Dahulu, goyang Karawang kerap dikonotasikan dengan hal erotis. Namun, kini generasi muda hadir untuk membawa angin perubahan.
Setelah mewawancarai penari ronggeng generasi lama Mak Itoh, detikTravel juga bertanya perihal istilah goyang Karawang pada generasi muda Karawang kini. Kami pun mendatangi sanggar Mahasiwa Junior Studio, salah satu yang aktif melestarikan budaya seni tari di Kabupaten Karawang.
Bertempat di studio yang tergabung dengan kolam renang dan lapangan futsal, kami disambut oleh Nurmaulinawati selaku sang pemilik sanggar. Nur pribadi termasuk ke dalam penari generasi muda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diceritakan olehnya, Nur mulai belajar menari sejak duduk di bangku sekolah dasar. Walau kini tengah mengandung, ia tetap mendedikasikan diri pada seni budaya dari tanah kelahirannya itu.
"Kalau saya belajar nari sejak 3 SD. Mulai dari ikut sanggar kemudian ikut-ikut lomba dan Alhamdullilah ikut kejuaraan, ingin ikut memajukan budaya nasional agar anak zaman sekarang suka," ujar Nur.
![]() |
Nur pribadi membuka sanggar seni sejak tahun 2014 lalu dan masih lanjut hingga saat ini. Total, kini ada 30-an murid yang belajar di sanggarnya.
"Sebenarnya banyak minat anak-anak Karawang yang ingin melestarikan budaya bangsa, terlebih tari tradisional. Ini lebih langka dan jarang diminati gitu," pungkasnya.
Baca juga: Bukan Karawang Namanya Kalau Tanpa Goyang |
Sebagai penari yang ikut mempopulerkan istilah goyang Karawang, Nur juga mengetahui perihal stigma negatif yang populer di kalangan publik luar Karawang. Bedanya, Nur adalah penari jaipong generasi kini dan bukan penari ronggeng.
"Pada dasarnya Jaipong itu tak semua berunsur negatif. Mungkin erotis ada goyangnya, tapi Jaipong itu tak semua harus berpatokan pada negatif," ujar Nur.
Selanjutnya: Generasi muda yang membawa perubahan di goyang Karawang
Tak hanya kesan erotis, goyang Karawang juga erat dengan nuansa mistis. Hal itu tak lepas dari popularitas film arwah goyang Karawang yang sempat tayang di bioskop.
Sebagai generasi muda, tugas Nur adalah menghilangkan stigma negatif itu dan mengemasnya kembali di pentas nasional hingga internasional.
"Dulu Jaipong lebih ke mistis ya [mungkin], tapi sekarang seiring berkembangnya zaman lebih berkembang lagi. Perkembangannya ada campuran musik etnik, kontemporernya juga. Sekarang jaipong jadi jaipong kreasi," ujarnya.
Tak hanya Nur, sang adik Risma Mulinawati yang mewakili penari generasi muda juga ikut meneruskan jejak langkah kakaknya. Ikut bergabung di sanggar yang sama, Risma berkeinginan untuk ikut mempopulerkan goyang Karawang lewat tari jaipong.
"Karena saya hobi menari, ingin melestarikan budaya bangsa. Saya terinspirasi dari kakak saya sarjana seni tari. Mudah-mudahan saya bisa ikut sukses seperti kakak saya," ucap Risma dengan semangat.
Seperti kakaknya, Risma juga mulai menari sejak duduk di kelas 3 bangku sekolah dasar. Dengan menari, ia ingin mengajak semua teman-temannya untuk ikut mempopulerkan seni budaya
"Saya ingin mengajak teman-teman dan adik saya untuk menari bersama saya untuk melestarikan budaya bangsa," ajak Risma.
Apa yang dijalani oleh Nur dan Risma dewasa ini memang begitu berbeda dengan para pendahulunya yang menari untuk bertahan hidup. Hanya layaknya setiap kisah perjuangan, masing-masing memiliki caranya sendiri untuk bertahan dan melangkah maju.
(rdy/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!