Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta menyatakan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat berimbas terhadap tingkat hunian atau okupansi kamar hotel. Jumlahnya turun drastis.
PHRI mencatat tingkat hunian hotel anjlok menjadi 10 persen saat PPKM Darurat selama dua pekan terakhir.
"Penurunannya jauh dari 25-40 persen, sekarang tinggal 10 persen okupansi terutama di hotel-hotel nonbintang dan hotel-hotel kecil," kata Ketua PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono, Rabu (21/7), dikutip dari Antara.
Menurut Sutrisno hanya sebagian kecil hotel yang masih mendapatkan okupansi tinggi. Itupun karena hotel-hotel tersebut menjadi tempat penginapan tenaga kesehatan yang bertugas di masa pandemi Covid-19 dan menjadi hotel karantina, tempat isolasi mandiri untuk orang tanpa gejala (OTG).
Jumlah hotel yang masuk daftar hotel karantina tidak banyak. Dari sekitar 950 hotel di Jakarta, hanya 20 hotel yang ikut dalam program tersebut.
"Mereka (hotel-hotel) mungkin tetap mendapatkan tamu, tetapi sebagian besar hotel di Jakarta tidak ikut program itu (tempat penginapan nakes dan isolasi mandiri)," ujar Sutrisno.
Untuk mengatasi minimnya tingkat okupansi hotel saat PPKM Darurat, PHRI merekomendasikan langkah jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam jangka pendek, Sutrisno berharap pemerintah memberikan kelonggaran untuk sektor perhotelan. Sebabnya, pelaku bisnis haruw melakukan efisiensi biaya karena jumlah tamu hotel yang menurun.
Adapun langkah dalam jangka panjang, Sutrisno meminta industri perhotelan beradaptasi dengan intelijensi artifisial, menyiapkan paket-paket staycation keluarga, hingga mengedepankan aspek kesehatan untuk menjadi nilai jual.
Sutrisno mengatakan sektor perhotelan diproyeksi baru bakal mengalami pemulihan pada 2023. Dia meminta pelaku bisnis perhotelan berinovasi dengan teknologi yang ada agar siap menghadapi masa setelah pandemi Covid-19.
Simak Video "Video: Pramono soal Hotel Harus Bernuansa Betawi 2 Bulan dalam Setahun"
(fem/fem)