Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Kamis, 16 Mar 2023 09:18 WIB

TRAVEL NEWS

5 Fakta Jam Gadang, Ikon Bukittinggi Kembaran Big Ben London

Putu Intan
detikTravel
Jam Gadang di Bukittinggi
Jam Gadang. Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Jakarta -

Jam Gadang menjadi objek wisata yang wajib dikunjungi di Bukittinggi, Sumatra Barat. Selain ikonik, Jam Gadang juga punya sederet fakta unik.

Jalan-jalan ke Bukittinggi, belum lengkap bila tak datang ke Jam Gadang yang terletak di Jalan Raya Bukittinggi - Payakumbuh. Berada di tengah kota, Jam Gadang selalu ramai dikunjungi wisatawan. Apalagi, tempat ini juga buka 24 jam sehingga wisatawan dapat datang kapanpun untuk sekadar berfoto atau nongkrong di sekitarnya.

Tahukah kamu, Jam Gadang yang terlihat kokoh berdiri ini usianya hampir mencapai 100 tahun. Jam Gadang selesai dibangun pada 1926 pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Pembangunan Jam Gadang dilakukan atas perintah Ratu Belanda Wilhelmina yang ingin menghadiahkan bangunan ini untuk Rook Maker. Rook Maker merupakan sekretaris Fort de Kock, wilayah Hindia Belanda yang kini kita kenal bernama Bukittinggi.

Hampir seabad berdiri, banyak fakta unik yang belum diketahui.

Berikut 5 fakta Jam Gadang yang dirangkum detikTravel:

1. Dibangun menggunakan putih telur

Jam Gadang rupanya dibangun tanpa semen dan besi penyangga. Hal itu diungkapkan pemandu Jam Gadang, Surya.

"Keistimewaan bangunan ini, tidak memakai bahan baku semen maupun besi. Jadi bangunan ini memakai pasir putih, batu bata, kapur putih, dan putih telur. Jadi putih telur ini pengganti semen untuk merekatkan bangunan itu," katanya.

Walaupun tak menggunakan semen dan besi penyangga, Surya mengatakan bahwa kekuatan Jam Gadang tak diragukan. Bangunan ini sukses melewati berbagai zaman, mulai dari masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga sekarang.

2. Penulisan angka 4 yang tak biasa

Angka-angka pada Jam Gadang ditulis dalam bentuk angka romawi. Hanya saja, untuk angka 4 ditulis dalam bentuk IIII bukan IV.

Surya mengungkapkan sampai saat ini memang tak diketahui secara pasti alasan penulisan angka dibuat IIII. Dia menjelaskan versi yang ia ketahui.

"Angka 4 tidak ditulis I dan V karena ada yang mengatakan sejarah dari Raja Henry XIII kalau dibuat angka IV itu artinya I Victory. Sementara waktu itu takut terjadi pergolakan di masyarakat tentang kemenangan Inggris. Waktu itu kan Belanda dan Jerman sedang konfrontasi juga (dengan Inggris) saat Perang Dunia Pertama, akhirnya dibuat IIII," kata dia.

Lebih lanjut, Surya memaparkan bahwa sebenarnya penulisan angka 4 dalam bentuk IIII bukanlah hal aneh. Ia mencontohkan penggunaan ini pada saat penghitungan suara.

"Sebenarnya IIII itu kan masih dipakai saat voting atau rapat. Kalau kita menghitung sampai 4, ditulisnya IIII baru nanti setelah 5 akan dicoret miring," ujarnya.

Pendapat yang mewajarkan penulisan IIII juga didukung pihak yang mengatakan bahwa penulisan IIII lazim digunakan sebelum pemerintahan Raja Louis XIV. Ada pula yang menyatakan sebelum IV muncul, angka romawi memang ditulis IIII.

3. Tiga kali berganti atap

Di awal pembangunan, arsitek yang bertugas merancang Jam Gadang adalah Yazid Rajo Mangkuto. Pada saat itu, menara jam empat sisi itu dibangun dengan atap kubah kerucut.

Kemudian pada puncaknya dihiasi patung ayam jantan yang menghadap ke timur. Gaya ini memang identik ditemukan di bangunan-bangunan Belanda.

Desain atap ini rupanya tak bertahan lama, sebab ketika Jepang datang menjajah Indonesia, atap Jam Gadang ikut berubah. Kubah itu diganti dengan pagoda tradisional Jepang. Bentuknya mirip dengan kuil-kuil yang menjadi ciri khas Jepang.

Lalu memasuki masa kemerdekaan, atap Jam Gadang kembali berubah. Bagian puncaknya ditukar dengan atap bagonjeng atau atap rumah adat Minangkabau yaitu Rumah Gadang. Bentuk itu pun masih dipertahankan sampai saat ini.

4. Kembaran Big Ben London

Mesin jam yang dipakai Jam Gadang dan Big Ben sama-sama buatan Jerman. Pembuatnya hanya memproduksi 2 jam dengan mesin sama yakni di Big Ben London dan Jam Gadang Bukittinggi.

"Jam Gadang dengan Big Ben di Inggris, sama pembuatnya. Orang yang buat dan pabriknya sama. Jadi yang membuat namanya Benhard Vortmann dari Jerman. Dia hanya membuat 2 di dunia, satu di Inggris dan satu di Bukittinggi," ujarnya.

5. Tak bisa sembarangan naik ke puncak

Kawasan Jam Gadang memang dibuka untuk umum. Namun kamu tak bisa sembarangan masuk dan naik ke puncaknya.

"Dulu pernah dibuka untuk umum selama kurang lebih setahun, pakai tiket Rp 50 ribu. Saat itu animo masyarakat untuk naik sangat antusias. Karena takut rusak, makanya sekarang ditutup," kata Surya.

Menurut Surya, Jam Gadang hanya boleh dimasuki oleh kalangan tertentu. "Hanya bisa untuk tamu dinas, kementerian, presiden," ujarnya.



Simak Video "Menaiki Puncak Menara Jam Gadang, Bukittinggi"
[Gambas:Video 20detik]
(pin/fem)
BERITA TERKAIT
BACA JUGA