Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkan tiga ekor lumba-lumba hidung botol di Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Bali. Aksi itu menjadi perhatian media asing.
Ketiga lumba-lumba, Johnny, Rocky, dan Rambo, dilepasliarkan setelah tujuh hingga delapan tahun menjadi hiburan buat wisatawan di Taman Satwa Melka di Singaraja, Bali. Lumba-lumba itu dipekerjakan untuk dipegang dan berenang bersama turis.
Tiga lumba-lumba hidung botol itu berjenis kelamin jantan Rocky berumur 15-20 tahun, sedangkan lumba-lumba Jhony dan Rambo berumur 30 tahun. Lumba-lumba hidung botol ini dulu merupakan satwa koleksi dari Taman Satwa Melka di Singaraja, Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Johny dkk diselamatkan dari kolam kecil di sebuah resor hotel tiga tahun lalu. Lumba-luma itu dijual oleh pemilik taman hiburan yang menjadikannya hewan sirkus. Ketiga lumba-lumba itu menjalani rehabilitasi dan perawatan di karamba di teluk Banyuwedang, perairan laut Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Tahap awal masih diberi makan ikan mati utuh, kemudian ikan hidup, sampai kepada penghentian sama sekali pemberian makan, namun diciptakan ekosistem buatan (Sea Pen) mendekati ekosistem alaminya. Di mana ikan-ikan hidup bisa ditangkap dan dimakan sendiri oleh lumba-lumba hidung botol tersebut.
Lincoln O'Barry, aktivis pembela satwa liar dan putra dari pendiri Pusat Rehabilitasi Umah Lumba, yang bekerja sama dengan KLHK dalam pelepasliaran lumba-lumba itu, menyebut lumba-umba merupakan satwa liar dan sudah seharusnya hidup di perairan bebas.
"Ini momen yang sangat emosional melihat mereka dilepasliarkan," kata O'Barry seperti dikutip AP.
AP (Associated Press) yang merupakan sebuah kantor berita nirlaba yang berkantor pusat di New York City menyaksikan pelepasliaran lumba-lumba itu melalui video streaming oleh Lincoln.
Wahyu lestari, koordinator rehabilitasi Umah Lumba, juga sedih melepas lumba-lumba itu. Tetapi, mau tidak mau dia dan tim harus melepas Johny dkk.
"Saya senang mereka bebas. Kini, mereka bisa kembali kepada keluarga mereka. Mereka harus dilepasliarkan di alam bebas karena mereka lahir di alam bebas," kata Wahyu.
Umah Lumba dan KemenKLHK bisa memantau tiga lumba-lumba itu nantinya. Ketiganya dipasangi GPS selama satu tahununtuk memudahkan pemantauan. Selanjutnya monitoring pasca pelepasliaran akan tetap dilakukan baik menggunakan radiometri dan sonar serta pemantauan secara faktual.
(fem/wsw)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!