Pemerintah terus mengerahkan berbagai upaya dalam memulihkan perekonomian Indonesia, salah satunya melalui reaktivasi sektor pariwisata. Adapun hal ini akan dilakukan secara bertahap di berbagai destinasi wisata di Tanah Air, termasuk di Bali.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pun telah menggelar rapat terbatas bersama beberapa stakeholder pariwisata Bali, Jumat (24/9). Dalam hal ini, SUN, yakni Sanur, Ubud, dan Nusa Dua sudah disiapkan sebagai pilot project untuk menerima wisatawan mancanegara ke Pulau Dewata.
"SUN ini masuk sebagai destinasi green zone untuk di Bali. Dan ini yang akan kita coba persiapkan termasuk mendorong CHSE dan PeduliLindungi yang terus kita tingkatkan," kata Sandiaga dikutip dari situs resmi Kemenparekraf.
Meski demikian, Sandi mengatakan pihaknya akan terus memantau terkait penanganan COVID-19 di daerah wisata tersebut. Adapun masyarakat dapat ikut memantau kesiapan melalui akun Instagram @pesonaid_travel untuk mengetahui informasi lengkap tentang destinasi wisata #DiIndonesiaAja. Yuk, ikuti juga PUKIS (Pesona Punya Kuis) untuk dapatkan ragam hadiah menarik. Adapun kuis ini dapat diikuti dengan follow akun Instagram Pesona Indonesia, like posting-an PUKIS terbaru, jawab pertanyaan, dan mention 3 teman kamu di kolom komentar.
"Kita terus pantau, dan ada beberapa negara yang target potensial dan ini nanti juga yang akan kita bahas pada 30 September 2021, lantaran harus kita sesuaikan terkait penanganan COVID-19 di originasi wisatawan tersebut dan varian-varian baru yang terus kita pantau secara ketat. Kita ingin pariwisata yang berbasis alam dan budaya, pariwisata yang berkelanjutan akan menjadi tren terbaru pariwisata Indonesia pascapandemi," imbuhnya.
Mulai dibukanya kembali pariwisata di Indonesia pun mendapat respons positif dari para pelaku wisata di Bali, salah satunya owner Leke Leke Waterfall, I Nyoman Sukania. Ia mengaku siap menyambut rencana open border yang tengah dipersiapkan pemerintah. Sebab, sejak pembatasan masuknya turis asing ke Indonesia, Leke Leke mengalami penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang sangat signifikan. Padahal, Leke Leke dulunya merupakan salah satu wisata andalan para turis mancanegara, khususnya Eropa.
Leke Leke Antusias Sambut Kembali Wisatawan Asing
Air Terjun Leke Leke memang menjadi salah satu surganya wisata alam di Pulau Dewata. Terletak di Desa Mekarsari, Kecamatan Baturiti, Tabanan, Leke Leke menawarkan keindahan air terjun yang dikelilingi pepohonan asri. Sesuai namanya, Leke Leke berada tersembunyi di tengah hutan. Tak heran banyak yang menyebutnya sebagai salah satu hidden gem di Bali.
"Leke Leke itu bahasa Bali sebenarnya, kalau di bahasa Indonesia itu sesuatu yang sulit dijangkau. Sebelum ada Leke Leke itu dusun kami tidak dikenal sama sekali, terpencil. Dan jalannya pun kayak sungai. Semenjak ada Leke Leke, sekarang listrik masuk, air masuk dan sekarang aksesnya sudah lumayan bagus," ujar Nyoman kepada detikcom.
Sejak tahun 2014, pria yang akrab disapa Pak Man ini pun menjelaskan dirinya mulai merintis Leke Leke selama 3 tahun. Di tahun 2017, Leke Leke pun resmi diluncurkan hingga akhirnya populer di kalangan turis.
"Kalau kami merintisnya tahun 2014. Selama 3 tahun kami merintis, di tahun 2017 kami baru launching, itu juga masih soft opening. Nah, 2018 sudah mulai ada kehidupan, 2019 sudah mulai booming dan di atas target," katanya.
Keindahan yang ditawarkan Leke Leke memang banyak menghipnotis wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara. Bahkan, Pak Man mengaku setiap harinya Leke Leke bisa dikunjungi hingga 200 wisatawan. Namun, mewabahnya pandemi terpaksa membuat wisata Leke Leke tutup.
"Bulan Februari 2020, akhirnya collapse lagi karena pandemi. Sebelum pandemi pengunjung di Leke Leke bisa 200 orang per hari. Kami tutup tanggal 20 Maret 2020 kalau nggak salah sampai sekitar Agustus. Lalu, ada pelonggaran dan pelatihan CHSE, baru kami buka dengan protokol kesehatan. Waktu itu Agustus mulai ada tamu, tapi yang memang sudah ada di Bali. Ada 2-3 orang," ungkapnya.
Meski terhimpit pandemi, Pak Man mengaku ini tak membuat dirinya putus asa. Menariknya, pandemi justru menjadi momen bagi Pak Man untuk mengembangkan wisata baru di dekat Air Terjun Leke-Leke, yakni Selosa atau Campuhan Waterfall.
"Kalau yang Leke Leke Waterfall memang lebih ke pasar Eropa. Namun, setelah pandemi, kami lebih melihat pasar domestik. September 2020, saya buka lagi yang untuk pasar domestik kami namakan Selosa, atau Campuhan Waterfall. Itu di sebelah Leke Leke juga, ada air terjun yang tidak pernah dikelola dari dulu akhirnya kami yang mengelola. Itu (tiket) masuk ke Selosa Rp 20 ribu," katanya.
Tak hanya itu, pandemi juga dimanfaatkan Pak Man untuk membenahi berbagai hal di Leke Leke, mulai dari protokol kesehatan hingga akses jalan. Seluruh persiapan ini pun membuat Pak Man mengaku siap untuk menyambut kembali para wisatawan asing jika border kembali dibuka.
"Kalau persiapan itu jujur kami sepanjang pandemi ini kami terus berbenah. Kami tidak pernah diam satu hari dalam memperbaiki wisata, antara lain lintasan kami perbaiki, tempat strategis kami tata dengan taman. Artinya, meski kami shock dengan keadaan ini, kami diberi kesempatan untuk berbenah diri. Kalau ramai kita nggak mungkin kita berbenah dan membangun," katanya.
"Kemudian setelah ada sertifikasi CHSE dan pembinaan dari pemerintah, kami betul-betul siap. Dari pintu masuk, sampai ke tujuan wisata, dan balik, kami siap. Kalau hari ini (pariwisata) dibuka, kami siap," sambungnya.
Pengusaha Vila Siap Kolaborasi dengan Pemerintah Sambut Open Border
Selain wisata di Bali, kesiapan menyambut pembukaan kembali pariwisata juga ditunjukkan resort hingga vila di Bali, termasuk Villa Kayu Raja. Berlokasi di Seminyak, Kuta, Villa Kayu Raja menawarkan sensasi menginap di Bali dengan berbagai fasilitas mewah mulai dari private pool, breakfast by the pool, hingga romantic dinner. Tak heran vila ini menjadi salah satu tempat andalan menginap saat berlibur di Bali, termasuk bagi wisatawan asing.
Meski menjadi salah satu vila terfavorit wisatawan, sayangnya pandemi membuat jumlah pengunjung turun secara signifikan. Tak hanya Villa Kayu Raja, penurunan ini juga terjadi di berbagai vila di Bali.
"Dampaknya sangat signifikan, bisnis dalam aspek occupancy rate tiarap sampai 95%. Kalau ada tamu ini pun domestik, yang room rate-nya pun terjun bebas kayak roller coaster sampai 80% dari harga normal. Pemeliharaan properti pun sangat turun drastis karena faktor labor cost yang tidak bisa kita tanggulangi dan energy cost dan lainnya, yang tentu kalau tidak ada bisnis tidak bisa kita tanggulangi," ujar General Manager Villa Kayu Raja, Gede Sukarta.
Untuk meningkatkan minat wisatawan untuk berlibur di Bali, Ketua Asosiasi Vila Bali ini mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai strategi. Salah satunya dengan penerapan protokol kesehatan. Namun, dalam hal ini tetap diperlukan kebijakan dari pemerintah untuk menggenjot peningkatan vaksinasi dan kerja sama ke negara yang sudah berhasil dalam menangani pandemi COVID-19.
"Pemerintah harus bantu dalam pemasaran dan melakukan marketing communication dengan cara mengadakan public relation ke semua kedubes negara sahabat. Dan di samping itu, tentu perlu bantu sektor industri/pelaku usaha untuk menjamin penerapan prokes CHSE dengan baik benar dan disiplin, serta bantu industri untuk soft loan ketika reaktivasi properti," katanya.
Sementara soal rencana reaktivasi, Gede menyebut pihaknya sudah siap berkolaborasi dengan pemerintah dan stakeholder.
"Kita dari sektor swasta/industri tentu sudah siap berkolaborasi dan berharap pemerintah jangan menutup mata dari tantangan pihak swasta ketika reaktivasi. (Karena) secara umum pengelola atau owner pasti belum sepenuhnya siap karena aspek produknya belum terpelihara mengingat sudah lama ditutup. Namun, kalau sudah pasti akan dibuka border internasional, secara umum dalam hal pengelolaan dan pelatihan dalam menyiapkan pelayanan kita sih sangat siap. Namun, perlu dibantu sedikit dengan kebijakan yang ringan ketika ada pinjaman yang murah dan terbaik," pungkasnya.
Itulah berbagai kisah para pelaku wisata di Bali jelang rencana reaktivasi. Upaya dan persiapan mereka dalam menyambut reaktivasi tentunya perlu didorong oleh seluruh pihak, termasuk masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan 6M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas, serta menghindari makan bersama). Segera juga lakukan vaksinasi di fasilitas kesehatan atau sentra vaksinasi terdekat agar herd immunity segera tercapai.
(akd/ddn)