Di Gunung Sanggabuana terdapat ritual buang sial dengan cara membuang pakaian dalam. Sayangnya, hal ini membuat pakaian dalam berserakan. Ini kata pecinta alam.
Gunung Sanggabuana sempat ramai oleh berita mengenai fenomena buang kutang dan celana dalam. Fenomena ini ternyata merupakan buah dari ritual buang sial yang ada di gunung tersebut.
Menurut penuturan warga setempat, ritual ini sudah sering dilakukan oleh warga yang berziarah. Terutama saat menjelang bulan Maulid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buang celana dalam itu memang sudah menjadi ritual yang dilakukan oleh peziarah saat bulan Mulud (Maulid) pengunjung atau pendatang kalau selesai dari Pegunungan Sanggabuana, katanya membuang sial," kata Solihin yang juga aktif sebagai pendaki saat dihubungi melalui telepon selular, Senin (25/10/2021) lalu, seperti dikutip Tim detikcom.
Sayangnya, saking banyaknya masyarakat yang berziarah dan melakukan ritual ini. Kawasan di sekitar pancuran tempat mandi dan membuang pakaian dalam jadi dipenuhi oleh kutang dan celana dalam yang berserakan.
Menanggapi fenomena ini, salah satu anggota Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) Rifqi Noor Afwan mengatakan bahwa pada dasarnya kearifan lokal yang ada adalah suatu hal yang baik. Dengan catatan, tetap ada yang bertanggung jawab untuk membersihkan.
"Itu kan ritual, termasuk ke dalam kearifan lokal. Kearifan lokal itu kan hal yang bagus ya. Tapi, baiknya setelah melakukan ritual itu ada yang membereskan atau membersihkan. Karena kalau tidak, akan jadi sampah," kata Rifqi saat dihubungi detikcom, Rabu (3/8/2022).
Rifqi juga menuturkan bahwa akan lebih baik jika pengunjung sendiri yang bertanggung jawab atas pakaian dalam yang mereka buang. Namun, menurutnya ini merupakan hal yang dilematis. Karena ditakutkan akan bertentangan dengan ritual yang mereka lakukan.
"Kalau pengunjung yang membuang kan takutnya bertentangan dengan ritual itu sendiri ya. Enaknya mungkin dari petugasnya yang membersihkan. Tapi, nanti dari sisi pengunjung tidak ada bentuk tanggung jawabnya kalau begitu," ujarnya.
Ia berharap dari biaya tiket masuk yang dibayar sudah termasuk alokasi khusus untuk membersihkan sampah-sampah dari pakaian dalam yang dibuang. Sehingga meski bukan pengunjung yang membersihkan, mereka tetap bertanggung jawab akan sampah yang ditimbulkan.
Sebagai informasi, untuk melakukan ritual secara lengkap di Gunung Sanggabuana pengunjung perlu membayar sekitar Rp 250.000. Ini merupakan biaya ritual lengkap dengan didampingi oleh seorang kuncen.
"Dari 4 mata air dan 14 makam itu dipakai ritual buang sial. Bahkan setiap ritual dikenakan tarif per orang yang dipandu kuncen itu sekitar Rp 250 ribu, buat memandu ritual dan ubo rampenya," kata Ketua Tim Ekspedisi Fauna Pegunungan Sanggabuana Bernard T Wahyu.
Namun tidak semua pengunjung yang melakukan ritual memilih paket ritual ini. Masih banyak juga yang melakukan ritual secara gratis.
"Ada juga yang gratis tapi hanya sekedar mandi di pancuran lalu buang celana dalam dan pakaian doang lalu balik," kata Bernard.
Kemudian Rifqi juga menambahkan jika pengunjung tidak bisa membersihkan sendiri pakaian dalam yang telah dibuangnya, maka akan lebih baik jika ada pengelolaan sampah yang lebih teratur. Misalnya setelah pengunjung selesai melakukan ritual, telah sedia petugas untuk membersihkan.
"Kalau bisa sih setelah dibuang langsung diambil. Jangan dibiarkan. Jadi begitu pengunjung membuang, ada petugas yang berjaga untuk mengambil," kata Rifqi.
(ysn/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum