Bukan Kalijodo, Konon Inilah Tempat Prostitusi Pertama di Jakarta

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bukan Kalijodo, Konon Inilah Tempat Prostitusi Pertama di Jakarta

CNNIndonesia - detikTravel
Selasa, 27 Sep 2022 19:03 WIB
Jilakeng, tempat prostitusi pertama di Jakarta
Foto: Kawasan Jilakeng (CNNIndonesia)
Jakarta -

Bukan Kalijodo atau Kramat Tunggak, tempat prostitusi pertama di Jakarta konon berada di kawasan Jilakeng. Bagaimana kisahnya?

Nama Jilakeng mungkin masih terdengar asing di telinga traveler. Wajar, karena Jilakeng adalah nama yang akrab bagi orang-orang Batavia zaman dahulu.

Sekarang, kawasan Jilakeng dikenal sebagai Jalan Perniagaan Barat. Jalan ini panjangnya kurang dari 1 kilometer. Di satu sisinya ada, sungai sekaligus saluran pembuangan air. Sedangkan di sisi lain, berdiri toko-toko yang memanfaatkan bangunan tua sisa-sisa peninggalan masa dulu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu bangunan yang masih mempertahankan gaya kuno terletak di ujung jalan tersebut. Bangunan itu tepat berada di sudut antara Jalan Perniagaan Barat dan Jalan Perniagaan Raya.

Bangunan ini beberapa tahun lalu dipakai untuk menjual obat-obatan tradisional China. Nama toko obat tersebut masih terlihat jelas meski sudah ditimpa oleh cat. Sekarang bangunan tersebut dipakai untuk berjualan perlengkapan menjahit dan mesin jahit listrik.

ADVERTISEMENT

Zaman dahulu, di bangunan tersebut, pada pertengahan tahun 1800-an, cikal bakal praktik dan bisnis prostitusi lahir di ibu kota Jakarta, tak jauh dari Pasar Pagi Asemka, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.

Menurut sejarawan Asep Kambali, di gedung pojok itulah dulu para pejabat Belanda dan Tionghoa bersenang-senang menghabiskan malam bersama dengan para wanita.

"Mereka berdansa dan ada wanita yang bisa melayani mereka," kata Asep, seperti dikutip dari CNNIndonesia.

Di gedung itulah, konon praktik pelacuran di Jakarta pertama kali ada. Jika saat ini, tempat tersebut seperti klub malam atau diskotek di mana kaum berduit biasa dugem. Namun di tempat ini pengunjung dari kelas atas bangsa Eropa dan Tionghoa juga bisa menyalurkan hasrat biologisnya.

Jilakeng menurut Asep merupakan kawasan hiburan terbesar dan sangat terkenal saat itu. Para wanita penghibur di sana sampai didatangkan dari negeri Tionghoa.

Menurut Asep, kawasan Jilakeng bisa disebut sebagai kawasan prostitusi pertama di ibu kota. Pasalnya di kawasan ini bisnis lendir mulai dikelola.

"Ada struktur pelindungnya dan penyelenggaranya adalah swasta," kata Asep. Pengelola kawasan tersebut adalah warga Tionghoa yang saat itu menjadi warga kelas dua setelah bangsa Eropa.

Berdansa, bercinta hingga mengonsumsi opium adalah kegiatan lazim yang dilakukan warga di Ji Lak Keng. Maklum saat itu opium masih jadi barang legal.. Penggunaan opium diketahui masih marak hingga akhir tahun 1900-an.

Kawasan hiburan dengan para pelacur di dalamnya memang dirasa perlu saat itu. Pasalnya pada pertengahan abad 19 praktik perbudakan mulai ditentang. Para pejabat berduit mulai enggan menggunakan gundik atau budak untuk teman tidur mereka. Apalagi dengan memelihara gundik atau budak, ada masalah lain yang bakal timbul yakni lahirnya anak-anak dari budak atau gundik mereka.

Apabila sebelumnya para pejabat Belanda dan Tionghoa bebas menyalurkan hasrat seksualnya pada beberapa gundiknya, setelah perbudakan dihapuskan, maka isteri hanya satu-satunya pelampiasan.

Jilakeng menjadi semacam oase bagi mereka yang sebelumnya terbiasa bercinta dengan wanita-wanita lain, selain dengan isterinya sendiri.

Jika Jilakeng kemudian tidak dikenal, Asep menduga penyebabnya karena memang sengaja dihilangkan dari sejarah Jakarta. Apalagi rezim yang berkuasa saat itu terkenal dengan menghapus segala sesuatu yang berbau dengan Tionghoa.




(wsw/ddn)

Hide Ads