Pendakian Everest Kian Berbahaya dan Mematikan Gegara Hal Ini

CNNIndonesia - detikTravel
Sabtu, 06 Nov 2021 18:15 WIB
Gunung Everest kian berbahaya untuk didaki Foto: Getty Images
Kathmandu -

Dari kejauhan, Gunung Everest nampak seperti tumpukan kue Putri Salju dalam toples: menjulang dan berselimut putih. Tapi saat semakin didekati, tak seorang pun bisa mengelak fakta, bahwa gunung setinggi 8.849 meter ini merupakan gunung tertinggi di dunia.

Selain fakta-fakta soal kemegahan dan ketinggiannya, jangan lupakan juga faktor-faktor bahaya yang meliputi pendakian Gunung Everest.

Sejak pendakian tim Inggris pada tahun 1921, sebanyak 310 pendaki telah tewas di Gunung Everest, termasuk sherpa, warga lokal yang menjadi porter, ranger, dan pemandu pendakian.

Mengutip Alanarnette, seperti dilansir dari CNNIndonesia.com, sejak tahun 1953, tercatat hanya tiga tahun "atap dunia" ini tak memakan korban, yakni pada tahun 1965, 1971, dan 1985.

Sebagian besar kematian disebabkan oleh faktor kehabisan oksigen saat pendakian. Tak hanya saat menuju puncak, banyak pendaki yang juga tewas dalam perjalanan turun. Kelelahan yang luar biasa membuat diri ceroboh dan mengundang celaka.

Catatan kematian


Dalam 100 tahun sejarah pendakian Gunung Everest, tercatat ada lima momen kecelakaan paling tragis yang terjadi di sana.

Pertama, pada tahun 1970, saat enam sherpa tewas dalam longsor gletser di area Khumbu Icefall. Kedua, pada tahun 1974, enam orang pendaki asal Prancis tewas juga dalam longsor salju di area West Ridge Direct.

Ketiga, pada tahun 1996, saat 12 orang tewas dalam badai salju. Keempat, pada tahun 2014, sebanyak 16 sherpa tewas dalam longsor gletser di Khumbu Icefall.

Dan kelima, pada tahun 2015, saat 22 orang tewas saat longsor salju dari Pumori ke Base Camp yang dipicu oleh gempa Nepal.

Setelah kejadian, banyak mayat yang tak bisa dievakuasi. Mereka seakan membeku dalam keabadian.

Selain karena tak bisa dijangkau helikopter dan biayanya sangat mahal (bahkan lebih mahal dari tarif mendaki Gunung Everest sendiri), banyak jenazah yang terkubur di dalam salju tebal.

Gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest. Foto: AP Photo

Baru pada tahun 2019, di saat salju Everest sering meleleh karena perubahan iklim, mayat-mayat pendaki ini bermunculan.

"Karena dampak perubahan iklim dan pemanasan global, salju dan gletser mencair dengan cepat dan mayat semakin banyak ditemukan dan ditemukan oleh para pendaki," Ang Tshering Sherpa, mantan presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal, mengatakan kepada CNN Travel pada 2019.

"Sejak 2008 perusahaan saya sendiri telah membawa pulang tujuh mayat, beberapa berasal dari ekspedisi Inggris pada 1970-an."

Sobit Kunwar, seorang pejabat Asosiasi Pemandu Gunung Nasional Nepal, mengatakan kepada CNN Travel: "Ini adalah masalah yang sangat serius karena semakin umum dan mempengaruhi operasi kami.

"Kami sangat prihatin dengan ini karena semakin parah," tambahnya. "Kami berusaha menyebarkan informasi tentang hal itu sehingga bisa ada cara yang terkoordinasi untuk menghadapinya."

Bendahara asosiasi, Tenzeeng Sherpa, mengatakan bahwa perubahan iklim mempengaruhi Nepal dengan cepat, mengatakan bahwa di beberapa bagian gletser mencair satu meter setiap tahun.

"Sebagian besar mayat yang kami bawa ke kota, tetapi yang tidak bisa kami bawa kami hormati dengan berdoa untuk mereka dan menutupi mereka dengan batu atau salju."

Selanjutnya: Everest yang Kian Berbahaya




(ddn/ddn)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork