Menguak Kisah Desa Gadang Berusia 638 Tahun di Kota Malang

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Menguak Kisah Desa Gadang Berusia 638 Tahun di Kota Malang

Putu Intan - detikTravel
Minggu, 29 Jan 2023 15:17 WIB
Area makam lama Gadang di Jl. Gadang Gg. VI. Di bawah pohon beringin sisi timur merupakan situs bangunan suci candi
Pemakaman di Desa Gadang, Kota Malang yang di bawahnya terdapat bangunan candi. Foto: dok. Suwardono (Istimewa)
Jakarta -

Penelitian terbaru mengungkap riwayat panjang Desa Gadang di Kota Malang. Desa ini rupanya sudah eksis sejak zaman kerajaan, jauh sebelum Kota Malang berdiri.

Desa Gadang atau yang sekarang dikenal sebagai Kelurahan Gadang merupakan bagian dari Kecamatan Sukun, Kota Malang. Desa ini tercatat masuk dalam wilayah Sukun berdasarkan PP No. 15 tahun 1987.

Sebelum tahun 1987, wilayah Gadang merupakan suatu 'kelurahan' dari wilayah Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang atas dasar Peraturan Pemerintah No. 135 Tahun 1981. Sebelumnya lagi, wilayah Gadang merupakan salah satu 'desa' dari Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang yang terdiri dari 1 wilayah lingkungan dan 11 wilayah desa berdasar Peraturan Daerah No. 4 Tahun 1967.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada masa pemerintahan Belanda, berdasar Staatblad No. 120 19 April 1883, Desa Gadang masuk dalam District Malang Afdeeling Malang Resident Pasuruan. Kemudian tahun 1911, Desa Gadang tercatat sebagai onderdistrict (pemerintahan sekelas kecamatan) di District Malang.

Namun ternyata, jauh sebelum penetapan tersebut, Desa Gadang ini sudah berdiri bahkan memiliki sejarah pemerintahan yang cukup panjang. Desa Gadang secara tertulis sudah dikenal sejak tahun 1198 yaitu di dalam Prasasti Pamotoh yang dikeluarkan pada zaman Kerajaan Kadiri. Pada waktu itu Desa Gadang masuk dalam 'wisaya' (wilayah semacam kadipaten) Kanuruhan.

ADVERTISEMENT

Hal tersebut diungkap purbakalawan masa Hindu-Buddha, Suwardono, bersama rekannya Rakai Hino Galeswangi. Berdasarkan informasi yang diterima detikcom, keduanya melakukan penelusuran antara bulan September 2022 hingga Januari 2023.

Mereka melakukan perjalanan sejarah Desa Gadang berbekal informasi dari Prasasti Gadang tahun 1307 Saka. Prasasti itu sendiri sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan nomor inventaris D. 180.

"Isi Prasasti Gadang berkenaan dengan penganugerahan tanah sΔ«ma di Desa Gadang pada zaman Majapahit masa pemerintahan Sri Rajasanagara atau Hayamwuruk. Anugerah tanah sΔ«ma di Gadang diberikan kepada seorang tokoh bernama Dhapunta Bulanawijaya guna kelangsungan bangunan suci candi," kata Suwardono kepada detikcom, Minggu (29/1/2023).

Peristiwa itu ditandai dengan Prasasti Gadang yang bertanggal 3 kresnapaksa hari Was Kaliwuan Soma wuku Wuyai bintang yoga Wrdhi tahun 1307 Śaka. Penanggalan Śaka ini equivalent dengan kalender Masehi yang jatuh pada hari Senin Kliwon tanggal 24 Juli 1385.

Sebagian bata kuno di permukaan tanah di makam lama Gadang.Sebagian bata kuno di permukaan tanah di makam lama Gadang. Foto: dok. Suwardono (Istimewa)

Dalam melakukan penelusuran sisa-sisa peninggalan purbakala di daerah Gadang, Rakai Hino Galeswangi dan Suwardono juga merujuk kepada laporan Maurenbrecher yang dimuat dalam Oudheidkundig Verslag tahun 1923.

Selain itu, mereka juga menggunakan laporan Crucq dalam Oudheidkundig Verslag tahun 1929 tentang batu-batu candi di punden makam 'Mbah Djosari', fragmen arca dan lingga kecil di makam lama Jl. Gadang Gg. VI yang di dalamnya terdapat punden makam 'Nyai Putri' yang di atasnya ditumpuk potongan batu-batu candi, serta Prasasti Gadang.

Hasil penelusuran yang dilakukan mereka berdua di makam lama, diketahui adanya struktur bata dengan ukuran lebar 23 sentimeter dengan tebal 9 sentimeter dan panjang tidak diketahui karena tidak mendapati bata yang utuh.

Selanjutnya: kesaksian tukang gali kubur yang menguak teka-teki

Atas informasi seorang warga yang berprofesi sebagai penggali kubur, di area makam didapati pola keletakan bata membentuk bujursangkar kurang lebih 6 meter persegi. Di sana di bawah pohon beringin ditemukan sisa batu candi yang sekarang dikenal sebagai punden keramat 'Mbah Kepolo'. Oleh karena itu makam lama ditengarai adalah sisa dari situs bangunan suci candi.

Tanda panah sisa batu candi yang dikeramatkan dan disebut punden 'Mbah Kepolo' dililit akar pohonTanda panah sisa batu candi yang dikeramatkan dan disebut punden 'Mbah Kepolo' dililit akar pohon Foto: dok. Suwardono (Istimewa)

Sementara penelusuran di tenggara makam 'Kebon Toro', didapati situs struktur bata yang memanjang sekitar 92,25 meter, dan di area makam 'Kebon Toro' ditengarai terdapat struktur bata. Ukuran bata di daerah ini ada 2 jenis, yaitu yang ukuran lebar 21 sentimeter, tebal 7 sentimeter, sementara panjang tidak diketahui karena tidak mendapati bata yang ukuran utuh, dan ukuran lebar 18 sentimeter, tebal 6 sentimeter, dan panjangnya tidak diketahui.

Menurut interpretasi Suwardono, situs di area makam 'Kebon Toro' merupakan tanah sΔ«ma yang dimaksud di dalam Prasasti Gadang dan tentunya prasasti itu dahulunya berasal dari sana.

Fragmen bata di situs pematang di tenggara makam 'Kebon Toro'.Fragmen bata di situs pematang di tenggara makam 'Kebon Toro'. Foto: dok. Suwardono (Istimewa)


Lebih jauh Rakai Hino Galeswangi menjelaskan bahwa Dhapunta Bulanawijaya diduga seorang tokoh keagamaan di Gadang yang berjasa kepada raja, sehingga mendapat anugerah tanah sΔ«ma di Gadang.

Kata 'Dhapunta' berarti yang dipertuan atau mpungku atau mpu. Penerima anugerah sΔ«ma di suatu desa dengan sendirinya menjadi kepala sΔ«ma di desa tersebut.

Sejak ditetapkannya Prasasti Gadang tanggal 3 kresnapaksa hari Was (paringkΔ•lan) Kaliwuan (pasaran) Soma wuku Wuyai tahun 1307 Śaka atau ekuivalen dengan hari Senin Kliwon tanggal 24 Juli 1385, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan dan sosial keagamaan Desa Gadang menjadi kewajiban dan hak Dhapunta Bulanawijaya sebagai kepala sΔ«ma, bukan lagi menjadi tanggungjawab dan hak para rāma (para tetua) Desa Gadang.

Peta keletakan struktur bata di area makam 'Kebon Toro'. Tanda bujursangkar merah area makam, tanda panah letak struktur pematang.Peta keletakan struktur bata di area makam 'Kebon Toro'. Tanda bujursangkar merah area makam, tanda panah letak struktur pematang. Foto: dok. Suwardono (Istimewa)

Zaman dahulu hingga pada masa sistem pemerintahan kerajaan, desa tidak dipimpin oleh seorang kepala desa, tetapi dipimpin secara bersama oleh para rāma (para tetua desa). Atas pergantian sistem kepemimpinan desa dari beberapa orang rāma kepada satu orang kepala daerah sΔ«ma, tentunya dapat digunakan sebagai tanda berdirinya atau tΔ•tΔ•ngΔ•r Hari Jadi Pemerintahan Desa Gadang berdasar Prasasti Gadang, yaitu hari Senin Kliwon tanggal 24 Juli 1385.

"Dengan demikian sejarah pemerintahan Gadang sampai tahun 2023 ini sudah mencapai 638 tahun," kata Suwardono.




(pin/pin)

Hide Ads