Rogoh Kocek Rp 73 Juta, Pemuda Ini Munculkan Kampung Halaman di Peta Digital

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Rogoh Kocek Rp 73 Juta, Pemuda Ini Munculkan Kampung Halaman di Peta Digital

BBC - detikTravel
Jumat, 23 Apr 2021 15:31 WIB
Peta Zimbabwe
Foto: Getty Images/iStockphoto/MarkRubens
Harare -

Tawanda Kanhema risau saat tidak bisa menunjukkan lokasi kampung halamannya kepada teman-teman kampusnya di Amerika Serikat (AS). Dia menempuh berbagai upaya untuk memperkenalkan asalnya.

Kerisauan Tawanda itu muncul kala teman-temannya menanyakan di mana ibunya tinggal di negara asalnya, Zimbabwe. Ternyata, dia tidak bisa menemukan rumah keluarganya dan kampung halamannya di peta digital.

Tawanda, yang memang belajar fotografi, juga gagal menemukan tempat di sekitar kampung halamannya yang bahkan oleh orang lokal menjadi tempat favorit. Baik dicari di Google Street View ataupun aplikasi lain. Hasilnya, nol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Peta adalah sesuatu yang bukan hanya penunjuk jalan dari satu tempat ke tempat lain, namun sebagai bentuk cerita," kata Tawanda seperti dikutip BBC.

Kerisauan Tawanda berlipat ganda setelah dia memikirkan potensi bencana alam atau sebaliknya potensi cuan dari keindahan alam yang dimiliki oleh kampung halamannya. Atau sekadar mengirimkan barang.

ADVERTISEMENT

Tawanda pun bertekad untuk memasukkan kampung halamannya di peta digital. Tawanda menghabiskan uangnya senilai USD 5000 (Rp 73 juta) untuk membidik sejumlah tempat indah di Zimbabwe.

Ya, untuk mencantumkan satu tempat di peta digital, yang diperlukan adalah gambar satelit dan juga foto di lapangan.

"Yang paling sulit adalah mengambil foto Air Terjun Victoria di Sungai Zambesi," kata Tawanda.

Ia berjalan jauh dengan memasang kamera di ranselnya dan mengendara dengan mobil serta menggunakan drone.

"Kapal bot tak stabil, menerbangkan drone juga sulit, saat bergerak. Jadi alat mudah hilang," Tawanda membeberkan kesulitan untuk merekam daerahnya.

Sebagian besar proyek Tawanda dilakukan antara 2018 dan 2019. Ia bekerja sama dengan Google yang meminjamkannya kamera 360 untuk perjalanan dua minggu memetakan daerahnya.

Ia membidik setidaknya 480.000 foto dan sekarang tersedia di Google Street View dan Google Earth.

Namun proses menjadikan foto menjadi peta digital bukan pekerjaan mudah.

OpenStreetMap didirikan pada 2006 mengikuti model Wikipedia, sehingga siapapun bisa membuat, memperbarui dan mengedit peta.

Langkah pertama untuk membuat peta ini adalah dengan menyusun gambar-gambar satelit dan diubah menjadi peta.

Faktor kuncinya adalah penduduk setempat ikut membantu mengidentifikasi gedung-gedung dan tempat-tempat penting yang tak bisa diperkirakan dari gambar satelit.

Inilah yang dilakukan Tawanda di Zimbabwe saat ia bekerja sama dengan Google, walaupun proses raksasa internet itu berbeda dengan OpenStreetMap.

OpenStreetMap mengatakan tujuan mereka bukan komersial dan informasi dari penduduk setempat merupakan elemen penting. Informasi penting ini termasuk sumber air, saluran pembuangan, dan informasi tentang dokter-dokter di sekitar.

"Salah satu kekuatan OpenStreetMap adalah kita dapat menandai satu tempat dengan sejumlah nama, seperti nama lokal, nama resmi, nama terkait budaya dan sejarah, dengan berbagai ejaan dan dalam berbagai bahasa. Memadukan informasi lokal lebih akurat," kata Rebecca Firth dari badan amal OpenStreetMap.

Keinginan Tawanda memetakan perubahan iklim

Tawanda puas kini kampung halamannya masuk dalam peta digital. Dia senang menjadi bagian dari proses pemetaan. Ia bilang keberhasilan pemetaan itu tergantung pada partisipasi komunitas.

Ia mengatakan perjalanannya membuat peta membantunya memahami bagaimana berbagai komunitas yang tinggal berjauhan, memiliki banyak hal yang sama.

Ia mengatakan ingin menggunakan peta untuk menunjukkan perubahan iklim.

"Saya belajar banyak tentang bagaimana orang di tempat berbeda di dunia berupaya beradaptasi karena perubahan lingkungan. Saya harap saya dapat berbagi cerita dan foto tentang itu," kata Tawanda.

Foto-foto Tawanda disaksikan oleh 30 juta orang di seluruh dunia. Ia mengatakan karyanya membuatnya puas karena bisa terhubung dengan orang-orang di berbagai tempat.

"Tempat-tempat itu tak punya Street View sebelum saya mulai proyek ini. Jadi saya rasa foto-foto itu membantu orang untuk mengeksplorasi dunia, khususnya pada saat seperti sekarang dengan keterbatasan," kata dia.

Halaman 2 dari 2
(fem/fem)

Hide Ads