Wisata ramah muslim bergantung pada kelengkapan fasilitas penunjang untuk wisatawan muslim. Pemerintah siapkan lomba untuk picu daerah kembangkan hal ini.
Wisata ramah muslim merupakan layanan penunjang atau extended service yang memfasilitasi kebutuhan wisatawan muslim di destinasi wisata. Kesiapan destinasi dan daerah wisata untuk menjadi wisata ramah muslim bergantung pada ketersediaan fasilitas-fasilitas penunjang tersebut.
Fasilitas penunjang yang dimaksud adalah fasilitas yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan muslim. Baik kebutuhan yang berasal dari kewajiban ibadah harian, seperti keberadaan tempat salat, tempat wudhu, dan toilet bersih, maupun kebutuhan harian yang lebih umum, seperti tempat makan halal dan layanan tambahan khusus seperti spa khusus wanita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, kebutuhan fasilitasi itu di semua tempat yg dilalui oleh aktivitas wisatawan muslim. Mulai dari bandara, stasiun, pelabuhan, hingga terminal bus. Kemudian di hotel atau penginapan, kemudian di tempat-tempat makan. Kemudian di daya tarik atau objek wisatanya. Kemudian di spa karena ini udah menjadi kebutuhan juga. Kemudian di mal, karena semua orang pasti belanja, dan di moda transportasi," kata Senior Consultant Amicale Lifestyle International Hafizuddin Ahmad saat memaparkan mengenai buku panduan wisata ramah muslim dalam acara Islamic Digital Day 2022, Rabu (21/9).
![]() |
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan tersebut, Kemenparekraf bersama dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dalam acara Islamic Digital Day 2022 meluncurkan Buku Panduan Pariwisata Ramah Muslim di 5 Destinasi Favorit Indonesia. Buku ini diluncurkan untuk memberikan informasi kepada wisatawan muslim mengenai fasilitas dan destinasi ramah muslim yang ada di kelima lokasi.
Menurut Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Baparekraf, Rizki Handayani, selain untuk memberikan informasi kepada wisatawan, buku ini juga dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah. Itu agar mereka dapat mengevaluasi fasilitas wisata ramah muslim yang ada di daerahnya.
"Ini bukan untuk memandu wisatawan, buku ini memberikan informasi bagaimana wisatawan bisa mendapatkan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dia sebagai seorang muslim. Kita berharap pemerintah daerah melihat nih, oh ternyata baru lima nih restoran halal kita, gimana kita bisa mendorong lebih banyak. Jadi kita ini sebenarnya juga bagian dari mendorong pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan," kata Rizki Handayani kepada media.
Diharapkan dengan adanya acuan mengenai fasilitas apa saja yang harus ada di setiap destinasi, pemerintah daerah dapat memahami lebih baik dan tergerak untuk mengembangkannya.
"Nanti kan mereka saling membandingkan. Makanya, nanti ke depan akan ada, dulu kita punya IMTI (Indonesia Muslim Travel Index), nah ini mudah-mudahan bisa kita gabungkan lagi. Sehingga, ketika pemerintah daerah berbicara saya ingin menjadi destinasi wisata ramah muslim ini loh yang Anda harus ikuti," Deputi yang akrab disapa dengan Kiki itu menambahkan.
Selain untuk menunjang kebutuhan wisatawan muslim, keberadaan fasilitas ini juga krusial. Sebab, salah satu poin penilaian terbesar dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) adalah fasilitas. Dengan persentase sebesar 40 persen.
"Kan 40 persen penilaian dari GMTI adalah penyediaan services, fasilitas. Jadi, semua daerah itu tinggal menambah kok sebenarnya. Atraksinya sudah ada," kata Kiki.
Untuk memotivasi para pemerintah daerah agar mengembangkan fasilitas wisata ramah muslim, Kemenparekraf juga tengah menggarap sebuah lomba. Mereka berharap dengan adanya lomba, pemerintah daerah akan lebih semangat untuk melengkapi fasilitas penunjang untuk wisatawan muslim di destinasi-destinasi yang ada di daerahnya.
"Salah satu bentuk untuk menyosialisasikan bagaimana menyiapkan destinasi wisata ramah muslim itu dengan lomba. Ini kami sedang garap. Juga melanjutkan IMTI kemarin. Itu sudah ada, sudah dibuat, tinggal kita sebarkan lagi ke pemerintah daerah. Karena yang paling penting itu pemerintah daerah paham ya ketika mereka ingin menjadikan destinasinya menjadi destinasi wisata ramah muslim," pungkas Kiki.
(ysn/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum