Keputusan pemerintah yang akan melonggarkan PPKM saat angka sebaran COVID-19 turun membuka harapan baru bagi pelaku wisata. Salah satunya Desa Wisata (DW) Jamu Kiringan di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang bisa menjadi tujuan wisata alternatif selepas PPKM.
Desa Wisata yang terkenal sebagai sentra industri jamu tradisional ini terletak di Kapanewon, Jetis, Bantul. Saat berkunjung ke DW Kiringan, Anda akan disambut dengan hamparan persawahan yang hijau di kanan-kiri jalan.
Di jalan masuk desa ini, wisatawan juga bisa menemukan 'cafe' terbuka yang menyuguhkan sajian jamu tradisional sekaligus spot foto dengan latar persawahan. Selain itu, wisatawan juga bisa bertemu dengan ibu-ibu yang berjajar menjajakan jamu di dekat jembatan kampung, terutama di akhir pekan. Jalur ini dikenal sebagai salah satu lokasi yang biasa dilewati para 'Goweser'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak perlu bingung mencari lokasi desa ini sebab ada penanda sentra wisata jamu Kiringan yang bisa ditemui sesampainya di sudut desa. Penanda ini berupa sebuah patung perempuan bercaping menggendong bakul.
"Kami memang menjadikan jamu gendong sebagai daya tarik wisata utama. Jadi suguhan pertama kepada wisatawan yang datang, ya pasti jamu. Istilahnya welcome drink gitu lah," kata Ketua DW Jamu Kiringan, Sutrisno dalam keterangan tertulis, Minggu (25/7/2021).
Sutrisno mengungkap pengelola desa wisata akan memberi penjelasan tentang sejarah kampung jamu Kiringan dan keragaman aktivitas wisata untuk menyambut para wisatawan. Untuk berwisata di tempat ini, wisatawan akan dikenakan harga Rp 50.000 per orang. Satu paket wisata dengan banderol harga tersebut sudah termasuk pinjaman sepeda ontel hingga praktik pembuatan jamu, lho!
Sutrisno menjelaskan sepeda ontel merupakan fasilitas yang diberikan pihaknya pada wisatawan untuk berkeliling kampung menikmati suasana pedesaan dan persawahan. Dalam paket wisata ini, wisatawan juga bakal diajak ke kebun untuk melihat budi daya tanaman toga (bahan pembuat jamu).
![]() |
Di kebun ini, lanjutnya, wisatawan akan menerima penjelasan soal khasiat masing-masing tanaman. Selain itu, ada pula praktik budi daya tanaman toga seperti jahe, kunyit, temulawak dan lainnya yang bisa didapatkan para wisatawan.
Saat berkeliling kampung, wisatawan juga akan diajak melihat langsung aktivitas pembuatan jamu tradisional di rumah-rumah warga. Usai menjelajahi area perkampungan, Sutrisno menyampaikan para wisatawan akan dipandu dalam praktik pembuatan jamu. Mulai dari proses memilih bahan, mengupas dan menggiling rempah dengan Pipisan (batu landasan) dan Gandik (batu penggiling), memeras, hingga mencicipi jamu buatan sendiri.
"Dulu sebelum pandemi justru banyak wisatawan dari mancanegara seperti Jepang dan Belanda. Ada juga rombongan-rombongan pelajar luar daerah. Usai PPKM ini kami siap menerima wisatawan tentu dengan protokol kesehatan. Untuk itu kita sudah siapkan sarana cuci tangan di beberapa titik," ungkapnya.
Selanjutnya: Populer karena jamu
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025