1. Penetapan biaya sebesar Rp 3.750.000 per orang yang berlaku selama satu tahun merupakan biaya kontribusi untuk program konservasi Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Kawasan Perairan Sekitarnya, bukan sekedar harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo.
Penerapan biaya kontribusi ini akan digunakan untuk upaya konservasi meliputi manajemen kunjungan, pengelolaan sampah, pemulihan terumbu karang yang rusak, pemberdayaan masyarakat lokal, optimalisasi pengawasan dan pengamanan kawasan yaitu terkait perburuan liar, pemancingan ilegal, penggunaan pukat harimau dan overfishing, serta berbagai isu dan permasalahan lain di kawasan yang mengancam habitat komodo dan ekosistem di dalamnya.
2. Taman Nasional Komodo bukan hanya kawasan destinasi wisata semata, melainkan wilayah konservasi dimana kita perlu menjaga kelestarian kehidupan satwa liar (wildlife) dari Komodo. Untuk itu, masyarakat perlu memahami konsep pariwisata berkelanjutan.
Taman Nasional Komodo bukan hanya rumah bagi Komodo tetapi juga 25 spesies burung yang dilindungi seperti Kakatua Jambul Kuning. Dalam 30 tahun, komodo benar-benar telah menghilang dari Ibu Kota Labuan Bajo (1972-2004). Hal serupa ini yang kami ingin hindari terjadi di Pulau Komodo, Pulau Padar dan wilayah perairan sekitarnya.
3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan dipimpin oleh Dr. Irman Firmansyah bersama tim ilmuwan dari beberapa universitas memberikan data bahwa:
b. Komodo sudah ada jutaan tahun, dan merupakan anugerah Tuhan yang perlu dilestarikan. Wisata di TNK merupakan wisata survival bukan sekedar wisata oriented sehingga bukan komodo yang menyesuaikan keberadaan manusia, tetapi jumlah manusia yang menyesuaikan keberadaan Komodo dan lingkungannya.
c. Daya Dukung Daya Tampung berbasis Jasa Ekosistem menjadi dasar untuk menghitung kemampuan Taman Nasional dalam mendukung dan menampung jumlah kunjungan ke kawasan.
d. Melihat dari beberapa perubahan iklim secara umum terkait di wilayah studi seperti perubahan penggunaan lahan, desertifikasi/penggurunan, hilangnya biodiversitas, ketersediaan air, frekuensi badai, kesehatan lingkungan. (IPCC, 2000; 2016);
Penurunan oksigen laut adalah dampak paling serius akibat aktivitas manusia di lingkungan bumi, dalam 50 tahun terakhir, peningkatan wilayah dengan minim oksigen di laut sampai 4 kali, wilayah muara, teluk dan pesisir kadar oksigen rendah mencapai 10 kali (GO2NE-PBB, 2016);
Aktivitas tinggi dan bekerja pada kondisi suhu yang panas dan jika suhu rata-rata ambient meningkat, maka akan lebih banyak mengalami heat-stress. Panas berlebihan dapat membawa gangguan seperti dehidrasi, panas ruam, kram panas, kelelahan, pingsan, dan heatstroke. (NIOSH, 1986; Konestdoc, 2020). Sehingga perlu melihat perubahan yang terjadi di wilayah kajian dengan hasil Terjadi peningkatan suhu lokal sebesar 0,8 derajat Celcius, hal ini tentu karena adanya aktivitas manusia, emisi kendaraan bermotor, penggunaan energi.
e. Sampai dengan tahun 2045 jumlah satwa Komodo diperkirakan akan meningkat keberadaannya hingga 4000-4500 ekor. Hal ini sejalan dengan jumlah prey yang juga Masih cukup tersedia. Satwa Komodo ini berkembang biak dengan memangsa prey yang ada di ekosistemnya seperti Kerbau, Rusa dan Babi Hutan termasuk cakupan habitat komodonya.
Terjadi perlambatan pertumbuhan pada Tahun 2033, karena keseimbangan perlahan mendekati titik maksimal kestabilan jumlah komodo dengan pakannya serta dapat terjadi penurunan jika habitat dan pakannya berkurang akibat perburuan liar perubahan iklim.
Kondisi saat ini yang mengalami penurunan adalah kelimpahannya, karena luasan habitat yang semakin berkurang akibat perubahan iklim, peningkatan suhu akan terjadi hingga tahun 2045 mencapai 0,8Β° Celcius, walaupun perubahan iklim terjadi secara global tetapi tentu daerah terdekat terlebih dahulu yang memberikan kontribusi adanya emisi yang dikeluarkan baik dari transportasi laut ataupun aktifitas lainnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alice R. Jones, et. Al. (2020), dimana Komodo (Varanus komodoensis) adalah spesies endemik pulau yang terancam punah dengan distribusi terbatas secara alami, model memprediksi pengurangan habitat komodo dengan cakupan luas sebesar 8%-87% pada tahun 2050, yang mengarah pada penurunan hunian patch habitat sebesar 25%-97% dan penurunan kelimpahan sebesar 27%-99% di seluruh rentang spesies . (Penelitian tersebut sudah dibahas oleh berbagai media di seluruh dunia).
Pulau Padar Padat Wisatawan Foto: (dok. Tim Penguatan Fungsi TN Komodo) |
f. Jika Jumlah kunjungan lebih dari nilai maksimal akan menyebabkan Jasa Ekosistem berkurang, 8 Prioritas dari 20 Jasa Ekosistem yang tersedia antara lain Jasa Ekosistem Sumberdaya Genetik, Jasa Ekosistem Biodiversitas, Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih, Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim, Jasa Ekosistem Produksi Primer (Oksigen), Jasa Ekosistem Ruang Hidup, Jasa Ekosistem Ecotourism, Jasa Ekosistem Estetika dan lainnya.
Sebagai contoh, perubahan perilaku komodo secara genetik, perubahan biodiversitas pada ekosistem dan habitat yang merupakan lingkungan komodo, air menjadi salah satu yang perlu tersedia untuk kenyamanan berwisata, serta produksi primer atau produktivitas Oksigen dari jumlah pohon terhadap karbondioksida yang dihasilkan oleh manusia dan transportasi, Jasa Ekosistem lainnya seperti, panas suhu, ketersediaan air wilayah, kapasitas tampung jumlah kapal di wilayah perairannya serta aktivitas lainnya.
Selanjutnya: Pertumbuhan Wisatawan dan Ekonomi
g. Berdasarkan pertumbuhan wisatawan dan ekonomi, pertumbuhan wisatawan 1,33 kali (2013-2016) menjadi 2,05 kali (2016-2019) dan nilai ekonomi Manggarai Barat sebesar 1,7 kali (2013-2016) mengalami penurunan menjadi 1,5 kali (2016-2019). Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berbanding terbalik dengan pertumbuhan wisatawannya.
h. Perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap kadar produktivitas primer (Oksigen) dalam keterbatasan Daya Dukung dan Daya Tampung wilayah ke depannya, untuk nilai produktivitas primer pada tahun 2021 sebesar 2.198.677.815 kg/tahun yang bersumber dari luasan hutan, savana, terumbu karang serta ketersediaan zona pelagis, dan akan pada tahun 2045 akan mengalami penurunan menjadi sebesar 1.099.338.907 kg/tahun.
Saat ini mungkin masih dapat mendukung aktivitas secara nyaman, karena kebutuhan pada tahun terpadat wisata sebelum pandemi yaitu tahun 2019 dengan nilai penggunaan 966.798.714 kg/tahun tetapi semakin banyaknya pengunjung akan ada tekanan terhadap Jasa Ekosistem produksi primer tersebut karena penggunaannya membutuhkan sebesar 1.244.968.306 Kg/tahun pada Tahun 2045.
i. Berkurangnya luasan terumbu karang dari 6.984 Ha menjadi 4.832 Ha, sehingga perlu transplantasi terumbu karang minimal 150 Ha per 3 tahun, akan lebih baik jika dapat dilakukan lebih dari nilai tersebut. Biaya perbaikan tentu tidak seberapa dibandingkan lamanya pemulihan ekosistem yang ada.
j. Jika beban melebihi kapasitas Daya Dukung Daya Tampung, nilai manfaat betul meningkat mencapai 2,16 kali tetapi Nilai yang hilang mencapai Rp 11 T sedangkan jika dilakukan pembatasan nilai yang hilang berkisar Rp 10 M dan masih mampu dilakukan perbaikan serta pemulihan dengan tetap mendapatkan nilai manfaat secara ekonomi dan berkelanjutan. Hal ini berkaitan erat dengan manajemen kunjungan sebagai upaya konservasi dalam mengurangi beban yang melebihi kapasitas
k. Terjadinya Pengurangan Jasa Ekosistem jika beban kunjungan melebihi kapasitas daya dukung daya tampung baik terestrial maupun akuatik. Kapasitas ideal atau nyaman sebanyak 219.000 dan maksimal sebanyak 292.000 kunjungan per tahun, dilihat dari panjang jalur terpendek trekking, lama berjalan rata-rata wisatawan, lama berkunjung wisatawan dan tingkat kenyamanan berwisata serta dengan mempertimbangkan Nilai Jasa Ekosistem di dalamnya. Sedangkan untuk keberlanjutan ekonomi yang maju minimal sebanyak 146.000 kunjungan per tahun.
l. Terkait pilihan destinasi pariwisata, pembatasan ini perlu diintegrasikan dengan destinasi wisata lainnya sehingga menambah length of stay (waktu berwisata) di kawasan lainnya.
m. Jika upaya konservasi yang ketat tidak diberlakukan, dan kunjungan tidak dibatasi, kita akan melihat penurunan signifikan dalam nilai jasa ekosistem di dalam Taman Nasional Komodo terutama di Pulau Komodo dan Pulau Padar yang pada waktunya akan mempengaruhi keberlangsungan hidup komodo dan ekosistemnya.
n. Semua hasil kajian akan dipublikasikan dalam bentuk jurnal internasional dan buku hasil kajian, yang dapat dibaca oleh khalayak umum.
Selanjutnya: Program Konservasi yang Dilakukan di Taman Nasional Komodo
4. Program konservasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pembatasan pengunjung ke Taman Nasional Komodo dengan menetapkan biaya kontribusi sebesar Rp 15,000,000 per grup (4 member) yang berlaku selama 1 tahun (multiple entry) untuk akses ke Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Perairan sekitarnya.
b. Pemesanan tiket bertahap satu pintu secara online agar jumlah wisatawan dan kapal terkontrol. Untuk pendaftaran kunjungan ke wilayah konservasi Taman Nasional Komodo, Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Perairan sekitarnya, dapat melakukan pembelian secara digital melalui aplikasi INISA.
c. Setelah melakukan pembelian secara digital, wisatawan yang bertujuan untuk mengunjungi Pulau Komodo, Pulau Padar dan kawasan perairan sekitarnya perlu melakukan scan barcode di pelabuhan sebagai tanda masuk dan keluar. Sekali lagi, hanya untuk mengunjungi Pulau Komodo, Pulau Padar dan kawasan perairan sekitarnya saja.
d. Para kontributor akan diapresiasi dengan beberapa fasilitas termasuk layanan baggage claim, transportasi darat bandara-hotel pilihan-pelabuhan, pendampingan naturalis guide, asuransi jiwa dan kecelakaan, dan souvenir lokal.
5. Terdapat 4 Agenda Konservasi yang akan dilakukan di Taman Nasional Komodo:
a. Penguatan kelembagaan melalui kajian ilmiah konservasi dan peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan sertifikasi
b. Perlindungan dan pengamanan melalui penguatan tenaga pengaman serta peningkatan sarana dan prasarana
c. Pemberdayaan masyarakat lokal melalui penyuluhan dan pelatihan
d. Pengembangan wisata alam berbasis jasa ekosistem dan peningkatan sarana dan prasarana Terkait hasil riset kajian Daya Dukung dan Daya Tampung ini sudah disampaikan pada Press Conference Taman Nasional Komodo yang dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2022.
6. Kami memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk bisa melihat Komodo di Pulau Rinca yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih mendukung untuk para wisatawan. Dimana hal ini juga sudah disampaikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada kunjungannya ke Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo pada 21 Juli 2022.
Demikian hak jawab ini kami sampaikan, semoga dapat diterima dengan baik untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Mari kita turut menjaga keutuhan ekosistem Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan sekitarnya dengan mendorong terciptanya pariwisata berkelanjutan.
Jika tidak sekarang dilakukan konservasi sebagai upaya menjaga satu-satunya makhluk purba yang tersisa di dunia, bukan tidak mungkin Komodo akan benar-benar punah di dunia.
Salam hormat,
Tim Penguatan Fungsi Taman Nasional Komodo
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol