Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah ini menggambarkan kondisi industri perhotelan yang saat ini kehilangan tamu tapi masih dibebani sejumlah biaya yang harus mereka bayarkan.
Wakil Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA), Wita Junifah, menyampaikan tingkat okupansi hotel di Jakarta. Ia merujuk pada data dari Smith Travel Research (STR) yang menunjukkan bahwa tingkat keterisian hotel level upper scale lebih buruk daripada mid scale.
"Upper scale itu bintang 5 ke atas, okupansinya 17%. Industri perhotelan harusnya 35%. Mid scale rata-rata juga 35%," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wita juga menjelaskan, sebelum diberlakukan PPKM Level 4, okupansi hotel mid scale di Jakarta masih di angka 49%. Tapi jumlahnya turun sampai 30% sejak adanya berbagai pembatasan.
"Beberapa hotel masih beruntung. Dia bisa mendapatkan nakes, dia berinovasi dengan OTG, dia ikut menjadi repatriasi akomodasi. Tapi banyak juga yang tidak seberuntung itu. Itulah yang tingkat huniannya sampai di bawah 20%," ujar Wita.
Untuk hotel yang sudah berinovasi dengan menjadikan kamarnya sebagai tempat tinggal tenaga kesehatan pun, tak selamanya berbuah manis. Wita mengungkapkan sampai hari ini pemerintah belum membayar uang sewa hotel yang dijanjikan.
"Kita berinovasi dengan nakes tapi 7 bulan nggak dibayar. Yang (membayar) nakes ada dua, ada dari Kemenparekraf dan Disparekraf. Yang Kemenparekraf tidak ada masalah, itu betul. Yang ada masalah dari Disparekraf," dia memaparkan.
Sebelumnya, Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, juga sempat menyinggung hal ini. Kala itu, ia menyebut angka Rp 140 miliar yang belum dibayarkan pemerintah.
"Menurut laporan dari teman-teman itu Rp 140 miliar ya bagi sejumlah hotel, ini mulai Februari sampai Juli 2021. Ini mohon agar ini segera dicairkan, karena itu kan megap-megap sekali cashflow-nya," ujarnya dalam webinar, Senin (5/7).
Tak cuma sampai di situ, hotel yang kini menjadi tempat repatriasi juga tak lepas dari masalah. Wita menyampaikan, saat ini biaya operasional untuk membayar nakes dan personil TNI yang berjaga di hotel repatriasi, dibebankan kepada hotel. Ini karena BNPB tak lagi menanggung biaya tersebut.
Dengan kondisi ini, hotel sangat memerlukan cashflow. Sayangnya, bantuan dana hibah yang tadinya akan diberikan untuk sektor pariwisata tidak disetujui Kementerian Keuangan.
"Kita tadinya mau mendorong dana hibah pariwisata. Ternyata tidak disetujui karena tidak tepat sasaran dan tidak tepat manfaat. Jadi kita lagi ubah menjadi Bantuan Pemerintah untuk Usaha Pariwisata," kata Menparekraf Sandiaga Uno.
Di samping itu, Sandiaga juga menyampaikan beberapa hotel di daerah juga dapat meminta keringanan terkait pembayaran pajak atau bantuan cahsflow ke pemerintah daerah masing-masing. Sandiaga menyebut, ada Rp 187 triliun dana mengendap yang bisa dimanfaatkan.
"Sebetulnya daerah itu ada Rp 187 triliun yang justru mengendap di Bank Pembangunan Daerah karena untuk penanganan COVID, dan lain-lain. Sebetulnya secara likuiditas, daerah memiliki likuiditas," kata dia.
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan