Kereta di Jepang terkenal dengan ketepatan waktunya. Namun apa jadinya bila terjadi keterlambatan? Jalur hukum ditempuh untuk menyelesaikannya.
Perkara keterlambatan kereta ini menjadi sebab perselisihan antara seorang masinis dengan perusahaan West Japan Railway Company. Dilansir dari Sora News 24, Kamis (11/11/2021) masinis yang bekerja di cabang Okayama itu meminta pembayaran 56 yen atau sekitar Rp 7.000 sebagai upah yang belum dibayarkan ketika terjadi insiden selama shift kerjanya pada 18 Juni 2020.
Insiden bermula ketika pagi itu, masinis ini dijadwalkan untuk memarkirkan kereta kosong di Depo Stasiun Okayama. Ia menunggu kereta datang di salah satu peron stasiun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika kereta tiba, ia baru sadar bahwa ia menunggu di peron yang salah. Saat ia menuju peron yang benar, terjadi transfer antar masinis yang tertunda 2 menit. Hal ini menyebabkan penundaan satu menit untuk kedatangan dan satu menit untuk memarkirkan kereta itu di depo.
Karena kejadian ini, JR West memotong gaji masinis sebesar 85 yen atau sekitar Rp 11.000 pada bulan Juli. Padahal sebenarnya tak ada kegiatan yang berimbas pada penumpang selama transfer kereta yang tertunda selama 2 menit itu.
Masinis itu kemudian membawa masalah ini ke Kantor Inspeksi Standar Tenaga Kerja Okayama. JR West akhirnya mengurangi waktu tunda dari 2 menit menjadi 1 menit atas saran dari Biro Tenaga Kerja.
Akan tetapi masinis masih menganggap ini tidak masuk akal. Sebab faktanya kesalahan itu tidak menyebabkan kerugian pada perusahaan dan tidak mengganggu jadwal kereta karena kereta kosong. Akhirnya, masinis membawa masalah ini ke Pengadilan Distrik Okayama pada bulan Maret 2021.
Masinis kemudian menuntut kompensasi sebesar 43 yen yang dipotong untuk keterlambatan satu menit, 13 yen untuk lembur yang disebabkan penundaan, dan 2,2 juta yen atau sekitar Rp 227 juta untuk penderitaan mental.
Ia mengatakan, seharusnya gajinya tidak boleh dikurangi karena insiden itu terjadi selama shift kerjanya. Sementara perusahaan mengatakan mereka menerapkan prinsip tidak bekerja, tidak dibayar sebagai alasan pemotongan gaji. Hal ini berlaku pada kasus keterlambatan datang ke tempat kerja atau absen.
Baca juga: Kenapa Masinis Kereta Harus Laki-laki? |
Masinis juga mengkritik perusahaan karena menggunakan pemotongan upah sebagai sanksi untuk kesalahan manusia. Menurutnya, kesalahan kecil dalam bisnis tidak boleh diklasifikasikan sebagai pelanggaran kontrak.
Mengenai masalah ini, publik Jepang umumnya membela masinis. Tetapi soal ketepatan waktu dan keamanan kereta Jepang juga harus tetap diperhatikan.
Saat ini banyak staf kereta Jepang yang bekerja di bawah tekanan untuk menciptakan lingkungan perkeretaapian yang ideal. Perusahaan disarankan untuk memikirkan kembali cara yang tepat untuk dapat mendukung karyawan.
(pin/ddn)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol