Jakarta -
Ibu kota baru Indonesia di Kalimantan meningkatkan kekhawatiran akan masa depan orang utan. Karena, pulau ini pernah dianggap sebagai yang terpencil, terliar dan menjadi rumah bagi orang utan.
Seperti Sumatra, pulau ini adalah salah satu dari dua tempat di dunia di mana orang utan hidup di alam liar.
Selama beberapa dekade, alih fungsi hutan dan pertanian telah menghancurkan rumah orang utan. Hal itu menempatkan mereka dalam bahaya besar, menurut WWF seperti dilansir dari CNN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat deforestasi semakin cepat dan lebih banyak spesies hilang dan terancam, sekarang lebih banyak masalah mengintai.
Hampir tiga tahun setelah pengumuman, pemerintah Indonesia bergerak maju dengan rencana untuk memindahkan ibu kota negara ke hutan lebat di provinsi Kalimantan Timur.
Dengan langkah yang sekarang dituang dalam undang-undang, pekerjaan di Nusantara dapat dimulai tahun ini. Sementara relokasi akan dimulai pada 2024.
Sekitar satu jam perjalanan ke utara dari pelabuhan Balikpapan, lokasi yang dipilih untuk ibu kota baru ini terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
 Foto udara pada 28 Agustus 2019 di sekitar Sepaku, tempat ibukota baru Indonesia akan dibangun. (Foto: CNN) |
Habitat orang utan terus menyusut
Pemerintah membayangkan adanya kota pintar di dalam hutan sebagai pusat inovasi.
Namun di samping kegembiraan, ada juga keprihatinan mendalam terhadap hutan hujan tropis dataran rendah yang menyusut dan satwa liarnya. PBB mengatakan manusia mendorong orang utan menuju kepunahan.
Tanpa perubahan transformatif dalam perilaku manusia, hewan yang terancam punah itu bisa punah dalam beberapa dekade, demikian peringatannya.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sementara mengamankan masa depan megalopolis (Jakarta) yang tenggelam, pejabat Indonesia menenggelamkan masa depan salah satu makhluk paling luar biasa di planet ini.
"Langkah ini akan membawa populasi besar tetapi juga tuntutan besar untuk perubahan penggunaan lahan untuk mengakomodasi kompleks perumahan dan perkantoran baru, bahkan pusat produksi pangan," kata Anton Nurcahyo, wakil CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS).
"Ini pasti akan menciptakan perubahan besar pada habitat di sekitarnya," imbuh dia.
Pekerjaan rehabilitasi orang utan yayasan dimulai di Kalimantan Timur pada tahun 1991.
Sejak tahun 2006, suaka orang utannya, Samboja Lestari, telah merawat orang utan yang terluka dan yatim piatu, yang diselamatkan dari hutan yang dihancurkan oleh penebangan dan perkebunan kelapa sawit.
Saat ini, staf mereka merawat lebih dari 120 orang utan yang diselamatkan di kawasan konservasi hutan regenerasi.
Idenya adalah untuk melepaskan mereka kembali ke habitat alami yang aman dan terjamin jika sudah sehat. Tetapi bagaimana jika hutan yang kaya buah terus menerus hilang?
"Kabupaten Sepaku dan Samboja yang bertetangga (dikhususkan untuk Nusantara) tidak memiliki populasi orang utan liar," kata Nurcahyo.
"Tapi pusat rehabilitasi orang utan terletak di sini, di atas hutan seluas 1.850 hektar, yang perlu dilestarikan kondisinya saat ini," terang dia.
LSM dan penduduk setempat khawatir bahwa kota baru berpenduduk sekitar 1,5 juta orang ini dapat menimbulkan bencana bagi lingkungan.
Masuknya, sebagian besar pegawai negeri sipil dan keluarga mereka dari Jakarta, bisa memaksa perampasan lahan dari orang dan hewan.
"Tingkat ancaman terhadap satwa liar langka akan tergantung pada perencanaan dan survei yang sedang berlangsung," kata BOS.
"Dengan ekosistem yang unik di Kalimantan Timur, sangat penting untuk memiliki rencana mitigasi yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan yang spesifik ini," tegas Nurcahyo.
 Ibu kota baru Indonesia vs orang utan (Foto: CNN) |
Selanjutnya: Janji Pemda melindungi lingkungan
Janji pemda melindungi lingkungan
Kalimantan telah mengalami kehilangan habitat yang luas dan pembunuhan 2.000-3.000 orang utan per tahun sejak tahun 1970-an, menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Orang utan masuk dalam daftar merah spesies yang terancam punah. Dalam satu abad, total populasi menjadi hampir setengahnya, dari 230.000 menjadi sekitar 112.000, kata WWF.
Nurcahyo mengatakan sekitar 57.350 orang utan bertahan hidup di Kalimantan. Mereka menyebar ke 42 kantong hutan dengan populasi liar.
Kekhawatiran besarnya adalah kebanyakan orang utan di Kalimantan hidup di luar kawasan lindung. "Di hutan yang dieksploitasi untuk produksi kayu atau sedang dalam proses dikonversi menjadi pertanian," kata WWF.
Para pejabat telah bergerak untuk menghilangkan kekhawatiran tentang dampak ibu kota baru terhadap lingkungan. Pemerintah pusat telah berjanji tidak akan menyentuh hutan lindung dalam megaproyek senilai USD 32 miliar itu.
"Ini akan menjadi kota pintar, dengan teknologi hijau dan ramah lingkungan," janji presiden saat membahas langkah tersebut dengan wartawan.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan kepada media bahwa dia mengakui beberapa pohon akan tumbang untuk membuka lahan seluas 256.000 hektar, yang hampir empat kali luas Jakarta.
"Tentu saja akan ada sedikit pengorbanan, tetapi pada akhirnya, kami bertujuan untuk mencapai revitalisasi hutan. Jika sudah selesai, setidaknya 70% ruang terbuka hijau akan dibanggakan," katanya pada media lokal.
Infrastruktur yang buruk bersama dengan aktivitas penebangan yang terus berlanjut, bahkan di cagar alam, sejauh ini membuat pariwisata orang utan terhambat di sini.
Sekarang pemerintah sangat menginginkan ibu kota baru untuk memikat wisatawan asing dan investasi. Tetapi juga menyadari pentingnya ekowisata, dan sebagian besar pengunjung akan datang untuk melihat satwa liar.
"Cagar hutan di sekitar Nusantara akan memainkan peran penting dalam memastikan upaya konservasi dan keberlanjutan," kata Gubernur Noor.
Pemda juga membanggakan keuntungan besar yang akan datang. Investasi di Kaltim ditargetkan meningkat 34,5% dibandingkan dengan kenaikan nasional sebesar 4,7%, ujarnya.
Dan pertumbuhan ekonomi akan berlipat ganda dengan relokasi. Bahkan daerah penyangga di sekitar Nusantara, dari Samarinda hingga Balikpapan, harus diuntungkan dengan pemindahan tersebut.
Hutan Hujan Kalimantan di Kalimantan, Indonesia adalah salah satu tempat dengan keanekaragaman hayati paling banyak di Bumi. Begitu banyak kehidupan, tanaman hijau lebat adalah rumah bagi orang utan, semua jenis burung, katak, apa saja.
Tapi hutan hujan tidak akan tetap seperti itu jika penambangan dan penebangan terus berlanjut. Itulah sebabnya Dr. Eddie Game dari The Nature Conservancy mendengarkan suara hutan hujan untuk mengukur dampak aktivitas manusia terhadap satwa liar di area tersebut.
Di tengah kekhawatiran bahwa semua itu akan merugikan, badan regional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappenas, dilaporkan sibuk berkonsultasi dengan masyarakat setempat tentang konservasi hutan.
 Kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (6/2/2022) (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj. Foto: ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S) |
Secercah harapan
Di luar retorika hutan Kalimantan sebagai "paru-paru dunia/paru-paru bumi", pembakaran hutan terus berlanjut. Banyak api yang sengaja dinyalakan untuk membuka lahan pertanian.
Api ini bahkan berkobar di dekat ibu kota yang akan datang, membuat kera di tempat penampungan rehabilitasi satwa liar menjadi buta atau cacat parah.
Beberapa khawatir bahwa penebangan, pembukaan lahan dan kebakaran hanya akan memburuk saat konstruksi dimulai.
"Ekosistem ini sudah terkena dampak penambangan batu bara skala besar, penebangan dan perkebunan kelapa sawit monokultur," kata Sophie Chao dari University of Sydney, pakar ekologi dan adat di Asia Tenggara.
Dia yakin langkah itu menimbulkan lebih banyak perselisihan bagi penduduk asli dan ribuan spesies flora dan fauna.
"Kawasan Kalimantan Timur sangat kaya akan keanekaragaman hayati, dengan lebih dari 133 mamalia, 11 spesies primata, dan 3.000 jenis pohon. Ini ditemukan di berbagai bentang alam mulai karst, rawa gambut, bakau, hutan dipterokarpa dataran datar, dan hutan lembab," kata dia.
Nurcahyo tidak menutup kemungkinan bahwa pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan dapat lebih memperhatikan penderitaan orang utan dan mendukung upaya konservasi.
"Semua itu tergantung pada rencana mitigasi dan potensi konsekuensi ekologis dari langkah tersebut. Sementara itu, kami akan mendedikasikan diri tanpa lelah untuk konservasi orang utan Kalimantan dan habitatnya," tegas dia.
Simak Video "Video: Melihat Perkembangan Terbaru IKN 2025!"
[Gambas:Video 20detik]
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol