TRAVEL NEWS
Beda Sebutan Imlek Bikin Netizen China dan Korea Nggak Akur

Netizen China dan Korea Selatan belakangan ini ramai berdebat soal pengucapan Chinese New Year dan Lunar New Year. Mana yang benar?
Pekan lalu, anggota grup K-pop NewJeans, Danielle Marsh, mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada publik karena telah mengucapkan Chinese New Year pada saat Imlek. Dalam permintaan maafnya, Danielle mengatakan bahwa penggunaan Chinese New Year ini tidak pantas mengingat fansnya berasal dari berbagai negara.
Di Korea Selatan, perayaan Imlek disebut sebagai Lunar New Year atau Seollal. Orang Korea Selatan enggan menyebutnya sebagai Chinese New Year karena negara mereka memiliki perayaan dan ritual tersendiri yang berbeda dengan apa yang dilakukan orang China.
Akan tetapi, kebingungan menggunakan istilah Chinese New Year dan Lunar New Year ini sebenarnya bukan hanya dialami Danielle. Setiap tahunnya, ada saja figur publik yang harus meminta maaf atau mengubah pengucapan Tahun Baru karena dianggap tidak sensitif pada masyarakat yang merayakannya.
Dilansir dari CNN, Senin (30/1/2023) banyak organisasi termasuk Associated Press Stylebook yang merekomendasikan untuk menggunakan Lunar New Year daripada Chinese New Year. Namun, keputusan itu juga ditentang oleh masyarakat China karena perayaan Lunar New Year juga sebenarnya berakar dari kalender lunisolar China dan pengaruh sejarah China di negara-negara di kawasan tersebut.
Hal ini tentu membuat banyak brand dan tokoh masyarakat terjebak di tengah-tengah, mencoba berjingkat-jingkat melewati liburan tanpa dicerca oleh kedua belah pihak baik China maupun Korea Selatan. Sayangnya, usaha itu acapkali gagal.
Dorongan untuk menggunakan Lunar New Year
Lunar New Year menandai awal dari kalender lunisolar, dengan perayaan yang sering berlangsung selama 15 hari atau lebih. Ini adalah salah satu hari libur terpenting tahun ini bagi banyak orang.
Tahun Baru ini dirayakan di seluruh Asia, termasuk di Semenanjung Korea, di mana hari libur itu disebut Seollal; di Vietnam, yang disebut Tết; di Cina, yang juga dikenal sebagai Festival Musim Semi; dan di negara lain termasuk Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan lainnya.
Variasi ini sebagian besar menjadi alasan mengapa para pendukung Lunar New Year mendesak transisi dari Chinese New Year. Dan meskipun debat ini bukanlah hal baru, tampaknya debat tersebut mendapatkan daya tarik khusus tahun ini.
Maggie Ying Jiang, seorang profesor di University of Western Australia yang mempelajari komunikasi lintas budaya dan nasionalisme konsumen, menunjuk tweet British Museum sebagai katalisator. Itu telah diposting ulang di media sosial China dan memicu perdebatan sengit dengan tagar terkait yang menarik ratusan juta penayangan.
Sebelumnya, British Museum membagikan detail tentang pertunjukan oleh grup musik tradisional Korea. "Bergabunglah dengan kami dalam merayakan Korean Lunar New Year dengan pertunjukan magis," tulisnya di Twitter pada 12 Januari.
Rentetan tweet dengan komentar murka pun mengikuti. "Ini disebut Chinese New Year," kata seorang pengguna Twitter.
British Museum kemudian menghapus tweetnya. Pada 22 Januari, hari pertama liburan, ia membagikan postingan baru dengan gambar lukisan China. "Selamat Tahun Baru!" tulisnya, sebelum mengulang salam dalam bahasa Cina.
Melihat hal ini Jiang menjelaskan ada dua masalah yakni konflik identitas budaya di antara negara-negara Asia, khususnya China dan Korea dalam hal ini, dan lingkungan geopolitik saat ini.
Selain dorongan untuk inklusivitas yang lebih besar, adopsi Lunar New Year menunjukkan 'upaya berkelanjutan' oleh tetangga China untuk membangun dan mempromosikan identitas budaya independen mereka sendiri.
Ketegangan ini dapat dilihat dalam konflik budaya baru-baru ini, katanya. Misalnya, China dan Korea Selatan telah terlibat dalam banyak perseteruan atas barang-barang yang diklaim oleh kedua negara, seperti kimchi, hidangan sayuran fermentasi yang ikonik, dan pakaian hanbok tradisional.
Bukan kebetulan pertengkaran ini terjadi ketika hubungan antara kedua negara menjadi renggang, dengan beberapa tahun terakhir terjadi ketidaksepakatan politik, pembalasan ekonomi, dan bahkan pembatasan perjalanan selama pandemi.
Simak Video "Kemeriahan Malioboro Imlek Carnival di Yogyakarta"
[Gambas:Video 20detik]