Rumor Jakarta akan tenggelam bukan hanya isapan jempol belaka. Ada beberapa faktor penyebab dan penjelasan dari fenomena ini. Tapi jangan panik dulu ya!
Beberapa waktu lalu, dalam website NASA disebutkan jika kota-kota pesisir di dunia menghadapi resiko banjir yang semakin besar. Salah satunya adalah Jakarta. Ditambah lagi dengan pernyataan Joe Biden saat mengunjungi Kantor Direktur Intelijen Nasional. Menurutnya, jika apa yang diproyeksikan benar, maka dalam 10 tahun ke depan Indonesia harus memindahkan ibu kota karena akan tenggelam.
Walau isu ini telah ada sejak lama, namun dengan ditekan lebih oleh NASA dan Presiden AS, isu Jakarta akan tenggelam ini kembali mencuat dan langsung mencuri perhatian. Apa yang menyebabkan Jakarta bisa tenggelam ini?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam diskusi bersama BRIN dengan tema 'Prof Talk: Benarkah Jakarta dan Pantura Akan Tenggelam', Rabu (6/10/2021) disinggunglah hal yang menyebabkan Jakarta tenggelam dan solusinya. Salah satu pembicaranya adalah Profesor Riset bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan.
"Proyeksi tenggelamnya Jakarta dan beberapa kota pesisir di sepanjang Pantura terjadi akibat tiga faktor utama, yakni tingginya permukaan air laut, penurunan laju muka tanah (land subsidence), dan kondisi lokal setempat. Jakarta dari dulu memiliki banyak rawa dan sejak zaman Belanda telah menjadi lokasi penampung air," ungkap Eddy.
Eddy berpendapat, proyeksi difokuskan ke hasil analisis gabungan antara dampak perubahan iklim global dan laju land subsidence yang cukup pesat saat ini. Menurutnya, hasil analisis data satelit terkini menunjukkan bahwa kawasan pesisir Pantura mengalami penurunan muka tanah paling tajam.
"Dua proyeksi inilah yang diduga kuat akan mempercepat tenggelamnya kota-kota pesisir di Pantura, termasuk Jakarta di masa mendatang. Kondisi geologi daerah pesisir dengan tanah yang lembut secara alamiah membuat tanah terus turun. Tetapi dengan adanya kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim, penggunaan air tanah, serta didirikannya gedung-gedung megah dan mewah di sepanjang Pantura ternyata semakin memperparah turunnya permukaan tanah," urainya.
"Perlu adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut. Kondisi ini ternyata berbeda dengan kawasan selatan Jawa yang struktur geologinya cenderung berbukit," saran Eddy.
Eddy mengatakan bahwa prediksi Joe Biden yang menyebutkan 10 tahun lagi Jakarta akan tenggelam, bisa jadi benar, namun bisa jadi salah. Karena isu Jakarta akan tenggelam itu sudah ada sejak lama.
"Sebenarnya ini bukan pertama kali muncul ya, karena saya amati di berbagai media 2018, 2019, 2020 bahkan jauh sebelum 2008 itu sudah mendengar isu seperti ini. Adapun prediksi saya menggunakan berbagai sudut pandang ilmiah, jika basis penyebab tenggelamnya kenaikan permukaan air laut itu bukanlah hal yang serius. Bagaimana dengan Jakarta? Dari tahun 2005 sudah terlihat dan bisa diprediksi pada tahun 2050 Jakarta akan terendam baru 25 persen dan tidak sampai ke Monas. Tidak separah yang digambarkan dimana Monas akan tenggelam,"kata Eddy.
Bahaya lain yang mengancam Pantura
Eddy menambahkan bahwa bahaya utama yang mengancam kawasan Pantura adalah penurunan permukaan tanah atau land subsidece.
"Namun jika dilihat dari pengaruh penurunan muka tanah, dimana kondisi tanah lunak sepanjang jalur Pantura mempunyai efek bagi kota-kota besar. Untuk DKI terjadi penurunan 0,1-8 cm per tahun. Cirebon 0,3-4 cm, Pekalongan 2,1- 11 cm. Semarang 0.9-6 cm, dan Surabaya 0.3-4,3 cm. Adapun proyeksi yang terjadi 10 tahun mendatang, Pekalongan menjadi rangking pertama dengan penurunan 1 meter lebih," ujarnya.
"Ternyata tidak hanya Pantura saja yang mengalami ancaman tersebut. Kawasan timur Sumatera pun demikian, kawasan selatan di Kalimantan juga memiliki tanah lunak. Maka dari itu, kita harus membuat dua kombinasi antara impas kenaikan permukaan laut dengan penurunan permukaan. Semakin tinggi kenaikan permukaan air laut dan semakin besar terjadinya penurunan permukaan tanah, dampaknya pun semakin besar dan luas," paapr Eddy.
"Ke depannya perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan yang lebih nyata. Pembuatan Tanggul Raksasa sepertinya belum cukup, namun harus diimbangi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan harus segera mungkin dilakukan. Akan lebih efektif, jika upaya ini dilaksanakan oleh berbagai elemen masyarakat, tanpa pengecualian," tegas Eddy.
Jadi, benarkah Jakarta akan tenggelam tahun 2030 atau 2050?
"Jika basis utama hanya menggunakan parameter naiknya laju permukaan air laut atau laju kenaikan rob semata yang memang relatif kecil setiap tahun (3 mm per tahun) maka peluang Jakarta terancam tenggelam kecil. Bahaya utama yang mengancam Pantura itu adalah penurunan permukaan tanah. Sayangnya kita belum mampu memprediksi, membuat skenario, atau membuat laju penurunan subsidence hingga tahun 2050," kata Eddy.
(sym/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan