banyak orang, termasuk beberapa anggota keluarganya sendiri, mengatakan terlalu berbahaya bagi seorang wanita untuk bekerja. Apa lagi pekerjaan itu berinteraksi dengan pria.

Dia mengatakan anak-anak telah melemparinya dengan batu saat dia membimbing turis melalui pasar lokal. Orang-orang meneriakkan kata-kata kotor padanya.

Menurut data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, hanya sekitar 19% wanita di Afghanistan yang bekerja di luar rumah.

"Sekitar 64% warga Afghanistan setuju bahwa perempuan harus diizinkan bekerja di luar rumah. Namun, mereka masih menghadapi banyak hambatan, termasuk pembatasan, pelecehan, diskriminasi dan kekerasan, serta rintangan praktis seperti kurangnya pengalaman kerja, keterampilan kerja dan pendidikan," jelas Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, UN Women.

Fatima mengatakan bahwa dukungan dari pimpinan dan orang-orang yang dia temui saat tur adalah yang membuatnya tetap termotivasi. Untuk menjaga keamanan dirinya, dia berpakaian sopan saat bekerja dan tidak pernah keluar bersama kelompok pada larut malam.

Industri pariwisata Afghanistan mencapai puncaknya pada tahun 1970-an yang relatif aman, dengan rata-rata 90.000 turis asing datang setiap tahun.

Datanya tidak jelas dan tidak konsisten, tetapi pada 2013 wakil menteri pariwisata negara itu mengatakan kepada New York Times bahwa jumlahnya mendekati 15-20.000 per tahun meski banyak negara melarang warganya untuk berkunjung.

Penghasilan Fatima mampu membantu menghidupi keluarganya, dan berarti dia mampu kuliah. Setelah lulus ujian masuk, Fatima mengatakan dia bisa mendaftar di Universitas Herat dan sekarang belajar jurnalisme.

Di samping itu, dia berkata bahwa dia mengajar bahasa Inggris kepada 41 gadis di sekolah pengungsi. Pendidikan, katanya, bukan hanya untuknya.

Fatima mengajari keponakan-keponakannya Bahasa Inggris. Ia bahkan mampu membantu membayar sebagian biaya sekolah dan perlengkapan mereka. Inilah perubahan generasi.

Dia bermimpi untuk bisa membuka sekolah untuk melatih pemandu wisata di dekat rumah. Ini akan terbuka untuk anak laki-laki dan perempuan.

Halaman 2 dari 2
(msl/ddn)

Hide Ads