Sertifikasi CHSE (Clean, Health, Safety and Environment) jadi jurus Pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan. Namun, kerap disebut gimmick.
Di tengah kondisi pandemi, Pemerintah melalui Kemenparekraf mempopulerkan istilah CHSE untuk para pelaku wisata hotel dan restoran. Tujuan awalnya adalah memastikan kalau pelaku pariwisata menerapkan standar kebersihan, sekaligus meyakinkan wisatawan untuk berwisata lagi.
Hanya sebagai sektor yang paling terdampak, pelaku perhotelan mengaku merasa dirugikan. Pasalnya hingga saat ini, banyak pengelola hotel dan restoran yang masih 'babak belur' karena sepi pengunjung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diperburuk dengan wacana Pemerintah yang ingin mewajibkan sertifikasi CHSE bagi pelaku perhotelan dan restoran. Apalagi jika nantinya akan dilakukan mandiri.
"Bahwa memang biaya-biaya ini tak pernah muncul ke permukaan, proses mendapatkan sertifikasi CHSE yang pertama walau telah dibiayai sertifikasinya gratis, tapi dalam proses mendapatkan itu semua kita harus melengkapi fasilitas-fasilitas itu yang berbiaya," ujar perwakilan BPD PHRI DKI Jakarta, Priyanto dalam sebuah acara diskusi daring, Senin (27/9/2021).
Menurut pihak PHRI, biaya yang menyertai penerapan sertifikasi bisa mencapai Rp 10-15 juta. Biaya itu mencakup perihal pengadaan wastafel, hand sanitizer, signage COVID-19 dan lainnya.
Pihak pengelola hotel pun harus menanggung biaya yang tak sedikit, sementara kondisi okupansi hotel disebut masih berada di antara 10-30% saja.
"Inilah biaya-biaya yang tak terlihat, tapi memberatkan kita semua pelaku usaha. Kita berharap jangan sampai kita jadi objek usaha-usaha lain yang modal checklist stempel. Dalam konteks kita harus membayar ke pihak ketiga, jadi beban usaha kita sebagai negative sum games," tambah Priyanto.
Selain menambah biaya, Ketua BPD (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono juga menyebut kalau sertifikasi CHSE tak banyak berdampak.
"Dampaknya tak signifikan karena masih bersifat gimmick 'I Do Care.' Memang dampak peningkatan pada tamu masih belum nyata, jadi hampir sama saja laporan dari teman-teman di DKI Jakarta dan daerah," pungkas Sutrisno.
Dalam pelaksanaannya, Sutrisno ingin agar semua pihak dapat bersinergi di tengah pandemi. Bukan hanya untuk kepentingan kolektif.
"Kalau (sertifikasi CHSE) diwajibkan untuk hotel non bintang ya nggak bisa lah, nggak ada izin tutup mereka. Itu penting, tapi di situasi yang nggak pas diterapkan sekarang dan jangan negative sum games. Itu ada pihak yang dapat keuntungan komersil dan ada pihak yang menanggung," tutupnya.
(rdy/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum