detikTravel berangkat dari Jakarta menuju Jambi bersama Toyota untuk menemui SAD pada medio Februari 2023. Dikenal sebagai suku yang hidup di hutan, rupanya ada juga kelompok SAD yang tinggal di perkampungan. Salah satunya berada di Sungai Kelukup, Dwi Karya Bhakti, Pelepat, Kabupaten Bungo.
Kampung Kelukup ini terletak di tengah perkebunan sawit yang memang banyak ditemukan di Provinsi Jambi. Untuk mencapainya, detikTravel harus melewati jalan yang di sebelah kanan dan kirinya adalah pepohonan sawit. Jalanan menuju Kampung Kelukup terbilang sepi dan gelap karena tak ada penerangan dari lampu jalan.
Setelah melewati jalan beraspal, detikTravel juga harus melewati jalan yang sempit dan berbatu. Dapat dibayangkan betapa menantangnya perjalanan menuju kampung ini terlebih hal tersebut dilakukan di malam hari.
Akhirnya detikTravel berhasil sampai di Kampung Kelukup yang menjadi rumah bagi 44 kepala keluarga SAD. Di sana, kami didampingi perwakilan dari Pundi Sumatra, organisasi yang membantu pemberdayaan SAD. Kami pun menginap di salah satu rumah warga SAD yang telah disediakan.
Keesokan paginya, perkenalan dengan masyarakat Suku Anak Dalam pun dimulai. Salah satu fasilitator lapangan Pundi Sumatra, Yori Sandi, menjelaskan bahwa kampung ini dibangun sekitar tahun 2013-2014. Sebelum kelompok SAD tinggal di sini, mereka masih hidup nomaden atau berpindah-pindah di hutan.
"Sebelum pindah ke sini, mereka tinggal di hutan atau sawitan. Masih tinggal di sudung yaitu pondok sederhana beratapkan daun sawit," kata Yori.
"Pada tahun 2013 atau 2014 mereka dibuatkan permukiman oleh pemerintah namanya Kampung Pasir Putih. Kalau di sini kampung mereka diberi nama Kampung Kelukup. Mereka dibuatkan total 60 rumah. Pada awalnya berjumlah 39 KK kalau sekarang ada penambahan KK jadi 44 KK," sambungnya.
Kepindahan kelompok SAD ke Kampung Kelukup tak lain karena kondisi hutan yang semakin rusak. Kendati tak lagi tinggal di hutan, Yori menjelaskan bahwa SAD di sini masih melakoni kegiatan seperti ketika mereka tinggal di hutan.
"Kegiatan sehari-hari mereka masih berburu dan meramu sebagai mata pencaharian utama. Tapi beberapa warga warga juga sudah beralih ke perkebunan sawit. Mereka sudah punya lahan sendiri yang dibeli secara mandiri. Mereka sebagai pemilik sudah menanam sawit," katanya.
Berburu dan meramu merupakan kewajiban para lelaki SAD. Satwa yang diburu biasanya adalah babi atau rusa. Namun kini tak semua SAD masih berburu babi. Bagi yang masih menganut animisme, mereka masih mengkonsumsi babi sedangkan yang sudah memeluk Islam, akan mencari buruan lain atau lebih suka mencari tumbuhan.
Nah, kegiatan mengumpulkan tumbuhan itu disebut sebagai meramu. Biasanya mereka akan mencari rotan, buah jerenang, getah damar, atau jengkol.
Sementara para lelaki berburu dan meramu, perempuan Suku Anak Dalam lebih banyak mengurus rumah. Di samping itu, mereka juga bisa menangkap ikan di sungai. Kegiatan seperti menganyam juga mereka lakukan.
Dewasa ini, anyaman buatan perempuan SAD juga sudah dipasarkan untuk umum. Anyaman buatan mereka disebut sebagai lapik.
"Jadi dulunya mereka melakukan penganyaman secara musiman. Bisa setahun atau 2 tahun sekali. Awalnya digunakan untuk dipakai sendiri," ujar Yori.
"Seiring berjalannya waktu, produk ini sudah dikenal orang. Kemudian ada pesanan dari pihak luar jadi sekarang sudah agak rutin, bisa sebulan sekali," ia menambahkan.
Anak-anak SAD di Kampung Kelukup juga punya kesibukan sendiri yakni bersekolah. Berbeda dengan SAD yang masih tinggal di hutan, anak-anak di sini juga terbuka pada pendidikan.
Karena telah bertahun-tahun hidup di kampung, detikTravel merasakan SAD di sini begitu hangat dengan pendatang. Meski terkesan malu-malu, mereka mau mengobrol dan berinteraksi dengan kami.
Yori mengatakan, meskipun tak lagi tinggal di hutan, nilai-nilai yang dianut Suku Anak Dalam tetap sama. Mereka masih melakukan berbagai tradisi yang dulu dilakukan di hutan seperti ketika anak lahir, menikah, hingga meninggal.
"Nilai tidak ada yang berubah. Hanya sekarang lebih terbuka terhadap perubahan," tukasnya.
Simak Video "Jelajah Sumatera, Telisik Lebih Dalam Suku Anak Dalam"
(pin/wsw)