Perburuan lumba-lumba di Kepulauan Faroe disorot dunia. Sebab, 1.400 ekor lebih lumba-lumba mati dalam sehari akibat tradisi itu.
Dengan jumlah itu, perburuan lumba-lumba bersisi putih (white-sided dolphin atau Leucopleurus acutus) yang berujung kematian tersebut memecahkan rekor tangkapan sepanjang massa.
Ahli biologi kelautan dari Kepulauan Faroe, Bjarni Mikkelsen, mengatakan jumlah lumba-lumba yang dibunuh akhir pekan lalu tersebut adalah rekor terbesar dalam satu hari di Kepulauan Faroe, yang merupakan wilayah otonomi Denmark. Dia mengatakan rekor sebelumnya adalah 1.200 pada tahun 1940.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tangkapan terbesar berikutnya adalah 900 pada tahun 1879, lalu 856 lumba-lumba pada tahun 1873, dan 854 ekor pada tahun 1938, kata Mikkelsen. Ketua Asosiasi Pemburu Ikan Paus Faroese, Olavur Sjurdarberg, mengakui bahwa pembunuhan itu berlebihan.
Biasanya, jumlah lumba-lumba yang ditangkap cuma puluhan. Sebagai gambaran, 35 ekor lumba-lumba pada tahun 2020 dan 10 ekor pada tahun 2019 dalam tradisi itu. Pemerintah Faroe mengatakan rata-rata sekitar 600 paus pilot ditangkap setiap tahun.
"Itu adalah kesalahan besar," kata Sjurdarberg, yang tidak ikut berburu.
Meski begitu, menurut Sjurdarberg, penangkapan itu disetujui oleh otoritas setempat dan tidak ada hukum yang dilanggar. Perburuan semacam itu diatur di Kepulauan Faroe, merupakan bentuk non-komersial dan diorganisir pada tingkat komunitas, seringkali secara spontan ketika seseorang melihat sekumpulan mamalia laut.
Untuk ambil bagian dalam perburuan, pemburu harus memiliki sertifikat pelatihan resmi yang membuat mereka memenuhi syarat untuk membunuh hewan.
Kendati diizinkan, namun membunuh lumba-lumba sisi putih adalah tindakan "legal tapi tidak populer", kata Sjurdur Skaale, anggota parlemen Denmark untuk Kepulauan Faroe.
Perburuan melibatkan tombak yang dirancang khusus, yang digunakan untuk memotong sumsum tulang belakang paus atau lumba-lumba sebelum lehernya dipotong. Dengan menggunakan metode ini, dibutuhkan "kurang dari satu detik untuk membunuh seekor paus".
Halaman berikutnya >>> Tradisi di Kepulauan Faroe
Perburuan lumba-lumba itu merupakan tradisi selama ratusan tahun di Kepulauan Faroe yang terpencil. Perburuan mamalia laut itu dinamai grind atau Grindadrap dalam bahasa Faroe.
Perburuan kali ini dilakukan di Pantai Skalabotnur di Eysturoy Di sana pula lumba-lumba dibantai. Setelahnya, tubuh lumba-lumba itu ditarik ke darat dan dibagikan kepada penduduk setempat untuk dikonsumsi.
Dari rekaman perburuan, lumba-lumba terlihat meronta-ronta di perairan dangkal yang memerah karena darah saat ratusan orang menonton dari pantai.
Kelompok pendukung penangkapan mamalia laut menyebut perburuan paus adalah cara berkelanjutan untuk mengumpulkan makanan dari alam dan bagian penting dari identitas budaya Faroe.
Di sisi lain, aktivis hak-hak hewan telah lama tidak setuju, menganggap pembantaian itu kejam dan tidak perlu. Apalagi, dengan jumlah buruan yang mencapai ribuan.
Survei menunjukkan bahwa kebanyakan orang menentang pembantaian massal lumba-lumba di Kepulauan Faroe. Pada Minggu (12/9), reaksi nasional adalah "kebingungan dan keterkejutan karena jumlah yang luar biasa besar", kata Trondur Olsen, seorang jurnalis untuk penyiar publik Faroe Kringvarp Foroya.
"Kami melakukan jajak pendapat singkat kemarin menanyakan apakah kami harus terus membunuh lumba-lumba ini. Lebih dari 50% mengatakan tidak, dan lebih dari 30% mengatakan ya," katanya.
Sebaliknya, katanya, jajak pendapat terpisah menunjukkan bahwa 80% mengatakan mereka ingin melanjutkan pembunuhan paus pilot.
(fem/wsw)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!