Banyuwangi -
Pantai Boom dikenal sebagai ikon wisata Banyuwangi yang indah. Namun, para nelayan yang mencari nafkah di sana justru nelangsa.
Pantai Boom merupakan salah satu magnet bagi wisatawan yang berlibur ke Kota Bahari tersebut. Terang saja, Pantai Boom dianugerahi air laut nan jernih serta pasir yang bersih. Garis pantainya yang panjang juga menjadi pemikat siapapun yang mampir ke sana.
Apalagi di sana berdiri sebuah jembatan lintas yang berbentuk spiral. Para pemburu foto senang untuk mengabadikan momen liburan mereka dengan latar jembatan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan sejumlah daya pikatnya, tak ayal popularitas Pantai Boom ini menanjak dengan cepat. Sayangnya suka cita yang didapatkan wisatawan itu tak dirasakan para nelayan di sana.
 Pantai Boom Banyuwangi. Foto: Putu Intan/detikcom |
detikcom dalam Ekspedisi 3.000 Kilometer sempat berbincang dengan salah satu nelayan Pantai Boom pada awal Oktober lalu. Nelayan bernama Slamet itu tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pantai Boom yang selain melaut juga menawarkan wisata keliling Pantai Boom menggunakan perahu.
Ketika detikcom datang ke Pantai Boom, suasana memang sangat sepi. Tak ada wisatawan yang menyewa perahu sehingga Slamet dan seorang kawannya memutuskan untuk memperbaiki dermaga kecil di sana.
"Wahana wisata ini dikelola Pantai Boom tapi ini perahu punya masing-masing. Kalau nggak ada wisatawan, ya kami berangkat mancing. Ini sudah beberapa hari nggak ada pengunjung sama sekali. Pengunjungnya sepi karena masih PPKM," kata Slamet.
Slamet menuturkan, mayoritas wisatawan yang naik perahunya berasal dari luar Kota Banyuwangi. Misalnya dari Jakarta, Surabaya, Malang, hingga Jember.
Dengan adanya COVID-19 dan diberlakukan sejumlah pembatasan, otomatis mereka tak mendapatkan pelanggan. Slamet mengaku saat ini kondisi hidupnya begitu sulit.
 Wisata naik perahu di Pantai Boom Banyuwangi. Foto: Putu Intan/detikcom |
Pendapatan tak ada tetapi ia dan kawan-kawannya masih harus membayar pajak sebesar 20-30 persen ke PT Pelindo Properti Indonesia (PPI). Kata Slamet, PPI menguasai Pantai Boom sejak tahun 2015.
"Kemarin PPI bilang di grup WA, sudah waktunya bayar pajak. Jadi kami dikenakan pajak, semua perahu harus bayar. Sekarang kami ya nggak bisa bayar karena tidak ada wisatawan," ujarnya.
"Kalau ramai, setiap wisatawan bayar Rp 10 ribu. Ini kapasitas perahu 10 orang. Jadi sekali berangkat kami dapat Rp 100 ribu. Itu Rp 20-30 ribu diserahkan ke Pelindo, Rp 20 masuk ke kas KUB, Rp 20 ribu untuk beli bahan bakar. Sisanya Rp 20 ribu dibagi untuk 2 orang yang bekerja, jadi masing-masing cuma bawa pulang Rp 10 ribu," Slamet menjelaskan.
Selanjutnya: terancam diusir
Slamet bercerita, selama sebulan KUB Pantai Boom harus membayar pajak setidaknya Rp 700 ribu kepada PPI. Bila tidak membayar, para nelayan ini tidak diizinkan lagi mencari nafkah di lokasi tersebut.
"Katanya kalau tidak mau bayar diusir. Padahal Pelindo itu baru, sedangkan nelayan sudah ratusan tahun di sini," tuturnya.
Pantai Boom yang terletak di Kelurahan Kampung Mandar sejatinya adalah pantai nelayan yang sudah eksis sejak lama. Pantai ini dulunya ramai dengan aktivitas penangkapan dan perdagangan ikan.
Akan tetapi kejayaan itu kian sirna. Slamet mengatakan, sudah sejak lama hasil tangkapan mereka berkurang. Itu karena faktor cuaca hingga pencemaran dari limbah industri serta sampah.
Itulah yang kemudian menjadi alasan beberapa dari mereka beralih profesi mengangkut wisatawan naik perahu.
"Di sini kalau bulan Juni-November itu nggak ada ombak dan angin. Jadi paling dapat ikan 2 kilogram. Kalau rezeki ya 10 kilogram. Tapi saya juga pernah dapat 2 ekor saja, ya saya masak. Dijual juga nggak laku," katanya.
Mewakili para nelayan, Slamet berharap agar beban mereka dapat diringankan. Salah satunya dengan menghapus pajak yang dikenakan PPI kepada mereka.
"Kalau bisa Pelindo itu bisa sadar kalau sekarang nggak ada pengunjung. Harus mengerti kondisi kami, jadi nggak usah ditarik pajak. Sebelum ada Pelindo, masyarakat Mandar sudah di sini ratusan tahun," ia menegaskan.
Sementara para nelayan menjerit, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus menggenjot pengembangan wisata Pantai Boom. Dilihat detikcom dari situs banyuwangikab.go.id, pengembangan Pantai Boom bahkan sudah menjadi perhatian pemerintah pusat.
Disebutkan bahwa jajaran dewan komisaris dan direksi PT Pelindo III telah melakukan pertemuan pada 27 Maret 2021 dengan Pemkab Banyuwangi. Mereka membahas pengembangan Pantai Boom menjadi destinasi internasional.
"Kami datang kemari menindaklanjuti perintah Pak Luhut (Menko Marves). Kita mau jadikan ini internasional. Kami juga bawa konsultan yang sudah biasa mengembangkan pariwisata Indonesia menjadi daya tarik wisata internasional," kata Komisaris Utama PPI, Marsetio.
"Kita dengan tim akan promosi Marina Boom dengan mengundang pemilik-pemilik yacht, termasuk fremantle yacht. Sambil jalan promosi, kami juga akan memacu tumbuhnya investasi di kawasan ini terutama untuk fasilitas yacht," beber Marsetio.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menjelaskan bahwa pihaknya mendukung pengembangan kawasan Marina Boom. Bersama dengan pemerintah provinsi Jawa Timur, pemkab akan menyiapkan kebijakan agar Pantai Marina Boom menjadi destinasi internasional.
"Terima kasih kepada pemerintah pusat yang terus menaruh perhatian pada pengembangan pariwisata daerah. Pengembangan Pantai Boom akan menjadi opportunity baru untuk Banyuwangi. Apalagi jalan tol akan segera dibangun menghubungkan seluruh Pulau Jawa," ujar Ipuk.
Dengan kata lain, di masa depan Pantai Boom diproyeksikan dipenuhi yacht dari berbagai negara. Pengunjungnya bisa jadi adalah wisatawan mancanegara dan kelompok berduit. Artinya, mungkin tak ada lagi tempat untuk para nelayan Kampung Mandar yang sudah sejak zaman nenek moyang mencari makan di sana.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol