Pasar Beringharjo yang dulu ramai pemburu batik kini tampak lebih sepi. Para pedagang batik mulai rindu kedatangan wisatawan untuk memborong dagangan mereka.
Bila traveler berkunjung ke Malioboro, Yogyakarta pasti tak asing dengan Pasar Beringharjo. Pasar ini termasuk salah satu spot legendaris yang sudah berdiri sejak 1758.
Pasar tertua di Yogyakarta itu dikenal sebagai pusat batik di Kota Gudeg. Ratusan kios dengan ribuan pedagang batik dapat kalian temukan di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sejak virus COVID-19 menyerang, kejayaan Pasar Beringharjo perlahan luntur. detikcom dalam Ekspedisi 3.000 kilometer bersama Wuling, datang ke Pasar Beringharjo pada pertengahan Oktober lalu.
Suasananya tampak sepi. Hanya ada beberapa toko yang dihampiri calon pembeli. Sisanya, para pedagang tak pantang menyerah mencoba menyapa orang-orang yang lewat untuk sekadar mampir ke tokonya.
![]() |
detikcom kemudian mampir ke salah satu toko batik milik pedagang bernama Widya. Berbeda dengan toko-toko lainnya yang biasanya dijaga beberapa orang, Widya hanya duduk seorang diri menunggu pembeli.
Widya bercerita, kondisi Pasar Beringharjo saat itu kondisinya sudah lebih baik dibandingkan saat PPKM pada Juli-Agustus lalu. Ketika PPKM, ia sama sekali tak mendapatkan pemasukan karena pasar harus tutup.
"Pas tutup nggak ada pemasukan sama sekali kita. Karena nggak ada ancang-ancang, tahu-tahu Jogja pas PPKM itu semua harus tutup. Langsung drop saya," katanya.
"Pas awal Corona tabungan masih ada. Tapi lama-lama juga nggak cukup ya, Mbak tabungannya. Kami berharap pas Lebaran dan liburan dapat omzet tinggi. Lha Lebaran, liburan Natal, Tahun Baru nggak boleh pergi-pergi. Jadi uang palingan cuma cukup buat makan," dia menambahkan.
Widya tak menampik, hidup dan matinya Pasar Beringharjo ini ada di tangan wisatawan luar kota. Bila ada pembatasan bagi mereka untuk masuk ke Yogyakarta, otomatis para pedagang dan pelaku wisata terpukul.
"Kalau di Jogja, wisatawan nggak boleh masuk, itu ruginya dalem banget. Pasar Beringharjo, Malioboro, wisata, semua nyambung ke hotel dan rentalan mobil, itu nyambung semua kan. Jadi sekali ini putus, langsung semua merasakan dampaknya," ujarnya.
![]() |
Supaya dapat bertahan, Widya harus pintar-pintar menjual batiknya. Ia yang mulanya hanya menjual batik halus sekarang mulai menjual daster-daster batik yang murah. Ini karena pelanggannya sekarang hanya orang-orang dalam Kota Yogyakarta.
"Kalau cuma jualan yang halus nggak ngangkat, Mbak. Kalau orang luar kota kan senang belanja batik, kalau orang Jogja ya sudah biasa. Jadi, mereka beli yang murah," kata dia.
Simak Video "Video Sate Kere Warung Bu Sum Jogja selalu Habis Ribuan Tusuk Per Hari"
[Gambas:Video 20detik]
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan